7. NOMOR HP🦋

107 45 33
                                    

Sejak kejadian di UKS waktu itu, Silvia jadi jarang bertemu dengan Dirga. Kemana pun gadis itu pergi pasti selalu memperhatikan sekitarnya, takut kalau nanti ketemu sama cowok itu.

Silvia terlalu malu untuk ketemu cowok itu lagi. Dia sering merutuki dirinya sendiri, mungkin karena jantungnya yang terlalu berdebar saat itu makanya Dirga langsung menyadarinya.

Sedangkan Dirga, malah kebingungan dengan tingkah gadis bersurai hitam tersebut. Dirinya pun selalu dibuat bertanya-tanya apakah dia membuat kesalahan atau apa makanya gadis itu menjauhinya.

Saat ini Silvia berada di lapangan karena kelasnya sedang dalam jam pelajaran olahraga. Tadinya dia sangat bersemangat karena sudah lama sekali  kelas mereka tidak di lapangan, selama ini sang guru hanya selalu memberikan materi di dalam kelas saja.

Tapi itu tadi. Sekarang rasa semangatnya sudah hilang entah kemana. Kini berganti dengan rasa jengkel. Mau tahu alasannya?

Beberapa menit yang lalu Pak Novan--guru olahraga, menggabungkan kelas Silvia dengan kelas 12 IPA 5, karena Pak Ferdi yang harusnya mengajar mereka sedang dalam keadaan sakit. Lebih parah lagi itu adalah kelasnya si cowok berandal bernama lengkap Dion Arsel Mahardhika.

Yang lebih bikin dia kesal adalah kenapa cowok itu harus baris di sampingnya. Saat ini Pak Novan sedang mengabsen para murid kelas 12 IPA 5 setelah mengabsen kelas 12 IPA 2, kelasnya Silvia.

"Dion Mahardhika!"

"HADIR PAK!!"

"Nggak usah teriak, saya gak budeg." Balas Pak Novan pedas.

"Maaf Pak!"

Jelas-jelas tadi Dion sengaja berteriak, berniat mengganggu gadis di sebelahnya yang kelihatan makin jengkel.

Pak Novan kembali fokus mengabsen yang lainnya. Sedangkan Dion terlihat sedang memainkan rambut Silvia yang sudah dikuncir rapi. Silvia berusaha menahan emosinya karena kalau tidak bisa jadi masalah besar. Tapi semakin dibiarkan Dion malah semakin gencar mengganggunya.

Kesabaran Silvia benar-benar habis saat Dion menarik ikat rambutnya hingga seluruh rambutnya terurai bebas.

"Lo tuh maunya apa sih?!" Marah Silvia.

Semua yang ada di lapangan langsung melihat ke arah Silvia dan Dion. Bahkan Pak Novan juga ikut menoleh kearah mereka.

"Ada apa itu ribut-ribut?!"

Silvia menatap tajam Dion sebelum menjawab, "Dion gangguin saya dari tadi loh Pak! Nyebelin banget kek bocil epep depan warteg mang Juki!!"

Dion yang memang berniat cari masalah malah menyangkal, "nggak kok Pak! Dia-nya yang kepedean! Emang ada bukti?"

Silvia memutar kedua bola matanya malas. Nih cowok kayaknya memang berniat bikin Silvia naik darah.

Pak Novan berjalan mendekati kedua murid tersebut. "Kamu mau bukti?" Tanya beliau dengan nada dingin.

Beberapa anak langsung merinding saat mendengar suara Pak Novan, bahkan Silvia yang tadinya marah sekarang ikutan merinding. Beda dengan Dion yang kelihatan sangat santai bahkan dia menganggukkan kepala sebagai respon atas pertanyaan Pak Novan.

"Yang ditangan kamu itu ikat rambut Silvia kan?"

Dion langsung melihat tangannya sendiri. Sial, tadi saking kagetnya dengan amukan gadis itu dia jadi lupakan pasal ikat rambut ini yang harusnya dia sembunyikan.

"Lari keliling lapangan dua puluh kali, sekarang!"

"Lah." Dilihat dari raut wajahnya, cowok itu hendak protes pada sang guru.

DIVIA || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang