59. RAI

1.2K 144 5
                                    

Banyak hal memenuhi pikiran. Ditepis secepat kilat untuk fokus pada satu tujuan. Makan siang. Rai yakin kalau energi dalam tubuhnya telah terkuras. Meronta-ronta supaya diberi asupan. Langkah kaki berbalut Christian Louboutin melangkah tanpa arah. Mencari sebuah restoran.

La Gioia. Sebuah restoran yang menyajikan menu italian menghentikan tapak kaki yang sedang melangkah. Tidak mau membuang waktu, Rai memutuskan untuk menikmati makan siang di restoran tersebut.

Meja-meja bundar, dilingkari empat kursi di setiap sisi. Dihiasi lilin dan bunga dalam pot kecil. Tertata sedemikian rupa, dengan jarak yang telah diperhitungkan. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Kecewa karena tidak ada kursi yang tersisa untuk dirinya. Kembali menuju ke luar, beruntung, ada satu meja yang bisa ditempati.

Tangan kanan Rai menarik kursi, menduduki bagian empuknya, kemudian menghembuskan napas lega. Outdoor tidak buruk, pikirnya. Dua menit kemudian, seorang pelayan menghampiri, menyerahkan menu kepada Rai.

"Afternoon, are you ready to order or should I–?"

Rai menghentikan ucapan pelayan tersebut dengan sebuah gelengan pelan lalu berkata, "I'll take fettuccine alfredo, please."

"Would you like to have it with chicken or shrimp?"

"Shrimp is fine."

"Alright. What would you like to drink?"

Menelaah setiap tulisan pada kolom minuman. Mempertimbangkan pilihan dan pada akhirnya tetap memesan minuman andalannya, "Sparkling water,"

"Is there anything else?"

"Could I get one fettuccine alfredo in a bag, to-go?"

Rai tidak tahu apa yang ia lakukan, tanyakan. Akal sehat enggan untuk memberi alasan atas perbuatannya. Membawakan makan siang, untuk siapa lagi kalau bukan Adrian. Akar permasalahan yang hingga kini sulit untuk terpecahkan. Ucapan Brandon mengenai wawancara yang akan dilakukan oleh Adrian, mungkin dapat menjadi salah satu alasan. Pria itu tidak akan memiliki waktu untuk menikmati makan siang. Akan tetapi, siapa dirinya? Tidak seharusnya Rai peduli. Menunjukkan kepedulian sama saja dengan membuka luka lama. Apa daya dirinya yang tak sanggup menahan.

"Sure. Please wait, I'll be back with your order."

"Thankyou."

Sembari menunggu pesanan, atensi Rai jatuh pada orang-orang yang sedang berlalu-lalang. Semilir angin menerpa. Mahkota yang terurai membentuk gelombang kecil. Dedaunan seakan-akan sedang menari, mengikuti irama, mengantarkan segala pesan dari sang surya. Sinar yang menyentuh kulit Rai, hangat. Sekaligus menyilaukan kedua retina. Meraih kacamata hitam Chanel di dalam tas, dikenakan sebagai perisai.

Sekelebat memori akan kejadian tak mengenakan yang menimpa, berputar dalam benak. Perlahan, terputus-putus, hingga berubah menjadi sebuah kesatuan. Satu fakta mengenai dirinya tidak sengaja terbongkar. Bersamaan dengan dinding pertahanan yang sebagian mulai runtuh. Topeng yang menyimpan segala rasa, terpasang kuat berubah longgar. Mati-matian dijaga, disembunyikan, hanya untuk dihancurkan oleh Adrian.

Sepuluh menit kemudian, sang pelayan kembali dengan nampan berisi pesanan Rai. Menaruh hati-hati, lalu berucap, "Fettuccine alfredo with shrimp and sparkling water, please enjoy your lunch."

Anggukan Rai berikan dan pelayan tersebut melenggang, meninggalkannya. Dua tangan menggapai sendok dan garpu. Menimbulkan dentingan kecil ketika beradu. Menyendok, melilitkan di atas sendok, lalu menyuapi diri. Dilakukan berulang kali dengan jeda saat mengunyah dan menelan hidangan. Setiap suapan membuat senyum Rai semakin merekah. Tak jarang kedua maniknya tertutup sambil mengunyah. Menikmati rasa yang begitu lezat. Sparkling water Rai teguk, sebagai penutup.

Napkin diraih, mengusap sisa-sisa saus. Seusai puas dengan makan siangnya, Rai mengangkat tangan kanan, memanggil pelayan dengan sopan.

"Can I have the bill, please?" tanya Rai setelah mendapat perhatian pelayan yang melayaninya sejak tadi.

Selang beberapa waktu pelayan tersebut kembali dengan kotak yang berisi hidangan yang sama dengan makan siang Rai. Tidak lupa dengan tagihan yang harus dibayar. Menyisipkan kartu lantas membiarkan pelayan untuk melakukan transaksi. Menekan beberapa angka, agar pembayaran dapat diproses.

Rai meninggalkan restoran tepat pukul satu siang. Berjalan untuk kembali ke perusahaan meski Sandra–konsultan Marshall Properties–belum menghubunginya untuk menandatangani kontrak. Ponsel berdering ketika ia sampai di lobi perusahaan. Tetap melangkah menuju lift sambil menggapai telepon genggam.

Menggeser layar, menerima panggilan dari asistennya, Elio. "Ya?" ujar Rai tanpa berbasa-basi setelah menempelkan layar ponsel di telinga kanannya.

"Mr. Gaudi wants to see you, Ms."

Cepat sekali, pikir Rai.

Ya, Rai memang telah merencanakan kalau dirinya harus bertemu langsung dengan Phillip untuk membicarakan masalah stadium.

Rai menekan tombol agar lift terbuka, sebelum membalas, "Aku akan berada di perusahaan dalam empat puluh lima menit, Elio."

"Ms. Sorelli!"

Teriakan tersebut membuat Rai menegang. Masih dengan posisi ponsel di telinga, ia membalikkan badan, mengikuti sumber suara. Mendapati Brandon, dengan napas terengah-engah dan raut wajah pucat pasi.

"I gotta go, Elio. Talk to you later."

Diakhiri panggilan lantas beralih pada Brandon, "Are you okay?"

"No if you're using this lift."

Alis Rai bertaut. Tidak mampu memahami makna dari tanggapan yang Brandon berikan. "What is that supposed to mean?"

"Pak Marshall memberitahuku kalau Anda hanya akan menggunakan lift pribadi milik beliau. Ia benar-benar akan memarahiku kalau sampai Anda terlihat di dalam lift ini, Ms."

"Apa?"

"This way, Ms," kata Brandon kemudian menuntun Rai menuju arah lift dikhususkan untuk Adrian. "Pak Marshall masih melakukan wawancara, Anda mungkin bisa menunggu di ruangan beliau." Brandon menambahkan.

Setelah sampai di depan pintu lift, Brandon dengan cepat menekan tombol supaya lift terbuka. Namun, hal itu Rai gunakan untuk menyodorkan sebuah kotak dan berkata, "Aku tidak mempunyai waktu banyak, apa kamu bisa memberi ini ke Pak Marshall? Aku akan kembali setelah menyelesaikan urusanku di perusahaan."

"Apa ini?"

"Makan siang untuknya."

Eternally Yours | Chérie #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang