8. JALAN-JALAN🦋

109 44 28
                                    

Kini Dirga dan Silvia berada di sebuah Cafe dengan nuansa gotik yang tentunya berhasil membuat para pelanggan merasa nyaman. Aroma kuat dari roti yang baru diangkat dari panggangan mendominasi isi Cafe. Tak lupa juga disusul dengan gelak tawa beberapa pelanggan yang menjadi back sound cafe ini. Atmosfer diantara keduanya agak canggung karena belum ada yang membuka pembicaraan dari tadi.

"Sil."

Panggilan dengan nada halus dan tersirat kehati-hatian itu membuat Silvia langsung menatap Dirga. Tiba-tiba dia merasa sangat gugup saat kedua pupil mata mereka saling bertemu. Silvia tidak dapat mengalihkan tatapannya pada objek lain, manik hitam milik pemuda berparas manis itu seolah mengunci pergerakannya.

"Iya?" Balas si gadis setelah lama terdiam.

"Gue ada salah ya?" Tanya Dirga hati-hati.

Silvia buru-buru menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, Dir. Kenapa ngomong kek gitu?"

Dirga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dilihat dari gelagatnya, Silvia mulai menduga-duga kalau pemuda itu juga sama gugupnya dengan dirinya. Sejenak dia lupa harus berkata apa lagi, dia tadinya bertanya begitu juga karena bingung.

"Y-ya gue ngerasa kalo lo kayak gak mau liat gue gitu. Jadi gue kira lo ngejauhin gue karena gue ada salah sama lo. Ternyata bukan karena itu hehe. Maaf kalo pertanyaan gue bikin lo gak nyaman."

Silvia terkekeh mendengar penuturan laki-laki di depannya yang terdengar sangat polos itu. Apa kepribadiannya memang seperti ini? Kalau boleh jujur Silvia sudah menahan gemas dengan tingkahnya. Seumur hidupnya belum pernah Silvia menemukan laki-laki seperti ini. Dirga itu unik, pikirnya.

"Jangan minta maaf terus, gue jadi gak enak. Harusnya gue yang minta maaf karna menghindar dari lo terus, padahal lo nggak salah apa-apa. Sorry for that, Dirga."

Dirga mengukir senyum teduh sebagai tanggapan awal. "Never mind. Oh ya, habis ini mau beli es krim?" Ajaknya tiba-tiba.

Silvia tampak berpikir sebentar lalu menjawab, "emang boleh ya?"

"Iya. Gausah takut-takut gitu, kek sama siapa aja."

"Oke deh."

Dirga dibuat tersenyum oleh tingkah gadis seumurannya itu. Benar-benar menggemaskan menurutnya. Mereja segera menghabiskan pesanan mereke. Keduanya langsung pergi setelah membayar.

Sesampainya di tujuan, mereka segera memasuki toko kecil dengan nuansa cerah itu. Tampaknya mereka cukup beruntung karena datang disaat kedai ini tidak terlalu ramai seperti biasanya jadi tidak perlu berdesak-desakan dengan orang lain.

"Pilih aja mana yang lo mau, gue traktir." Ujar Dirga saat Silvia memandang berbagai macam es krim yang dijual.

Dengan penuh semangat gadis itu memberi sebuah anggukan mantap. Walau cowok itu bilang dia yang mentraktir tapi tetap saja Silvia masih tahu diri jadi dia ambil secukupnya saja. Mungkin dua cup es krim sudah cukup.

Setelah selesai memilih es krim dan membayar mereka kembali ke mobil. Namun sebelum memasuki mobil Silvia menghentikan langkahnya. Hal itu sontak membuat Dirga juga berhenti dan menatap bingung ke arah gadis tersebut.

"Itu Dion kan?" Tanya Silvia sambil menunjuk ke salah satu arah. Dirga langsung menengok ke arah yang ditunjuk.

Dirga sedikit mengerutkan dahinya ketika sosok laki-laki yang tidak asing baginya ada di seberang jalan bersama seorang gadis. Silvia benar, itu Dion.

Tapi siapa gadis yang bersamanya itu. Dirga tahu, walaupun kembaran-nya itu seorang berandal, dia tidak pernah berniat sedikit pun untuk memacari seorang gadis. Dion itu lebih fokus dengan geng-nya, teman-temannya, dan juga balapan. Kalau dia pacaran yang ada pacarnya malah ditelantarkan.

DIVIA || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang