Dion memanjat pagar belakang sekolahnya dengan cekatan. Jangan tanya mengapa dia melakukan hal itu karena jawabannya sudah pasti, dia terlambat lagi.
Suasana sekitarnya sepi, ia pastikan dalam hati bahwa hanya ada dirinya seorang di lokasi ini. Tanpa berlama-lama lagi, ia langsung membawa kedua tungkai-nya ke tujuan. Namun, sepertinya ia salah tentang opini-nya tadi bahwa hanya dirinya seorang disini karena nyatanya baru beberapa langkah ia sudah bertemu dengan makhluk hidup lain. Dan yang satu ini adalah yang paling ia benci.
Sambil melipat kedua tangan di depan dada, seorang gadis dengan pupil hitam legam itu menatapnya dingin lalu berkata, "terlambat 5 menit, ikut gue."
Gadis yang Dion diketahui bernama Silvia itu langsung berbalik dan meninggalkan Dion. Tak punya pilihan lain lagi akhirnya laki-laki itu mengikuti si gadis yang rupanya berjalan menuju tengah lapangan.
Oke, tidak usah beritahu lagi. Dion sudah tahu apa hukumannya dan ia sama sekali tidak berniat memberontak atau pun protes karena pada kenyataannya dia sendirilah yang membuat dirinya berada di situasi ini.
Silvia berbalik menghadap Dion. Dengan wajah yang dibuat setegas mungkin ia hendak membuka mulut untuk menjelaskan hukuman apa yang hendak Dion laksanakan tapi, Dion langsung menyela.
"Berapa lama?" Tanyanya dengan guratan wajah tanpa emosi.
Dengan nada malas Silvia membalas, "1 jam, dimulai dari sekarang."
Dion langsung melakukan sesuai yang diperintahkan. Tas ransel yang sedari tadi ditenteng pada bahu kirinya ia jatuhkan ke permukaan lapangan lalu menghadap sebuah tiang kokoh di depannya dengan pose hormat.
Melihat Dion yang begitu patuh membuat Silvia mengulas senyum tipis. Cukup senang karena anak itu tak banyak bicara dan langsung melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Silvia jadi tidak perlu repot-repot memberi komando lagi.
Gadis itu buru-buru meninggalkan lapangan. 5 menit lagi pembelajaran akan dimulai. Ia tidak mau sampai telat masuk kelas.
Diam-diam dari lantai 2 bangunan itu, seorang siswa memperhatikan dengan seksama apa yang terjadi di lapangan. Ia tidak mengalihkan pandangannya dari siluet pemuda yang tengah melaksanakan kewajibannya di tengah lapangan itu.
Meski wajahnya tampak tenang namun, sorot yang ia pancarkan dari kedua manik kembar miliknya sangat kontras. Begitu pula perasaannya.
"Kapan lo mau berubah kak?"
{♡♡♡}
Setelah menjalankan hukuman, Dion langsung buru-buru menuju kelasnya. Sejujurnya Dion sudah sangat lemas dan dia tidak ada rasa semangat sama sekali. apalagi di kelasnya sekarang sedang jam pelajaran Kimia. Sudah begitu gurunya juga menyebalkan.
Dion memasuki ruang kelas tanpa mengucap sepatah kata pun pada guru yang sedang mengajar di dalam. Pak Johan sebagai guru yang sedang mengajar pun tentu marah besar.
"DION MAHARDHIKA!!" Teriak pak Johan marah.
"APA?!"
Seluruh penghuni kelas tersentak kaget. Dilihat dari wajah Dion yang sudah kusut begitu teman-teman sekelasnya langsung tahu kalau ia sedang bad mood sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVIA || On Going
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Silvia Priscilla tidak pernah menyangka bahwa dalam hidupnya dia akan terikat oleh hubungan asmara dengan Dion dan Dirga. Kisah cinta ini semakin rumit dengan disertainya sebuah kenyataan bahwa Dion dan Dirga ada...