Selama waktu 1 minggu yang diberikan oleh kedua orang tua mereka sebagai kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain membuat Leo berinisiatif lebih dulu guna memulai semuanya. Meskipun awalnya ia juga sama terpaksanya, ia tetap berusaha mencoba dan berharap jika semua yang terjadi akan selalu menghasilkan yang terbaik. Tampaknya hal yang sama juga dilakukan oleh Clarissa, perempuan itu benar-benar pasrah dan meyakinkan diri sendiri untuk bisa menerima kenyataan itu.
"Sa?"
"Hmmm?"
"Kita keluar sebentar, dari tadi siang kamu belum makan."
Tanpa Clarissa sadari jika saat ini sudah menjelang sore hari, dan ia juga sudah melupakan waktu makannya karena memang perutnya tidak merasa lapar sampai saat ini. Mungkin karena terlalu asyik berbincang dengan Rani tadi mengenai banyak hal membuatnya lupa waktu.
"Om laper ya?"
"Memang kamu tidak?" tanya Leo balik.
"Ya udah tunggu dulu, aku mau ke kamar mandi sebentar."
Leo menganggukkan kepala dan menunggunya di kursi depan ruangan ICU tempat William berada yang sampai saat ini belum juga tersadar. Sejak kemarin Rani dan juga Bagas sama sekali tak meninggalkan rumah sakit karena putra bungsunya yang tak kunjung siuman itu. Mereka semua sangat mengkhawatirkan kondisinya, termasuk Leo yang merasa ada sesuatu yang kurang jika tak ada Liam yang hobi mengganggu kesehariannya. Namun sejak kemarin Leo sedikit terhibur lantaran Clarissa yang selalu ada di sisinya tanpa ia minta sama sekali untuk datang ke rumah sakit.
"Ayo, Om."
Leo tersadar dari lamunannya dan beranjak bangkit dari duduk mengikuti langkah kaki Clarissa yang sudah lebih mendahului.
"Makan di kantin rumah sakit aja gimana? Soalnya papa sama mama katanya mau otw ke sini."
"Boleh, saya terserah kamu."
Memilih untuk tidak keluar dari area rumah sakit, Clarissa langsung memesan makanan yang ia inginkan setibanya di kantin sana. Awalnya ia tak ingin memesan nasi, namun karena Leo yang melarang dan memaksanya untuk membeli nasi pun terpaksa ia lakukan.
"Tapi aku nggak laper banget, Om."
"Tetap saja kamu harus makan nasi, Sa. Jangan keras kepala, kamu punya maag," jawab Leo yang sudah tak bisa dibantah lagi.
Ia langsung membayar semua total pesanan yang mereka beli tanpa membiarkan Clarissa mengeluarkan uang sepeserpun, seperti biasanya. Mereka berdua juga memilih tempat duduk yang terletak paling ujung, karena Clarissa sendiri ingin kenyamanan dengan suasana hening. Selama mereka sibuk dengan makanannya, terkadang Leo mencuri pandang ke arah Clarissa yang sedang duduk di depannya. Pria itu benar-benar dibuat salah fokus bahkan untuk hal biasa saja setiap kali Clarissa ada di dekatnya.
"Leo?"
Akan tetapi di saat kedamaian itu berlangsung, tiba-tiba ada seorang wanita yang datang menghampiri karena merasa mengenali wajah Leo. Ia semakin mendekat dan sontak membuat sang empu terbelalak kaget karena melihat keberadaannya saat ini. Clarissa yang juga mendengar panggilan itu pun turut menoleh ke arah sumber suara dan sempat mengerutkan dahinya karena tak mengenali sosok itu.
"Hani?" gumam Leo sangat pelan.
"Dia siapa, Om?" tanya Clarissa bingung.
Namun Leo terdiam dan tak menjawab sedikit pun pertanyaan Clarissa. Justru ia tertunduk dan berusaha acuh tak acuh dengan menyibukkan diri melanjutkan makanannya tadi.
"Ternyata bener itu kamu?"
Wanita yang namanya disebut Hani oleh Leo tadi sudah berada tepat di sisi kiri Leo tanpa ada tampang sungkan. Bahkan ia melebarkan senyuman di wajahnya tak peduli bagaimana respon dari Leo nantinya. Tetapi senyuman itu juga seketika luntur saat melihat keberadaan Clarissa pula di sana. Untuk sejenak ia tidak ingin bertanya jauh mengenai Clarissa, karena fokus tujuannya saat ini adalah Leo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah
RomanceTerpaksa menikah sebab tuntutan orang tuanya hanya karena usianya yang sudah menginjak kepala 3 membuat Leo harus menanggungnya. Mau tidak mau ia akan tetap kalah jika sudah berhadapan dengan Bagas, ayah kandungnya sendiri. Leo harus segera mencari...