[Happy reading!!]
•
•
•Silvia masuk apart dengan wajah sebal. Kalau dia lihat kakaknya nanti, akan dia cekik hingga mampus saja. Lagian punya hp mahal-mahal tapi seperti tidak ada gunanya sekali. Dari sekian banyak orang yang ia hubungi tadi, Rafa adalah satu-satunya orang yang paling banyak Silvia hubungi. Mungkin belasan.
Sampai di dalam, suasana terasa sepi. Apa semuanya sedang keluar? Tapi Silvia bodo amat. Dia malah melangkah menuju kamarnya. Sesampainya di kamar ia langsung merebahkan diri di atas kasur empuk yang amat ia rindukan itu.
Beberapa menit kemudian ia bangun lalu men-charger hpnya yang sudah mati total sebelum keluar dari rooftop. Silvia memang suka sekali main hp hingga baterainya habis total. Biasanya ia hanya menyisakan kurang dari 10% sebelum pulang. Jadi pas dalam perjalanan pulang baterai-nya sudah benar-benar habis.
Ia ingin membersihkan diri dulu sebelum makan tapi sebelum itu ia nyalakan lagi hpnya. Silvia berdecak saat melihat ada pesan dari bundanya dan panggilan tak terjawab dari sang kakak. Bodo amat, pokoknya dia marah dengan Rafa. Awas saja kalau pemuda itu ajak dia bicara.
Silvia lebih memilih untuk membuk ruang percakapannya dengan sang bunda. Sepertinya pesan ini dikirim saat Silvia masih dalam perjalanan pulang.
Bundanya mengirim pesan singkat yang mengatakan kalau mereka buru-buru kembali ke rumah karena ada urusan mendadak. Silvia tidak masalah dengan itu, dia paham orang tuanya itu sibuk sekali apalagi ayahnya itu punya jadwal yang padat karena ia seorang dokter. Sangat jarang beliau bisa mendapat cuti. Tapi meski begitu mereka masih menyempatkan diri untuk datang kemari melihat keadaan anak-anaknya.
Dia mematikan hpnya lagi kemudian berlalu pergi membersihkan diri dan tidur. Suasana sepi begini memang paling enak kalau dia tidur.
{♡♡♡}
Disisi lain, Dirga sudah berpakaian rapi dan menenteng tas miliknya. Tadi siang sepulang sekolah, dia, Adnan dan Satya sudah janjian akan kerja tugas di rumah Adnan karena ini tugas kelompok. Bagusnya lagi sang guru meminta mereka memilih sendiri anggota kelompok.
Sebelum itu Dirga menemui sang penjaga rumah dan menyampaikan kalau orang tuanya mencari bilang saja dia sedang pergi kerja tugas. Pak penjaga hanya membalas singkat. Barulah Dirga pergi mengambil mobilnya.
"Mau kemana lo?" Tanya Dion yang baru saja tiba dan melepas helm-nya.
"Kerja tugas di rumahnya Adnan."
"Oh, jangan pulang malam-malam..." balas Dion yanh langsung diangguki oleh Dirga.
"...nanti papa sama mama khawatir anak kesayangannya kenapa-napa." Sambungnya sambil tersenyum miring lalu masuk kedalam rumah tanpa mempedulikan Dirga yang kini seluruh tubuhnya membeku.
Entah kalimat macam apa itu tadi, Dirga hanya bisa terdiam namun tidak dia dipungkiri kalau dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia menghela napas lalu memasuki mobilnya. Oke, abaikan hal itu. Dia harus cepat-cepat pergi sebelum Satya mengamuk.
{♡♡♡}
"Kenapa lo gak angkat panggilan gue?"
"Gue juga mau tanya hal yang sama."
Rafa menghela napas. Silvia duduk di sofa sambil melipat kedua lengan di depan dadanya sembari menatap tajam kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVIA || On Going
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Silvia Priscilla tidak pernah menyangka bahwa dalam hidupnya dia akan terikat oleh hubungan asmara dengan Dion dan Dirga. Kisah cinta ini semakin rumit dengan disertainya sebuah kenyataan bahwa Dion dan Dirga ada...