62. ADRIAN

1.5K 148 16
                                    

"Maaf."

Keluar dari bibir merah delima yang baru saja melayangkan sebuah kecupan. Sebuah kontak ringan, sapuan bibir bahkan tidak bisa dikatakan sebagai sebuah ciuman. Namun menghasilkan sebuah getaran. Menggoyahkan pertahanan diri Adrian. Membangkitkan sesuatu yang telah lama hilang. Kedua iris memancarkan sesuatu yang tidak tertebak. Melekatkan pandangan hingga objeknya merasa gundah gulana.

"Aku tidak bermaksud untuk lancang, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Aku minta maaf."

Tidak merespon, Adrian menutup kedua matanya. Erangan terdengar ketika ia menghirup aroma memabukkan milik Rai. Memprovokasi untuknya melakukan lebih. Jarak keduanya seolah-olah menantang untuk dilenyapkan. Pandangan turun, memandangi bibir Rai. Tidak dapat dipungkiri, gairah kini kian meradang. Melangkah maju, menutup ruang pemisah.

"Your apologies mean nothing, Ms. Sorelli." tatapan yang Adrian berikan, menantang lawan bicaranya.

"Then what is it? What is it that you want, Sir?"

"Finish what you started. Don't be a coward, Raissa."

Tantangan Adrian diterima. Rai kembali menyentuh bibir Adrian dengan bibirnya. Malu-malu, bergerak secara perlahan. Terbuai akan sentuhan, Adrian melingkarkan tangan pada pinggang ramping Rai. Tanpa melepas pangutan, mencari celah untuk menerobos masuk. Lidah saling membelit, membelai, mengecap segala rasa. Tangan kanan yang terbebas, terangkat menelusuri rambut halus Rai. Berpindah, memberi sentuhan pada pipi kemudian menarik leher Rai untuk memperdalam ciuman.

Ketika napas keduanya mulai habis, Adrian menarik diri, kemudian menenggelamkan wajah di ceruk leher Rai. Menghirup dalam-dalam aroma vanilla bercampur powdery. Berlama-lama, penaka kalau ia tidak akan merasa cukup. Kecupan ia berikan. Menciptakan sensasi dingin. Menggoda hingga wanita itu menengadah, memberinya akses lebih. Kecupan-kecupan yang awalnya ringan semakin kuat. Meninggalkan bekas merah keunguan. Erangan yang susah payah ditahan lolos. Menarik atensi Adrian untuk kembali menatap Rai.

Bibir membengkak, terbuka, membuat bentuk o. Kedua mata terpejam, menikmati setiap perbuatan. Tak pikir panjang, bibir Adrian kembali melumat bibir Rai. Kemeja putih yang membalut tubuh atletis, menempel hangat dengan kedua payudara Rai. Bukti kepuasannya bergesek pada perut wanita dihadapannya. Ereksi telah mencapai puncak. Mendobrak-dobrak. Keras. Untuk diberi perhatian.

"God. You feel good,"

Dua tangan Adrian saat ini menelusuri sisi tubuh Rai. Dari kedua payudara yang mendambakan sentuhan. Sampai ke kedua sisi pinggul yang melekuk sempurna. Tak kuasa untuk menekan adiknya lebih dalam. Mendeklarasikan pengaruh hebat yang wanita itu berikan kepada dirinya. Menciptakan lenguhan kepuasan. Hanyut dalam gelombang api yang semakin lama kian membara.

"Tell me to stop," Adrian memperingatkan.

Namun apa yang Rai lakukan selanjutnya adalah kembali menggesekkan tubuhnya dengan kejantanan Adrian. Memancing gairah. Dua tangan Adrian meraih kancing teratas kemeja Rai, untuk dilepaskan. Bibir keduanya kembali berpagut. Bertukar perasaan, menyalurkan segala rasa. Bra hitam terlihat setelah seluruh kancing berhasil terlepas. Ketika Adrian ingin melepas kaitan, Sandra masuk ke dalam ruangan. Menginterupsi.

"Sir," Raut wajahnya terkejut. "Aku benar-benar tidak tahu kalau–"

Tubuh Adrian yang besar dengan sigap menutupi Rai. Berdecak kemudian berkata, "Leave the contract on the table and get out, Sandra."

Setelah memastikan kalau Sandra tidak ada lagi di dalam ruangan, Adrian membalikkan tubuhnya. Kancing kemeja yang awalnya terlepas telah kembali terpasang. Meski demikian, Rai terlihat begitu berantakan. Bibir membengkak, rona merah yang menyembur, memenuhi kedua pipi, tidak lupa dengan bekas di leher menandakan kalau wanita itu baru saja dipuaskan.

Adrian hanya diam saat Rai berusaha merapikan penampilan. Lantas Rai berlalu, melangkah menuju meja, mengambil pena, kemudian menandatangani kontrak tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Kemudian, berjalan untuk meninggalkan ruangan. Namun sayangnya, cepat-cepat ditahan oleh Adrian.

"Let go. I have signed the contract."

"No."

"Sir." Raut wajahnya terlihat marah.

Bagaimana bisa wanita itu marah? Bukankah harusnya dirinya yang melakukan hal tersebut?

"Is running away your defense mechanism?"

Walau membutuhkan beberapa waktu, Rai akhirnya membalas, "No, Sir."

"Then, tell me the reason."

"Aku hanya berpikir dengan pekerjaanmu yang begitu padat, Anda akan melupakan waktu untuk menikmati makan siang. Bagaimana kalau Anda–"

"So you thought of me,"

"Pardon?"

"Jadi Anda memikirkanku dan khawatir kalau aku meninggalkan waktu makan siang," Rai dibuat bungkam.

Senyum pahit terpampang pada wajah Adrian. "Would've been good if you'd felt that fifteen years ago, Raissa."

Setelah mengatakan hal tersebut Adrian melangkah. Meninggalkan Rai yang mematung. Kaku. Diam seribu bahasa. 

Eternally Yours | Chérie #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang