"Jadi gimana? Masih belum cocok juga?" tanya Kenan pada Leo ketika mereka sudah duduk bersama di ruang tengah.
Seperti yang sudah diduga oleh sang empu, Leo menggelengkan kepalanya dengan helaan napas panjang. Dari reaksi itu saja Kenan sudah bisa tahu akan maksudnya. Dan lagi-lagi ia turut merasakan pusing juga stress yang dialami oleh Leo saat ia tak mendapatkan solusinya, seperti sekarang ini.
"Terus sekarang lo maunya gimana? Mau gue cariin kandidat lagi?"
"Nggak usah. Lagian gue juga males kalau harus ketemu, ngobrol, dan ujung-ujungnya juga cuman buang-buang waktu gue," tolaknya mentah-mentah.
"Ya kalau gitu lo harus bisa cepetan cari sendiri dong. Daripada lo dijodohin, mending milih sendiri kalau gue mah."
"Tau lah, pusing gue."
Kenan memutar bola matanya malas karena Leo benar-benar tak ada usaha sama sekali. Padahal di sini yang terlibat masalah bukan dirinya, namun Kenan malah yang terus pusing dan memikirkan agar bisa segera menemukan jalan keluarnya. Sangat jauh berbeda dengan sang empu yang hanya bisa acuh tak acuh dan seakan memasrahkan keadaan.
"Kak, password wifinya dong. Lupa belum isi kuota."
Mendengar suara dari arah belakang membuat kedua pria itu sontak menoleh bersamaan. Clarissa datang menghampiri Kenan di ruang tengah dengan menyerahkan ponsel miliknya itu pada sang empu. Ia tampak acuh tak acuh dan sama sekali tak menjaga image atau citranya sedikitpun di hadapan Leo sebagai orang asing yang notabene baru dikenalnya.
"Hp doang mahal, kuota receh aja nggak punya," cibir Kenan yang memang kerap bercanda dengan adik sepupunya tersebut.
"Ck, cuman sekali doang lupa aja udah bawel banget. Tapi makasih ya," Clarissa pun langsung melenggang pergi begitu saja setelah Kenan memberitahukan kata sandi wifi di rumahnya meninggalkan mereka.
Namun Kenan tak mengindahkan karena justru ia salah fokus saat melihat Leo yang tampak mencuri-curi pandang terhadap Clarissa barusan. Tak biasanya ia mendapati Leo demikian, tentu hal ini membuatnya heran. Sepertinya sedikit menarik untuk dibahas.
"Biasa aja kali liatnya, kalau belum puas biar gue suruh dia duduk di sini nih? Mau nggak?"
Leo sontak menoleh cepat dengan menatap sinis ke arahnya. Meskipun merasa sedikit malu karena tertangkap basah oleh Kenan, Leo tetap bersikap biasa saja. Seolah memang tak ada yang salah.
"Ngomong apa sih lo?"
"Alah, kagak usah ngeles lagi deh lo. Gue liat roman-romannya ada yang curi pandang terus nih. Demen lo sama si Ica?"
Leo langsung menutup mulut Kenan cepat untuk membungkam mulut lemesnya itu agar bisa diam.
"Nggak usah ngaco lo. Nuduh sembarangan."
"Siapa yang nuduh sih? Orang gue cuman nanya, kalau emang suka ya ngaku aja kali bray," ucap Kenan yang sengaja tengil untuk menggodanya.
"Nggak."
"Yakin nih?"
"Ck, lo nyebelin dari dulu ternyata susah buat ilangnya ya?" Leo yang sudah tak tahan dengan godaan itu akhirnya mulai sebal.
"Santai aja kali. Orang gue bercanda doang. Syukur deh kalau emang lo nggak suka sama dia. Bocah tengil kayak Ica emang suka bikin orang darah tinggi."
"Nggak peduli gue," jawabnya singkat.
Kenan bukannya tak percaya dengan pernyataan yang diucapkan oleh sahabatnya itu. Hanya saja ia merasa sedikit curiga terhadapnya karena melihat dari tatapan mata yang menyiratkan. Tampaknya ia memang perlu melakukan percobaan untuk membuktikannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah
Roman d'amourTerpaksa menikah sebab tuntutan orang tuanya hanya karena usianya yang sudah menginjak kepala 3 membuat Leo harus menanggungnya. Mau tidak mau ia akan tetap kalah jika sudah berhadapan dengan Bagas, ayah kandungnya sendiri. Leo harus segera mencari...