1. RAI

14.4K 587 83
                                    

Chicago, Illinois.

Ponsel Rai berdering. Memberi peringatan akan notifikasi iMessage yang baru saja diterima. Menghentikan seluruh kegiatan. Memfokuskan seluruh atensi untuk membuka kunci pada layar ponsel kemudian membaca isi pesan.

Kak, di mana?

Adalah hal yang adiknya tanyakan. Dilirik beberapa angka sebagai penunjuk waktu di pojok kanan atas, sebelum jari-jarinya menari di atas layar papan keyboard. Membalas.

Mau apa?

Tidak membutuhkan waktu lama suara penanda kembali terdengar.

Eclipse Elites. Aku sudah memberi tahu Pak Kana alamatnya.

Kedua alis bertaut, sama sekali tak menangkap makna dari pesan baru yang didapat. Menerka-nerka akan berbagai kemungkinan. Sampai menghasilkan sebuah pertanyaan yang hanya terpendam dalam benak. Untuk apa ia datang? Rai tidak melihat alasan ia harus datang ke pertandingan eclipse elites, tim lacrosse sekolahnya. Oleh karena itu, dengan cepat Rai menolak permintaan adiknya.

Rai memasukkan ponsel ke dalam tas. Bangkit dari tempat duduk kemudian pergi meninggalkan ruang kelas untuk menemui Pak Kana, sopir keluarganya, yang ia yakin sudah menunggu sejak tiga puluh menit yang lalu. Kedua kakinya mengayun, melangkah dengan ritme teratur, hingga lobi utama. Ponsel Rai lagi-lagi berbunyi dan nama adiknya tertera di layar. Mau tidak mau, ia terpaksa berhenti sejenak.

Rai menghembuskan napas pelan sebelum menerima panggilan tersebut. "Apa?"

"Pak Kana akan tetap mengantar kamu ke tempat pertandingannya, Kak."

Terdengar nada kesal di seberang namun Rai tetap menolak, "Tidak. Aku ingin pulang."

"Aku tidak sengaja menumpahkan minuman bersoda ke bajuku dan aku tidak membawa baju ganti. Aku menghubungi Pak Kana untuk membawakanku baju ganti tapi Pak Kana memilih untuk menjemput kamu terlebih dahulu. I need you to come here, Kak. Atau lebih tepatnya aku butuh kaus baru. Kalau tidak, semua orang akan terus menatap kaus putihku yang terkena minuman soda sialan ini,"

Tak menjawab. Rai memberi waktu untuk adiknya menyelesaikan kalimat.

"Dan apa kamu tahu? Minuman bersodanya tumpah tepat di kedua payudaraku, Kak! Unless you want everyone–"

Rai menyela tanpa ingin mendengar perkataan adiknya lebih lanjut, "Fine."

"Thanks, Kak."

Pembicaraan berakhir cepat setelah ia menyetujui permintaan adiknya. Rai memilih untuk tidak menghabiskan waktunya lebih lama dan segera mencari Pak Kana. Senyuman tipis timbul saat Pak Kana membukakan pintu lantas mempersilahkannya untuk masuk ke dalam mobil.

Napas panjang Rai hembuskan karena harus merelakan waktu yang awalnya akan ia gunakan untuk pergi ke toko buku demi adiknya. Ia meraih Airpods kemudian memasangkannya di kedua telinganya sambil menikmati jalanan kota Chicago sore itu. Lana del Rey berirama dengan sempurna.

Tiga puluh tiga menit berlalu. Dipercepat kedua langkah kakinya membelah gedung luas dan besar yang membuatnya lelah meski belum mencapai tujuannya. Sambil tetap melangkah, ia menempelkan ponsel di telinga kirinya untuk menghubungi adiknya. Sudah sebelas kali ia mencoba namun hasilnya tetap sama.

Damn it, Kai! Pick up the damn phone!

Rai menggerutu. Tidak ada gunanya menelpon adiknya yang sepertinya tidak berniat menerima panggilannya. Entah karena apa, Rai tidak tahu. Ia memilih untuk memasukkan ponsel ke dalam saku roknya tanpa menghentikan langkahnya menaiki tangga.

Langkahnya tercegah. Kedua netra Rai menangkap pemandangan yang tidak disangka. Matanya menyipit sambil membenahi kacamata hitam tebal yang bertengger di hidung mungil nan bangir miliknya.

"Kai!" Rai berteriak.

Namun sayangnya, adiknya itu sama sekali tidak mendengar teriakannya dan tetap melanjutkan cumbuan.

"Kaiana!"

Rai tetap tidak mendapat respon. Bukan hanya itu, ciuman itu sudah berubah menjadi lumatan. Erangan terdengar di kedua pendengarannya.

Menjijikan!

"Kaiana Sorelli!"

Gelagapan. Perempuan di seberang menarik diri kemudian beralih padanya.

"Oh hi, Kak." Kata adiknya santai dengan rambut berantakan dan bibir yang merah dan bengkak.

"Oh hi, Kak?" balas Rai tidak percaya.

Adiknya memberi kecupan pelan kepada laki-laki yang baru saja berciuman dengannya sebelum berkata, "Laters, baby." Laki–laki itu tersenyum sebelum meninggalkan adiknya.

Sungguh menjijikan!

"Tidak bisa kamu untuk tidak berciuman di tempat umum seperti ini, Kai?" tanya Rai dengan nada sarkas sambil menyerahkan kaus hitam kepada adiknya.

"We're in Chicago, Kak. Kissing adalah hal yang sangat lumrah dilakukan."

"Dan sangat menjijikan."

"Kamu harus mencobanya, Kak. Aku yakin kamu akan menyukainya."

"No, thanks."

"Ayolah, Kak. Kamu sudah berumur tujuh belas tahun dan kamu belum pernah sama sekali berciuman! Raissa Isabelle Sorelli belum pernah berciuman. What a joke! Apa aku harus membantumu mencari laki–laki untuk berciuman?"

"Aku akan menunggu kamu di mobil,"

"No! You are coming with me!"

"Kai,"

"Tidak, Kak. Kamu sebentar lagi akan lulus. Setidaknya untuk sekali saja kamu menonton pertandingan sekolah kita."

"Kai,"

"Don't Kai me, Kak. That's final."

Eternally Yours | Chérie #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang