31. Tragedi

115 3 0
                                    

Seperti dihantam bebatuan besar dari ketinggian, Leo merasa sakit luar biasa dan hatinya mencelos mendengar pernyataan itu. Apalagi Clarissa yang menyebut namanya dengan lantang tanpa embel-embel 'Om' seperti biasanya. Bahkan dari sorotan matanya ia tahu jika Clarissa ingin marah saat ini.

"Jadi aku sengaja dibohongi daritadi karena uuntuk ini? Dan sekarang? Tiba-tiba ngumpulin banyak orang tanpa sepengetahuanku buat acara ini?" tanya Clarissa beruntun.

Tentunya Leo merasa sungkan dan juga malu kepada semua orang yang saat ini menyaksikan mereka berdua dalam kondisi yang tak baik ini. Suasana yang seharusnya menjadi kebahagiaan dan dipenuhi keharuan atas lamaran yang terjadi, namun kini malah sebaliknya. Semua orang mendadak terdiam dan kompak saling melunturkan senyuman lebar di wajahnya masing-masing. Termasuk kedua orang tua Clarissa sendiri yang begitu sangat kecewa mengetahui putrinya bersikap demikian di depan banyak keluarga.

"Maaf jika kamu merasa dibohongi, tapi sebenarnya ini semua saya lakukan untuk kamu. Dan saya ingin-"

"Tapi aku nggak minta ini semua, dan harus berapa kali lagi aku tegasin kalau hubungan kita hanya sebatas perjodohan semata. Cukup keluarga inti kita yang tahu, tanpa perlu mengundang semua orang di sini!" potong Clarissa tanpa mempedulikan hal apapun lagi.

Ia sudah sangat muak karena terus dilibatkan oleh Leo atas perasaannya itu. Padahal ia selalu mengatakan jika tak akan mungkin secepat itu ia bisa jatuh hati apalagi melalui perantara perjodohan seperti itu. Justru yang ada malah sebaliknya. Dan Leo malah membuatnya semakin ilfeel karena usahanya yang selalu memaksa kehendaknya.

Terpaksa Leo bangkit dari berlututnya dan menutup kembali kotak beludru itu dengan perasaan kecewa luar biasa. Namun ia berusaha untuk menutupi semua itu dengan senyuman getir yang tentu ssaja hanya sebuah kepalsuan semata. Walaupun Clarissa terus menolaknya secara terang-terangan, maka ia harus lebih giat lagi untuk bisa mendapatkan hatinya meski harus jatuh bangun ke sekian kalinya.

"Baiklah, mungkin saat ini memang belum waktu yang tepat untuk kamu bisa menerima lamaran saya. Dan saya harap secepatnya kamu bisa berubah pikiran setelah mempertimbangkannya lagi."

Clarissa sampai dibuat geleng-geleng kepala dengan kekeras kepalaannya. Ia sengaja untuk membuatnya malu dengan menolak lamaran itu di depan semua orang agar Leo bisa berhenti bersikap bodoh. Mungkin ia akan setuju dengan perjodohan ini, namun ia tak bisa jika terus-terusan dipaksa agar bisa menerima perasaannya yang sulit untuk ia balas. Karena sejatinya Clarissa melakukan ini juga demi orang tuanya, bukan karena hal lain.

Kenan yang berada di balik layar juga turut merasakan sakitnya menjadi Leo. Meskipun bukan dirinya yang menjadi korban, tapi ia juga ikut mengusahakan semua rencana ini agar bisa berhasil. Tentunya ia juga merasa gagal dan kecewa karena Clarissa yang menolaknya secara mentah-mentah.

"Aku setuju untuk nerima perjodohan ini demi orang tuaku, jadi jangan pernah berharap apapun lagi selain hanya status di atas kertas."

Selama 30 tahun ia hidup, baru kali ini Leo ditolak dengan terang-terangan dan juga berulang kali. Seakan usaha dan juga kesungguhannya itu tak ada harganya sedikit pun. Apalagi dengan perempuan yang sama sekali tak pernah menyukainya. Di saat banyak perempuan yang ingin mendekati, Leo malah menaruh perhatian terhadap Clarissa yang sama sekali enggan untuk memberikan kesempatan untuknya.

"Clarissa, kenapa kamu harus seperti ini? Bukannya kamu udah setuju jika harus menikah dengan Leo?"

Sang empu menoleh ke arah sumber suara yang ternyata berasal dari Salman, ayahnya sendiri. Beliau benar-benar kecewa dan marah karena putri semata wayangnya itu bertindak bodoh  tanpa memikirkan lagi terlebih dahulu.

"Aku setuju untuk menikah dengan dia, tapi enggak untuk nerima perasaannya Pa."

Bantahan Clarissa semakin mengiris perasaan Leo lebih dalam lagi. Sulit sekali untuk dijelaskan bagaimana sakitnya saat ini.

Terpaksa NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang