Ch-9. Derai Sendu Aruna

7 2 0
                                    

Seharusnya hari ini Aruna bekerja, mendapatkan sift dua sehingga dia bisa bangun sedikit lebih siang dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seharusnya hari ini Aruna bekerja, mendapatkan sift dua sehingga dia bisa bangun sedikit lebih siang dari biasanya. Namun, karena suatu urusan, dia harus meminta izin pada Lianne untuk mengajukan libur. Seharusnya dia bisa memanfaatkan hari ini untuk bersantai, tetapi tugas lain sudah menanti—yang pasti akan lebih melelahkan.

Lihat saja! Subuh baru datang, tetapi Aruna sudah mulai menggosok panci berkarat yang dikeluarkan bibinya dari gudang.

Semalam, Aruna yang baru pulang bekerja mendapati sang bibi menumpuk barang-barang berdebu dan sebagian berkarat di meja makan. Bayangkan saja, meja makan yang selalu Aruna bersihkan setiap hari itu dengan mudah digunakan untuk meletakkan barang-barang usang.

Hendak protes, Aruna letih karena baru pulang bekerja. Akhirnya dengan terpaksa Aruna mendengarkan perintah Bibi Wati yang menyuruhnya mencuci peralatan itu esok pagi.

Kini—matahari yang belum terbit sepenuhnya dan masih malu untuk muncul—Aruna sudah berkutat dengan perkakas dapur yang seharusnya dibuang. Kotor dan berkarat. Namun, dengan tega sang bibi meminta Aruna untuk membersihkan dengan ancaman menyertai.

"Itu masih kotor, gosok lagi!"

Aruna mendesah, berkali-kali menggosokkan alat cuci panci di hadapannya itu terasa sia-sia. Karat yang bandel tidak ingin melepaskan diri, Aruna merasakan letih di pergelangan tangan.

"Cepat selesaikan, lalu bikin kue yang enak. Aku mau tidur lagi!"

Wanita itu menengadah, menatap langit-langit dapur yang tersemat beberapa sarang laba-laba. Aruna bisa saja memilih untuk melalaikan tugas ini, tetapi akan ada hantaman keras di wajahnya yang menanti.

Aruna sudah terbiasa menerima segala perintah tanpa bisa membantah. Bibinya yang kejam merupakan definisi seorang iblis. Tidak memiliki belas kasih pada dirinya yang merupakan anak yatim piatu.

Tuhan, bisakah dia mengulang permintaan yang setiap hari selalu terucapkan? Aruna ingin kembali pada masa lalu, bersama kedua orang tuanya yang menyayangi dirinya. Ingatan indah bak seorang putri itu membawa Aruna bermimpi ingin kembali, seperti angan yang entah kapan akan terwujud.

Sampai di mana sebuah takdir kelam menyelimuti, menusuk Aruna dengan ribuan duri. Mengubah nasib seorang putri menjadi budak akan nafsu seseorang yang menyebut dirinya orang tua. Menyampaikan pada Aruna bahwa dunia yang seharusnya bisa dijadikan rumah, menyatakan mundur dengan bukti nyata. Bukti yang Aruna lihat dengan mata kepala sendiri, rumah itu telah menjadi neraka untuk selama-lamanya.

***

"Bagus. Kue-kue ini tampak lezat, tidak sia-sia kamu menuruni bakat dari ibumu!" Dibalik Bibi Wati yang senang, ada Aruna yang kelelahan. Hampir sepuluh jam Aruna bekerja mengurus urusan dapur untuk acara arisan yang Bibi Wati adakan. Aruna terlihat memukuli bahu untuk meredakan letih yang terasa.

"Sekarang bersihkan ruang tamu, jangan lupa pindahkan kursi dan meja lalu ganti dengan karpet Turki mahal yang Bibi beli bulan lalu!"

Lagi dan lagi, menyombongkan karpet tiruan. Aruna tidak bodoh, dia tahu bagaimana membedakan produk asli dan tiruan karena pengetahuan dari tempat kerjanya.

MARCH: Summer In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang