Setelah bergelut dengan pikirannya sejak tadi, akhirnya Clarissa memberanikan diri lagi untuk datang ke ruangan Leo meski tahu hubungan di antara mereka semakin abu-abu dan tak jelas akan kemana arahnya. Untuk saat ini ia masih segan dan ingin membalas budi atas semua pengorbanan yang dilakukan pria itu akhir-akhir ini. Walau pun berulang kali ia menolak pernyataan dan juga ajakan menikah darinya, Clarissa tetap mencoba berdamai dengan keadaan dan berusaha keras untuk menerima semua kenyataan itu.
"Clarissa?"
Saat baru saja masuk ke dalam ruang inapnya, ia sudah disambut oleh banyak orang yang kebetulan sedang membesuk Leo di sana. Termasuk Kenan.
"Tante."
"Gimana kondisi kamu sekarang, Nak? Masih sakit?" tanya Rani khawatir dengan meneliti tubuh Clarissa dari atas rambut hingga ke ujung kakinya.
"Sekarang udah baik-baik aja kok, Tan. Maaf karena udah banyak ngerepotin."
Leo yang terbaring di atas ranjangnya itu merasa sangat lega saat tahu Clarissa sudah lebih baik sekarang, walau pun hanya dapat melihatnya saja. Ia tak yakin jika setelah ini hubungan mereka dapat dilanjutkan dengan saling lapang dada, mengingat jika perempuan itu selalu saja menolaknya.
"Mana ada ngerepotin, ayo duduk dulu."
Clarissa sempat menyapa pada Kenan dengan senyum tipisnya. Ia tak berniat mengatakan apapun dengannya untuk saat ini. Meski sedikit canggung dan gugup oleh tatapan mata Leo, Clarissa berusaha tenang saat baru saja duduk di kursi sebelah brankarnya.
"Kata mama tadi Om nolongin aku lagi ya? Maaf dan makasih, lagi lagi aku buat om sakit," katanya pelan yang ditujukan untuk Leo.
Sedangkan sang empunya masih terdiam beberapa detik dengan helaan napas lembutnya. Ia menatap ke arah Clarissa yang saat ini menunduk, entah karena enggan atau pun segan menatapnya balik.
"Hanya luka biasa, sebentar lagi juga sembuh," jawabnya kemudian.
Leo sengaja untuk tidak terlalu dominan dalam memberikan perhatian pada Clarissa, ia sendiri sudah memutuskan untuk bersikap sebaliknya seperti kemarin demi bisa menaklukkan hati Clarissa. Lagipula ia juga sudah paham jika gadis itu tak mudah untuk diluluhkan. Maka dari itu ia memutuskan untuk merubah strateginya.
"Lain kali dengarkan ucapan orang tuamu, kalau tahu punya sakit maag seharusnya jangan lalai dan selalu menunda waktu makan. Kamu sakit, mereka juga yang khawatir," lanjut Leo kemudian.
Clarissa tidak membantah, ia mengakui akan kesalahannya itu.
Di balik suasana yang tiba-tiba menjadi tegang, Rani pun mengajak Kenan untuk bisa pergi meninggalkan mereka di sana. Beliau sengaja untuk memberikan ruang di antara mereka agar bisa menyelesaikan masalah yang terjadi.
"Udah minum obat belum?" tanya sang puan berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Sudah."
"Mau makan nggak?"
"Saya kenyang."
"Atau butuh sesuatu?"
"Tidak."
Ia sedikit heran karena Leo kembali bersikap cuek kepadanya. Sikap ini membuat kepalanya pusing karena harus bersabar dan memahami situasi dan kondisinya. Namun lagi, ia harus teringat dengan titahan kedua orang tuanya tadi untuk bisa bersikap baik kepada Leo.
"Kalau gitu biar aku panggil tante Rani aja, mungkin om lebih butuh apa-apa sama beliau."
Saat baru bangkit dari duduknya, Leo sigap menahan tangan kiri Clarissa sebelum sang puan pergi.
"Tapi saya juga butuh kamu."
Mendengar pernyataan Leo barusan mengurungkan niat Clarissa untuk pergi. Ia kembali duduk di kursinya setelah melepaskan cekalan tangan Leo.
"Butuh apa? Bilang aja, biar aku bantu."
Saat ditanya demikian, Leo malah terdiam. Ia menggantungkan maksud yang belum dipahami baik oleh Clarissa saat ini.
"Tidak, saya hanya butuh teman mengobrol saja di sini," elaknya.
Alhasil Clarissa memutuskan tetap berada di sana dan menemani Leo berbincang yang sebenarnya tak tahu topik apa yang menyenangkan untuk dibahas.
"Soal Hani gimana sekarang?"
"Dia berhasil ditangkap oleh salah satu saudara saya kemarin. Dan sekarang Kenan juga sudah memproses semua tindakannya itu di kantor polisi. Tinggal menunggu waktu sidang atas tuntutan untuk dia."
"Dia bakal di penjara?"
"Memangnya kenapa? Bukankah kamu sudah tahu jawabannya?"
Clarissa berdecak dalam hati, padahal ia hanya bertanya dan Leo cukup menjawab iya atau pun tidak. Namun pria itu malah balik bertanya padanya.
"Tapi aku kasian."
"Kasihan setelah niat dan usaha dia untuk melukai kamu kemarin? Jangan terlalu polos, dia memang pantas mendapatkan ganjarannya."
"Iya aku tau, tapi aku bayangin gimana menakutkannya kalau harus ada di penjara."
"Hukuman harus tetap berlaku. Itu sudah menjadi risikonya. Saya tidak terima dengan niatnya untuk melukaimu kemarin. Bagaimana kalau saya telat sedikit saja menghalangi dia? Kamu yang jadi korbannya, Sa."
"Dia begitu juga karena aku, Om. Dia benci sama aku karena hubungan di antara kita-"
"Dan saya begini juga karena kamu. Kamu batasan saya, Clarissa. Jadi siapa saja yang berani menyentuh apalagi melewati batasan saya, maka harus siap dengan konsekuensinya," potong Leo membuat Clarissa langsung diam.
"Kalau kamu masih mau membela dia, maaf itu tidak akan membuat saya berubah pikiran untuk menuntutnya."
"Aku nggak belain dia. Aku cuman kasian sama dia."
"Memang kamu tidak kasihan dengan saya? Saya yang terluka, bukan dia."
Clarissa menarik napasnya dalam-dalam. Ia harus extra sabar dan tenang di saat menghadapi Leo seperti sekarang ini. Ia harus bisa mengontrol dirinya agar tidak sampai menimbulkan permasalahan baru karena pertengkaran yang bermula dari sebuah perdebatan saja.
"Iya iya. Aku nggak lagi kasian sama dia."
"Sudah seharusnya begitu."
Perempuan itu menjeda waktunya beberapa detik sebelum kembali berucap dengan maksud topik yang lain.
"Untuk acara kemarin, aku minta maaf. Maaf karena udah ngecewain dan malu-maluin om di depan banyak orang."
Meski niat minta maaf itu baru terpikirkan oleh Clarissa karena titahan ibunya, kali ini ia benar-benar tulus dan menyesal sebab telah menghancurkan semua rencana pria itu. Dan saat melihat respon Leo yang malah menganggukkan kepala seakan memaklumi hal tersebut membuat Clarissa jadi semakin merasa bersalah lebih jauh. Ia tak tahu sebesar apa usaha yang sudah dilakukan olehnya, namun ketika ia hancurkan semua itu dengan mudah malah membuatnya tak masalah seharusnya bukan hal yang wajar. Setidaknya ia marah ataupun merutuki dirinya.
"Mau kamu hancurkan dan leburkan semua usaha saya, saya tidak masalah. Karena yang terpenting saya akan tetap bertekat sampai bisa menembus dinding kokoh yang kamu bangun itu. Karena selama kamu tidak mengkhianati saya, saya tidak peduli dengan apapun."
Sepertinya Clarissa benar-benar harus 'buka mata' saat ini. Di balik konyolnya perjodohan di antara mereka beberapa waktu lalu, masih ada Leo yang tetap bersikeras mengejar cintanya walau sudah tertolak berulang kali. Ia tidak menjamin jika sifat kegigihan Leo ada pada pria lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah
Roman d'amourTerpaksa menikah sebab tuntutan orang tuanya hanya karena usianya yang sudah menginjak kepala 3 membuat Leo harus menanggungnya. Mau tidak mau ia akan tetap kalah jika sudah berhadapan dengan Bagas, ayah kandungnya sendiri. Leo harus segera mencari...