Sejak satu jam yang lalu ibu Silvia terus menggerutu perihal kakaknya yang tak kunjung pulang. Silvia berusaha meyakinkan kalau Rafa pasti akan pulang sebentar lagi. Tapi sampai saat ini pemuda itu belum menampakkan dirinya. Silvia juga kesal karena kakaknya belum pulang. Dia bahkan sudah menghubungi Rafa berulang kali tapi panggilannya tak terjawab sama sekali.
Akhirnya gadis itu memutuskan akan menghampiri langsung orangnya. Tentu saja tujuannya adalah markas geng yang dipimpin oleh kakaknya itu. Silvia pergi ke sana dengan mengendarai mobil sang ayah. Ya, selama ini Silvia bisa bawa mobil tapi ayahnya tak mengijinkan selama dia hanya tinggal dengan Rafa disini. Sekitar 20 menit berkendara, Silvia pun sampai di tujuannya.
Mood-nya yang buruk membuat aura cerah yang sering meliputi gadis itu hilang entah kemana. Ditambah dengan outfit serba hitamnya dan wajah datar membuatnya terlihat seperti orang lain. Ini bukan pertama kalinya Silvia datang ketempat ini, jadi dia sudah hafal seluk-beluknya. Setiap kali Silvia datang ke sini ia harus mengenakan pakaian serba hitam agar terlihat mirip dengan anggota-anggota geng kakak-nya.
Gadis berusia 17 tahun itu mengerutkan keningnya saat pemandangan tak mengenakkan menyambut mata. Beberapa anak ada yang sudah menyadari keberadaannya pun langsung terdiam. Beda lagi dengan dua orang pemuda yang berdiri tepat ditengah-tengah halaman luas itu dan saling melempar pukulan kearah satu sama lain. Dahinya turut mengerut kala melihat sosok seseorang yang tampak tak asing.
"Oh jadi ini urusan lo yang katanya penting itu?"
Kala kalimat itu mengudara pergerakan kedua pemuda tersebut langsung terhenti. Keduanya langsung menjauhkan diri masing-masing. Melihat wajah mereka yang penuh lebam membuat Silvia berdecih.
Silvia menatap pemuda yang tadi baku hantam dengan kakak-nya lalu menghela napas karena ternyata dia memang tidak salah lihat. Orang itu memang Dion.
"Ngapain ke sini?" Suara dingin Rafa atau disini dipanggil Theo, dilayangkan kepada adiknya.
"Ayah sama bunda datang, mereka pengen ketemu sama lo."
Silvia berujar dengan nada yang terdengar kasar dan dingin. Gadis ini seolah memiliki kepribadian ganda dalam dirinya. Tak ada yang menyadari bahwa dari tadi Dion sudah dibuat terheran-heran sejak Silvia datang dan sekarang makin heran karena kalimat yang baru saja gadis itu ucapkan.
"Mereka punya hubungan apa?"
"Udah selesai baku hantam-nya kan? Pulang sekarang." Beberapa anak ada yang langsung bergegas pergi dari sana seperti ketakutan.
Dion menatap heran mereka semua. Apa-apaan ini? Kenapa mereka langsung menurut begitu? Bahkan gadis yang dia ketahui adalah ketua OSIS di sekolahnya itu bukanlah pemimpin geng ini.
"Lo juga! Gak usah masang muka bingung gitu, pulang sana!" Hardik Silvia ke arah Dion.
Dion kelihatan hendak membalas perkataan Silvia namun langsung dipotong oleh gadis itu sendiri.
"Lagian lo ngapain disini, mau jadi sok jagoan hah?! Mending lo pulang belajar yang bener, tidur awal juga biar gak telat mulu. Capek juga gue ngehukum lo terus!"
Setelah berkata demikian, Silvia langsung pergi meninggalkan Dion yang masih tercengang sebab tak paham situasi. Rafa berdecak, ia menatap Dion sebentar dengan tatapan menusuknya lalu mengikuti langkah adiknya.
Kini tertinggal Dion seorang diri disana bersama dengan berbagai pertanyaan, ditemani angin malam yang mulai berhembus cukup kencang. Tak lama pemuda itu juga memutuskan pergi.
{♡♡♡}
Pagi ini Silvia putuskan bangun lebih awal. Ia berniat akan jogging pagi ini disekitar apartemen saja. Setelah bersiap dia langsung pergi. Semalam orang tuanya menceramahi habis Rafa hingga tengah malam. Silvia sendiri tidak peduli karena dia juga kesal. Inilah hal yang dia takutkan. Setiap kali kakak-nya bilang ada urusan pasti dia akan berakhir seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVIA || On Going
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Silvia Priscilla tidak pernah menyangka bahwa dalam hidupnya dia akan terikat oleh hubungan asmara dengan Dion dan Dirga. Kisah cinta ini semakin rumit dengan disertainya sebuah kenyataan bahwa Dion dan Dirga ada...