16. Yang Datang Malam Itu

610 54 8
                                    

"Tari, bilang ke Devan suruh dia nginep di sini. Kamu juga tinggalah dulu di sini sampai mama sembuh."

Kalimat Mama Hanum membuat Gantari tersenyum tipis. Sejak pagi tadi dia sibuk merawat mama mertuanya yang terbaring sakit dan baru pulang setelah diperiksa. Tadinya Gantari ingin langsung pulang saja karena dia belum menyiapkan makan malam untuk Devan. Namun, beliau menyuruhnya untuk menginap.

Ah, jika saja ipar-iparnya tidak cerewet dan selalu menyudutkan, mungkin Gantari tidak akan merasa keberatan untuk menginap selama apa pun di rumah itu, tapi jika lebih mementingkan perasaan sendiri, dia tidak tega pada mama mertuanya yang sedang sakit.

"Oke, Ma. Aku akan telepon Mas Devan dan bilang kalau malam ini kita nginap di sini. Mama istirahat aja dulu, Tari mau beres-beres."

"Maafin mama, ya. Karena mama sakit, kamu jadi repot," kata Mama tulus.

"Sudah tugas Tari menjaga mama, mama cukup istirahat dan jangan banyak pikiran supaya cepet sehat lagi. Dokter juga udah pesen sama Tari buat jaga pola makan mama."

Tari mulai teringat dengan perkataan dokter tempo hari soal penyakit mama mertuanya, kadar gula darah beliau sangat tinggi dan dokter berpesan untuk sering kontrol ke rumah sakit mulai sekarang.

"Jadi malam ini kamu nginep sini aja, ya, temani mama."

Ucapan mama membuat Gantari tersenyum sesaat. Seolah di rumah ini hanya dirinya saja yang bisa diandalkan dalam mengurus mertua. Gantari tidak keberatan seandainya itu memang benar.

***

Hari sudah berganti malam. Langit cerah telah berganti menjadi gelap disusul rintik hujan yang jatuh. Belakangan ini hujan turun hampir setiap hari.

Gantari membawa sepanci sayur ke meja makan. Di sana sudah ada adik-adik iparnya yang menunggu, tidak ada satu pun yang membantu Gantari di dapur. Gantari tak masalah, lagipula adik-adik iparnya itu hanya akan memperlambat acara memasaknya, gantari lebih suka masak sendiri.

Begitu masakan dihidangkan, orang-orang yang duduk di sana tidak protes sama sekali, kecuali satu orang. Bahkan sebelum menyicip makanan tersebut, ekspresinya sudah kentara sekali.

"Malam ini kita makan sayur lagi, ya, Teh? Padahal kemarin kita sudah makan sayur juga."

Zakiyah bersuara di tengah acara makan malam, membuat beberapa orang menoleh ke arahnya. Termasuk Gantari. Dia paham Zakiyah sedang protes, tapi mau bagaimana lagi, di kulkas hanya ada bahan seadanya. Tidak ada satu pun orang yang belanja untuk mengisi dapur saat ibu sedang sakit, jadi Tari hanya bisa masak bahan yang tersedia.

"Kamu ini! Makan mah makan aja. Jangan banyak protes, kita gak sempet belanja karena ibu lagi sakit."

Alwi menjawab keluhan istrinya dengan cepat, dia merasa tak enak hati pada kakak iparnya yang sudah susah payah membantu mereka mengurus ibu di rumah. Zakiyah berdecak, suaminya malah memarahinya.

Gantari terdiam, dia tidak terlalu ambil pusing dengan keluhan Zakiyah soal menu makan malam mereka. Dia sudah cukup lelah merawat ibu dan tidak sempat memikirkan menu apa pun untuk dimasak.

"Sudahlah, tidak baik berdebat di depan rezeki. Ayo makan, mama pasti marah kalau mendengar kita ribut-ribut."

Itu suara Devan, pria tersebut sudah pulang ketika dikabari oleh istrinya kalau dia akan menginap di rumah mama untuk sementara waktu. Devan juga berharap, dengan tinggalnya mereka di sana bisa sedikit memperbaiki kondisi rumah tangganya dengan Gantari.

Sejak saat itu, hubungan antara Devan dan Gantari semakin merenggang. Seolah-olah ada tembok tak kasat mata yang memisahkan keduanya. Gantari sesungguhnya masih melayani Devan sebagaimana tugasnya. Namun, dia tak lagi banyak bicara. Satu hal yang membuat Devan menyesali ucapannya tempo hari.

Ikrar yang Terlepas [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang