Dion menatap sekitarnya dengan seksama. Dia sangat-sangat yakin kalau mobil ini adalah mobil Dirga. Tapi manik-nya tidak mendapati sang pemilik mobil sama sekali. Akhirnya Dion menepis rasa penasarannya dan kembali melaju meninggalkan tempat itu.
Setelah kepergian Dion barulah sosok yang dicarinya alias Dirga baru keluar dari persembunyiannya.
"Untung sempet sembunyi tadi."
Sebenarnya tadi Dirga hampir saja benar-benar sampai di markas mereka. Jalan masuknya lumayan jauh juga makanya dia tidak bisa sampai dengan cepat. Ditengah perjalanan dia mendengar bunyi motor yang sepertinya mendekat. Untung saja ada tempat sembunyi kalau tidak dia sudah telak ketahuan.
"Tumben banget jam segini udah pulang. Biasanya kan kak Dion pulang jam satu atau jam dua pagi." Heran Dirga. Setahu-nya Dion selalu pulang tengah malam atau sudah dini hari, walau tidak setiap malam dia keluar.
"Udah lah, yang penting kak Dion gak kenapa-napa."
Menyadari kalau hari sudah semakin larut Dirga pun segera masuk ke dalam mobil dan pergi dari sana.
Keesokan harinya semua seperti biasa. Pekarangan sekolah mulai ramai karena para murid serta guru yang mulai berdatangan.
"Gue usahain bisa jemput kok." Ujar Rafa yakin pada sang adik.
"Janji?" Ujar Silvia dengan mata memicing, masih tidak percaya.
"Janji! Masuk sana, Ketos gak boleh telat."
Silvia mendengus dibuatnya. "Iya-iya tahu."
Setelah itu Rafa membawa motornya pergi dari sana. Silvia berjalan dengan riang ke kelasnya dengan wajah cerah. Sepanjang jalan dia menyapa semua penghuni sekolah ini mulai dari satpam, tukang kebun, para murid dan guru.
Saking sibuknya menyapa sana sini dia sampai tidak memperhatikan jalan dan berakhir menabrak orang. Silvia meringis sambil mengelus keningnya yang berbenturan langsung dengan pundak orang itu.
"Jalan tuh liat kedepan!" Bentak orang itu membuat Silvia merasa kesal dan langsung menatap nyalang padanya.
Silvia tadinya mau mengomel malah terdiam saat melihat oknum yang dia tabrak ini.
"Ini Dion apa Dirga?"
Silvia jadi sulit membedakan keduanya. Sosok yang berdiri di depannya itu pakai hoodie hitam yang menutupinya hingga kepala. Untuk saat ini satu-satunya cara dia membedakan Dion dan Dirga adalah rambut mereka. Tapi karena rambutnya tidak kelihatan dia jadi bingung sendiri.
"Woyy!" Serunya cowok itu. Masih tersirat kekesalan dalam intonasi bicaranya.
Sedetik kemudian Silvia langsung berdecih, sudah pasti orang di depannya adalah si berandal itu, Dion. Mana mungkin Dirga sarkas begini, Dirga kan soft boy. Silvia suka yang soft. Eh?
"Ya maaf gue gak liat. Btw tumben banget gak telat. Takut dihukum ya~" ujar Silvia sedikit jahil diakhir kata.
Dion memicingkan kedua matanya. Apa-apaan gadis ini, sepertinya suka sekali mencari masalah dengannya. Mana masih pagi lagi ....
"Bukan urusan lo. Minggir!"
Silvia menatap sinis padanya. "Padahal gue kangen banget."
"Hah?"
Silvia terkekeh geli dan menjawab, "gue kangen liat muka lo waktu dihukum. Sayang banget hari ini lo datang tepat waktu. Tapi baguslah dari pada telat terus, malu dong diliatin sama adek kelas hahaha!"
"Lo kalo sehari aja gak buat gue kesel bisa?" Tanya Dion dengan penuh emosi.
Silvia malah terlihat sangat santai, "gak bisa wlee,... yaudah gue mau ke kelas. Bye Dion Arsel Mahardhika." ujarnya sambil melambaikan tangan dan meninggalkan Dion yang masih diliputi emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVIA || On Going
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Silvia Priscilla tidak pernah menyangka bahwa dalam hidupnya dia akan terikat oleh hubungan asmara dengan Dion dan Dirga. Kisah cinta ini semakin rumit dengan disertainya sebuah kenyataan bahwa Dion dan Dirga ada...