Ch-15. Mendadak Sidak

5 3 0
                                    

Gema suara ketuk pertemuan antara telunjuk dengan ujung meja mengalun ritmis, dia gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gema suara ketuk pertemuan antara telunjuk dengan ujung meja mengalun ritmis, dia gugup. Bingkai putih netranya semu merah, menahan luap emosi yang enggan beranjak. Di balik tembok ada raut cemas, kepalanya bergerak turun coba menyalurkan ketenangan pada sosok tersebut. Pria itu duduk gelisah, bahkan berdecak sedikit hilang kesabaran.

Beberapa jenak kemudian, siluet wanita anggun dalam balutan gaun putih selutut mulai tampak. Ketukan sepatu tinggi mengiringi langkah kian mendekat. Wajah rongseng pria itu tiba-tiba jadi ceria, senyum matahari terbit meski badai juga ikut sembunyi di sana. Dia berdiri, sebagai upaya sambutan manis. "Selama ini kamu begitu pandai menyembunyikan kecantikanmu." Jangan lupa imbuhi pujian mesra, supaya lawan bicaramu kian terbang ke angkasa.

Benar sekali, wajah ayunya jadi bersemu. Rahangnya penuh taburan merah jambu, dia tertawa malu. "Aku pun tidak menyangka jika kamu ternyata sosok romantis, Aroon."

Ya, tidak ada pendapat yang salah.

Penyamaran dramatis harus dibayar tuntas hari ini, tetapi Aroon merasa harus ada sedikit kejutan buat si pelaku. Anggap saja sebagai kenang-kenangan. Lianne, orang di balik semua rencana gila ini memarkirkan jempol siap lancarkan aksi.

Setelah rapat paripurna, susunan rancangan sidak buat Isvara akhirnya matang. Mereka sepakat untuk membuka kedok wanita itu di luar perusahaan agar tidak ketara. Enggan ambil risiko jikalau Isvara justru curiga lalu mangsa akan melarikan diri.

Bak aktor handal, sorot tajam Aroon menghujam iris Isvara. Memberi tatapan palsu seolah dipenuhi benih asmara, jamuan dari kekasih pria yang tengah mabuk cinta untuk perempuannya. Kencan berawal normal, mereka bincang ringan layaknya pasangan serasi. Hingga biji-biji peluru mulai bertaburan, membidik satu target—Isvara.

"Isvara, apa kamu tahu kemarin aku bertemu dengan distributor barang yang sering input barang ke toko tempat kita bekerja. Kamu tahu di mana aku bertemu dengannya?" tanya Aroon terlampir senyum miring.

Isvara tertegun berusaha mencerna ucapan Aroon, begitu sadar muara dari pembicaraan dia mulai batuk-batuk menutupi rasa gugup. Tawa ragu dia beri agar ketakutan yang muncul tidak kentara. "Di—di mana?"

Kemudian Aroon tertawa keras, sampai wanita itu heran sendiri dengan perubahan suasana hati Aroon yang begitu drastis. Terlampau berlebihan, sampai bungkuk memegangi perut saking kencangnya dia terbahak. Bahkan, kini beberapa pasang mata mulai bergeser fokus pada mereka—pusat perhatian. Namun, tidak acuh tangan Aroon justru melambai singkat ganti meraih gelas air yang langsung tandas lewat tenggorokan.

Pria itu berdeham pelan, lalu memangkas jarak wajahnya dengan Isvara. Di depan hidung wanita itu embusan napas Aroon menguar harum, hingga kelopak matanya otomatis turun.

"Aku bertemu pria itu ... di kantor polisi."

Langit penuh taburan kedip bintang dan kunang kini jadi kelam, kerlip petir kini menghiasi tatap Isvara yang skeptis. Hawa sekitar tiba-tiba hangat, pelipisnya bahkan mengembun. Napasnya terengah resah.

MARCH: Summer In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang