BAB 16

35 3 0
                                    


Sepulang dari makam, sang ibu meminta izin untuk kembali ke Hogwart hari ini. Hal yang diharapkan oleh seorang ibu agar mereka membaik dan akur dan mereka saling sayang-menyayangi satu sama lain seperti dulu. Setelah ibu pergi, Severus diam-diam ingin kekamar sang adik, Severus ingin mengetuk tapi rasa malu dan penyesalan yang membuatnya ragu. Beberapa sesaat ragu, tapi pada akhirnya dirinya mengetuk.

"Tok-Tok-Tok." Tidak ada suara apapun, apa dia sedang tidur? Tapikan ini sore, mana mungkin dia tidur.

"Tok-Tok-Tok, Isabella, kakak ingin bicara!"

Sudah 3 kali mengetuk, tetap nggak ada jawaban, antara nekat atau memaksa diri 'menggunakan mantra Alohomora' untuk membuka pintu, dibukalah pintu itu perlahan dan hanya melihat sebentar, penyesalan dirinya bertambah ketika melihat sang adik sedang nggak baik-baik saja. Infus, selang oksigen di hidungnya, dan wajah pucat sang adik membuat Severus menutup pintu dan berlari entah kemana. Dia pergi dengan berapprate. Kemana dia pergi, nggak ada yang tahu.

Seminggu setelahnya, Isabella terbangun dan 3 peri pun muncul tanpa di panggil, karena mereka tahu jika putri majikan akan segera bangun.

"Kami senang, Miss cantik sudah bangun," ketiga peri itu tersenyum.

"Terima kasih, apa ada kabar tertentu untukku?"

"Miss, Em..." Peri cantik satu-satunya mengoyang-goyangkan badannya, menunduk dan menyatukan jari.

"Ada apa, Alexia? nggak dan jangan ragu untuk tatap aku,"

"Mr. Severus, belum ada kabar Miss. Nggak tahu perginya kemana, nggak bilang-bilang,"

"Em...oke, terima kasih Alexia."

Tiba-tiba, Alvin dan Alden merasakan ada yang janggal di luar sana. Alvin dan Alexia tetap menjaga majikkannya dan Alden diam-diam menyelidiki hal tersebut. Beberapa menit kemudian, Alden kembali dengan raut wajah panik.

"Miss! Mr. Severus kembali, dia ada di halaman. Tapi, dalam keadaan mabuk. Apa yang harus saya lakukan?" Alden, sang peri mondar-mandir dengan gelisah. Hal tersebut membuat Alvin jengkel dan menyuruh Alden duduk diam manis di sofa yang tak jauh dari ranhang samg majikan dan pada akhirnya ada yang berbicara.

"Biar saya yang urus dan kalian kembalilah kekamar dan terima kasih informasinya,"

"Tapi, Miss belum sehat," Alexia berseru.

"Jangan kwatir cantik, saya akan baik-baik saja,"

"Baiklah, Miss." Alexia tersenyum.

ISABELLA.POV.

Peripun pergi dan aku ingin melihat kondisinya. Memang lebih parah dari yang dibicarakan oleh Alden. Aku inisiatif naik ke atap yang arahnya di halaman. Kakakku yang satu ini, memang bandel. Sebelum ada berita muncul lebih baik melakukan sekarang, diriku loncat dari atap menuju kebawah dengan harapan lebih baik mati dengan normal daripada terkena sihir dan aku nggak merasakan tanah yang keras dan tubuhku yang sakit, rupa-rupanya...

SEVERUS.POV.

Aku kembali kerumah dengan harapan, bahwa dengan cara ini, rasa bersalah seakan hilang. Ibu sang sibuk, adik yang sekarat karena ulahnya dan kehilangan sahabat dan cintanya, merasa nggak ada artinya untuk hidup di antara dua pilihan, mati dengan mantra sendiri atau mati dengan mantra kematian yang terlihat jelas nggak ada estetiknya, sekali ucap langsung metong, nggaak ada gaya atau semacam rasa sakit yang bearti.

Ketika sudah memilih, dan sudah siap. Mungkin Tuhan nggak mengizinkan, aku melihat adikku yang terlihat sekarat melompat dari atap. Tanpa ada intruksi dan aba-aba, aku langsung menangkapnya. Adikku nggak membuka matanya, sudah aku tepuk-tepuk wajanya, nggak ada respon, kuperiksa nadinya, juga nggak ada.

ISABELLA EILEEN SNAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang