Ch-14. Pelaku Sebenarnya

10 3 0
                                    

Samar-samar, netra coklat gelap yang masih tampak sayu dengan kantung mata menghitam itu terbuka kala cahaya putih menembus retinanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samar-samar, netra coklat gelap yang masih tampak sayu dengan kantung mata menghitam itu terbuka kala cahaya putih menembus retinanya. Wanita itu mengerjap pelan menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk, seketika kepalanya terasa berputar dan berdenyut.

Pemandangan pertama yang dia tangkap adalah sebuah ruangan bernuansa putih dengan aroma obat yang menguar ke indera penciuman. Punggung tangan kanannya terasa sedikit nyeri kala tidak sengaja tubuhnya bergerak.

"Kenapa aku ada di sini?" Ingatannya mencari-cari alasan akan keberadaannya, tetapi selama beberapa saat hanya berputar-putar tentang dirinya yang berada di gudang. Kalau tidak salah, ada Aroon saat itu. Namun, dia tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya ketika kegelapan datang. Aruna ingin mengingatnya, tetapi hantaman rasa pusing membuat kepalanya sakit.

Tidak lama dari itu, pintu terbuka. Aroon baru saja datang tatkala melihat Aruna merintih. "Aruna, kamu baik-baik saja?" Dengan sigap dia mendekat untuk membantu wanita itu duduk.

Namun, tubuh Aruna merespon dengan tegang, matanya terpejam sembari menggenggam tangannya kuat. Mengetahui hal itu, Aroon segera mundur. Dia harus ingat, meski wanita itu sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya, masih ada serangan panik yang belum sembuh. Dia tidak ingin membuat Aruna ketakutan.

"Maaf, aku tidak bermaksud menyentuhmu," kata Aroon, mengambil tempat yang sedikit berjarak dengan wanita itu. "Bagaimana keadaanmu? Apa yang kamu rasakan sekarang?"

Aruna berkedip sayu. "Tubuhku lemas, kepalaku juga pusing."

Aroon mengangguk. "Tunggu sebentar, aku akan panggil dokter." Pria itu lekas keluar ruangan.

Aruna menghembuskan napas lelah. Dia sedikit merasa tidak enak dengan sikapnya tadi pada Aroon. Namun, dia tidak sadar dengan refleks itu.

Sekitar lima belas menit kemudian, Aroon datang bersama seorang dokter wanita. Aroon sengaja meminta rumah sakit menangani Aruna dengan dokter. Awalnya mereka kurang setuju, tetapi setelah menjelaskan kondisi wanita itu, rumah sakit mengabulkan. Tentunya ada harga yang harus Aroon rogoh untuk melakukan permintaan tersebut.

"Apa yang kamu keluhkan saat ini? Ada yang terasa tidak nyaman?" tanya dokter wanita itu sambil mempersiapkan stetoskop miliknya.

Aruna merintih, sebelah tangannya memegangi dahi. "Kepala saya terasa berat, saat membuka mata semuanya seperti sedang berputar."

Dokter itu hanya mengangguk, lalu melancarkan aksinya untuk memeriksa kondisi Aruna.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Aroon tidak sabar di sela-sela kegiatan tersebut. Sorot matanya penuh kecemasan melihat Aruna yang masih saja pucat.

"Jangan khawatir, dia baik-baik saja, Pak." Sang Dokter tersenyum. “Pasien hanya perlu istirahat yang cukup karena kelelahan. Tolong berikan obat dengan teratur agar demamnya bisa turun. Dan juga ... makanannya dijaga, ya, Pak. Jangan biarkan istrinya makan makanan instan dulu karena itu akan mempengaruhi lambungnya,” imbuhnya menjelaskan panjang lebar.

MARCH: Summer In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang