Leo langsung terdiam dan tak bisa berkata-kata lagi saat mendengar penuturan Clarissa barusan. Seperti terpojok kan di jalan buntu, ia kesulitan untuk mencari jalan keluar sekarang ini. Di saat perempuan itu pergi menuju kamarnya yang ada di lantai 2, Sania juga baru saja datang menghampirinya di ruang tamu. Beliau tak tahu sama sekali dengan permasalahan yang sedang terjadi di antara mereka berdua, terlebih lagi saat kepergian putrinya yang tanpa sepatah kata pun itu ketika beliau panggil.
"Clarissa kenapa, Nak? Kalian berantem?" tanya Sania bingung terhadap Leo.
Namun Leo hanya menggelengkan kepala dan tersenyum tipis untuk respon tak setuju dengan pertanyaan itu.
"Clarissa bilang dia sangat mengantuk, Tante. Jadi dia ingin pergi tidur," alasannya agar tak membuat konflik baru dan juga takut beliau tahu dengan permasalahan yang terjadi di antara mereka.
"Itu anak, udah dibilang jangan biarin kamu sendirian juga masih tetep aja nggak didengerin. Sekarang malah pergi tidur. Maaf ya kalau sikap Clarissa kadang suka bikin orang kesel."
"Tidak apa-apa,Tante. Saya maklumi kok. Kalau begitu saya izin pamit untuk pulang sekarang," ujar Leo kemudian seraya bangkit dari duduknya dan mencium punggung tangan Sania.
"Oh ya udah. Kamu hati-hati di jalan ya, titip salam untuk orang tua kamu."
"Baik, nanti akan saya sampaikan."
Karena berhubung Salman masih ada di dalam kamar, akhirnya Leo pun hanya menitipkan salam untuk beliau melalui Sania. Dalam perjalanan pulang Leo banyak tak fokus ketika menyetir lantaran kepikiran dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Clarissa tadi. Ternyata perempuan itu sudah tahu perihal kebiasaan buruknya yang belum bisa ia tinggalkan.
Padahal pria itu juga berniat akan memberitahukannya langsung nanti ketika sudah benar-benar siap dan sanggup meninggalkan semua dunia gemerlapnya. Namun sayang, Clarissa sudah lebih dulu tahu dan mungkin ia sudah mencap pembohong untuk dirinya. Padahal hanya tinggal beberapa langkah saja mereka bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya, namun persoalan ini malah menjadi salah satu faktor terhambatnya proses itu.
Sedangkan di dalam kamarnya Clarissa belum bisa meredakan emosional kesalnya karena Leo benar-benar tak ingin jujur dan mengakuinya hingga akhir. Bahkan perempuan itu sudah banyak mengode agar sang empu bisa berterus terang sebelum ia mengatakannya. Akan tetapi Leo tetap bertingkah bodoh seakan tak tahu hal apapun. Ia benar-benar benci pembohong, juga pria yang suka menyiksa dirinya dengan minuman sialan itu.
"Aku udah kehilangan Matthew dan aku gak mau itu terjadi untuk kedua kalinya."
***
Sudah banyak cara Leo lakukan untuk bisa menghubungi Clarissa sejak tadi pagi, namun hasilnya tetap nihil karena ia tak mendapatkan balasan apa pun. Padahal kemarin sudah ia peringatkan agar tidak mengabaikan pesan-pesan yang dikirimnya lagi. Namun ternyata ucapan itu tak dihiraukan olehnya.
"Iya, Ma. Sebentar lagi aku otw ke rumah sakit. Mau dibawain apa?" tanya Leo pada ibunya melalui saluran telepon.
"Tolong beli buah-buahan aja buat Liam, jangan banyak-banyak. Siapa tau adikmu nanti kepengen."
Tanpa dijelaskan, Leo sudah hapal buah apa yang disukai adiknya. Setelah usai menelepon, ia bersiap untuk pergi ke rumah sakit malam ini juga. Namun langkah itu terhenti seketika kala ponselnya bergetar. Semburatan senyumnya kembali terbit saat melihat dari siapakah pengirim pesan itu berasal.
Tentu saja, alasan ia tersenyum sendiri dengan lebar itu adalah Clarissa. Apalagi ia juga tahu jika Clarissa akan datang menjenguk William bersama ibunya karena tahu telah siuman dan kondisinya yang perlahan membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah
RomansaTerpaksa menikah sebab tuntutan orang tuanya hanya karena usianya yang sudah menginjak kepala 3 membuat Leo harus menanggungnya. Mau tidak mau ia akan tetap kalah jika sudah berhadapan dengan Bagas, ayah kandungnya sendiri. Leo harus segera mencari...