40. Menjelang hari-H

164 2 1
                                    

Setelah melewati serangkaian proses hukum yang berlaku, Hani dinyatakan bersalah. Dan ia mendapatkan sanksi berupa kurungan penjara sesuai kurun waktu yang sudah ditetapkan berdasarkan kesalahan yang diperbuat. Tentu saja Leo merasa puas dan juga lega karena perempuan itu mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya yang nyaris mencelakai Clarissa. Setidaknya dalam beberapa tahun ke depan hidupnya akan tenang karena tak ada lagi siapapun yang mengusik hidupnya dan juga Clarissa.

"Kenapa lo tega banget biarin dia di penjara sih, Kak?"

"Tega? Setelah perbuatan dia yang nyaris melukai Clarissa lo bilang gue tega? Harusnya gue yang tanya sama lo, kenapa lo selalu bela dia dari dulu, hah?"

"Gue gak belain dia. Gue cuman kasihan, dari dulu dia selalu-"

"Selalu apa? Selalu pengen dapet perhatian dari lo kan? Udah lah, gue muak denger alasan apapun dari lo. Jangan bahas dia lagi di depan gue, karena gue gak peduli."

William menghela napas berat. Leo memang susah sekali untuk memaafkan dirinya atas kesalahan di masa lalu. Padahal ia sudah meminta maaf dan mengakui jika tindakannya waktu itu adalah sebuah kesalahan.

"Harus dengan cara apalagi biar lo bisa maafin gue, Kak?"

"Jangan ganggu apalagi coba rebut semua milik gue. Termasuk Clarissa, inget diri sesuai dengan kapasitas lo itu."

Leo langsung melenggang pergi meninggalkan William seorang diri di ruang tengah. Dua kakak beradik itu memang memiliki hubungan persaudaraan yang rentan akan pertengkaran. Akan tetapi, mau semarah apapun Leo terhadap adiknya, ia tetap memberikan apa saja jika Liam membutuhkan sesuatu padanya.

"Susah banget gue ngeyakinin lo kalau gue gak pernah punya niatan buat ngerebut milik lo, Kak. Termasuk Hani dulu," monolog William yang selalu gagal meyakinkan Leo jika di masa lalu hanyalah kesalah pahaman yang memang tak disengaja.

***

Menjelang beberapa hari sebelum hari pernikahan, Clarissa masih disibukkan dengan pekerjaannya di perusahaan yang ia lamar waktu itu sebagai karyawan baru di sana. Meski sudah dititah orang tuanya agar bisa tidak bekerja lebih dulu sebelum selesai mengurus semua rencana pernikahan, ia menolak dan nekat untuk melanjutkan interview hingga akhirnya dinyatakan lulus.

Ini adalah usaha dan jerih payahnya sendiri, tentu saja Clarissa tak ingin menyia-nyiakan pekerjaan itu. Tak peduli mau sesanggup apapun ayahnya memberikan kehidupan layak, tetap tak membuat Clarissa senang saat bisa menghasilkan uang sendiri dari kerja keras yang ia lakukan. Dari semua kegigihan dan kemandiriannya itulah membuat nilai plus bagi Leo untuk meyakinkan diri jika tak pernah salah untuk mengagumi sosoknya.

"Udah nunggu lama ya?"

"Tidak, baru beberapa waktu lalu."

Clarissa langsung mengambil tempat duduk di depan Leo dengan menarik dan membuang napas panjangnya karena merasa sedikit lelah sudah terburu-buru datang ke sana sore ini setelah pulang dari kantor.

"Kamu sudah makan?"

"Belum. Tadi selesai kerjaan langsung ke sini," akunya.

"Kalau begitu kita makan dulu sekarang."

"Eh nanti aja. Udah terlanjur dateng ke sini, fitting baju dulu baru yang lainnya," tolak Clarissa.

Tentu saja ia menolak karena ia sudah terlanjur datang ke sana dan menunda makannya sejenak. Tadinya ia sengaja hanya mengisi perut dengan beberapa lembar roti saja sebab takut terlambat datang ke butik dan membuat Leo lama menunggu. Usahanya tak bisa disia-siakan setelah tergesa-gesa untuk tiba di sana. Alhasil Leo pun setuju dan mereka bergegas untuk mencoba beberapa item pilihan dress dan juga tuxedo yang sudah Clarissa pilih sebelumnya untuk dikenakan saat acara pernikahan mereka nanti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terpaksa NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang