9. RUMAH🦋

108 41 28
                                    

Dion memasuki rumah sambil menenteng helm-nya. Ia berjalan melewati ruang tamu tanpa mempedulikan kedua orang tuanya yang  kini sedang duduk disana. Sang papa juga kelihatan tidak peduli dengan kehadirannya. Tapi berbeda dengan mamanya yang tersenyum saat melihat putra sulungnya itu masuk rumah.

"Dion, gimana sekolahnya?" Tanya mamanya dengan nada lembut.

Dion menghentikan langkahnya saat mendengar suara mamanya. Dia menghadap dan menjawab dengan nada dingin, "biasa aja."

"Jawab yang bener, Dion. Mama gak suka kamu jawabnya gitu." Tegurnya masih dengan nada lembut.

"Semuanya baik, ma."

"Beneran? Kamu gak buat masalah lagi kan?"

Dion menggeleng pelan. Ya, sebenarnya dia buat masalah sedikit, tapi dia sengaja tidak mengatakan hal itu. Nanti papanya malah ikut-ikutan buka suara dan dia tidak suka itu. Lebih tepatnya dia malas berdebat.

Kalau mamanya yang bicara Dion masih mendengarkan,  tapi kalau dengan papanya, Dion akan melakukan sebaliknya. Bahkan dia berani meninggikan suaranya di depan papanya ketika dia sudah bener-benar emosi.

"Aku mau ke atas dulu." Ucap Dion.

Mamanya tersenyum, "Iya, jangan lupa makan ya."

"Iya ma."

Sebelum berlalu, Dion sempat melirik papanya sebentar lalu memutar kedua matanya dengan malas saat tahu bahwa sang papa tetap kelihatan tidak peduli dengan kehadirannya. Bahkan berpura-pura seolah dia tidak ada sama sekali disana. Abaikan saja hal itu. Dia juga tidak berharap agar papanya menoleh padanya. Sekarang dia bukan lagi Dion yang dulu, yang selalu mengemis perhatian papanya. Dia segera menaiki tangga menuju kamarnya.

Setelah kepergian Dion, kini berganti Dirga-lah yang masuk. Kalau Dion masuk hanya dengan membawa helm-nya maka berbeda dengan Dirga yang justru menenteng tas di bahu kirinya beserta beberapa buku dalam dekapannya. Dia kelihatan rusuh sendiri dengan barang bawaannya.

Seperti biasa, pasti anak itu pergi pinjam buku di perpustakaan sebelum pulang. Kedua orang tuanya juga sudah hafal betul dengan kebiasan putra bungsu mereka itu.

"Kamu pinjam buku lagi?"  Tanya mamanya agak heran. Kali ini Dirga bawa lebih banyak buku dari biasanya. Tak langsung menjawab, Dirga justru berjalan mendekati kedua orang tuanya lalu menyalami mereka.

"Iya, soalnya kemarin aku gak masuk pelajaran terakhir." Jelasnya.

Dahi mamanya mengerut, "kenapa gak masuk?"

Dirga sempat bimbang untuk menjawab tapi akhirnya dia tetap mengatakannya, "aku masuk uks."

Sontak mamanya menatap kaget dirinya, sang papa yang tadinya sibuk main hp alias lagi balas chat dengan teman sekerjanya juga langsung menatap ke putra bungsunya.

"Kamu sakit? Kenapa gak bilang ?" Tanya papanya dengan nada khawatir namun tidak terlalu kentara.

"Gak parah kok pa, cuman pusing dikit trus udah dikasih obat juga sama Karin."

"Ya ampun, lain kali jaga kesehatan kamu dong. Mama gak mau kamu kenapa-napa. Kalo belajar juga diatur waktunya. Kadang kalo kamu udah belajar suka lupa waktu." Ujar mamanya mengingatkan.

"Maaf ma."

Wanita paruh baya itu mengulas senyum tipis lalu mengusap pelan rambut halus anaknya. "Yaudah. Masuk sana, istirahat. Jangan lupa makan, ingatin Dion juga. Dia tuh kalo tidur kek orang mati aja, susah dibangunin soalnya."

Dirga tertawa kecil atas penuturan ibunya yang masih sempat-sempatnya mengatai kakak-nya itu walau sejujurnya beliau sedang khawatir.

"Iya ma, nanti aku ingetin. Aku ke atas dulu."

DIVIA || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang