Dua insan yang sedang duduk bersila itu harap-harap cemas. Menanti dengan gelisah kabar dari dua wanita yang berada di dalam ruangan. Tidak apa jika dikatakan mereka lebay, tetapi kecemasan mereka benar-benar nyata memikirkan kondisi Aruna. Terlebih, mereka sama sekali tidak bisa melihat karena Lianne sama sekali tidak mengizinkan mereka ikut masuk.
Aroon mendesah pelan, Biantara mengusap wajah kasar. Keberadaan keduanya bermaksud memblokade jalur, tidak mengizinkan siapapun menaiki tangga. Lianne hanya memerintah Biantara untuk berjaga, tetapi Aroon yang tadinya membawa tubuh Aruna masuk ruang kerja Lianne, terusir dengan kasar.
"Bagaimana?" tanya Biantara tiba-tiba.
Refleks, Aroon menoleh heran. "Apa?"
"Dokter tidak jadi ke sini?" Biantara menoleh singkat untuk menatap pintu ruang kerja Lianne.
Aroon menghirup napas panjang, pangkal hidung dia pijat pelan. Terlihat frustrasi menghadapi situasi, yang tersisa hanya gelisah tiada arti.
"Tidak tahu," jawab Aroon mengedipkan bahu. “Bu bos sepertinya benar-benar marah.“
Biantara setuju, dua pria itu menyiratkan sikap patah arah.
Biantara menyandarkan tubuh pada pagar besi pembatas. Menatap Aroon yang hanya diam, Biantara menanyakan hal yang membuat dirinya kepikiran. "Tadi itu ... spontan apa kesempatan, Ar?"
Aroon berdecak, mengerti arah mana yang temannya itu singgung. Entah kenapa dia tidak menyukainya. "Pertolongan pertama. Kamu mau biarin dia sekarat?" Sial, seharusnya Aroon tidak menjadikan Biantara teman. Pria itu berpikiran negatif pada niat baiknya.
Sejak awal bekerja, Aroon mendapati sikap Biantara yang paling bisa diajak bicara. Dia yang merupakan baru di sini sering mendapat bantuan dari Biantara dalam hal pekerjaan. Aroon berpikir, apa salahnya jika mendapat teman yang mau membantunya. Itu sama saja dengan mempermudah masa adaptasi menjadi karyawan baru.
"Cuma bercanda, kenapa tegang amat, sih!" Tawa pelan Biantara mengikuti. "Aku tahu dia aneh, tapi sampai mau sucide di sini ...." Biantara enggan melanjutkan. Tubuhnya bergidik hanya dengan membayangkan.
Tidak, Biantara bukan bermaksud menginginkan kejadian lebih buruk. Dia yang mengenal Aruna lebih dulu hanya mengetahui bahwa Aruna tidak mudah didekati. Wanita itu seakan memberikan batas bagi semua orang yang akan mendekatinya.
"Turun saja, di bawah ramai pembeli. Kita bantu awasin sambil bekerja." Karena Aroon berusaha mengusir rasa penasaran mengenai keadaan Aruna. Begitu mendengar kondisi toko ramai orang, dia memutuskan untuk mengajak Biantara kembali bekerja.
Langkah mereka baru menyentuh anak tangga terakhir, ketika Isvara tiba dari arah kasir datang mendekat. "Gimana Aruna?"
Wajah Isvara menyiratkan rasa khawatir penuh kepalsuan, satu-satunya hal yang ingin dirinya tonjolkan hanyalah perasaan simpati yang harusnya bisa menjadi topeng untuk menarik hati si karyawan baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARCH: Summer In Your Eyes
Romantik[Romansa, Lengkap] •A Month In A Day•• Masa lalu kelam membuat Aruna tanpa sadar menderita bipolar dan penyakitnya itu membawa dampak dalam pekerjaan. Sebagian teman kerjanya di Maret Market menyebutnya sebagai wanita aneh, tetapi Aroon selalu mema...