Setelah pulang dari rumah Fira beberapa waktu lalu, Clarissa jadi banyak pikiran karena sebuah fakta yang sulit ia terima. Meskipun Leo bukan seperti prasangka duganya yang senang berganti pasangan, ia tetap tak senang dan kecewa berat setelah tahu pria itu memiliki kebiasaan yang buruk.
"Ca? Kenapa kamu ngelamun aja sejak pulang dari rumah Fira? Ada apa?"
Sania mengambil duduk di sofa ruang tengah, sebelah kanan putri semata wayangnya itu dengan membawa teh hangat miliknya di tangan.
"Nggak apa-apa kok, Ma. Lagi capek aja, aku mau ke kamar dulu kalau gitu."
"Oh ya, tadi Leo hubungin mama. Dia nyariin kamu dan tanya kenapa kamu nggak balas pesan sama sekali dari tadi pagi?"
Clarissa terus berjalan tak berniat untuk menghentikan langkah kakinya apalagi berbalik arah pada ibunya lagi.
"Kelupaan nggak lihat HP, Ma."
Hanya itu jawaban yang dilontarkan oleh Clarissa sebelum makin menjauh dari ruang tengah.
"Baik-baik sama dia, jangan dicuekin ya, Caa!"
***
Karena khawatir Clarissa yang tak membalas pesannya sama sekali sejak tadi pagi membuat Leo berinisiatif untuk datang melihat kondisinya di rumahnya. Sebenarnya bukan sejak tadi pagi saja, melainkan sejak tadi malam ia sudah merasakan perbedaan dari sosok Clarissa yang ia tahu. Dan tanpa persetujuannya, ia datang ke sana sekaligus untuk bersilaturahmi dengan orang tua perempuan itu yang tak lama juga akan menjadi mertuanya.
"Sebentar ya, Nak. Clarissa masih dipanggilin mamanya, kamu minum dulu aja."
"Terima kasih, Om. Maaf karena sudah datang tiba-tiba malam ini."
"Ah enggak apa-apa lah. Bahkan kamu juga boleh datang kapan aja ke sini. Sebentar lagi kita juga akan jadi keluarga."
Leo menarik senyumnya tipis mendengar pernyataan Salman barusan. Antara segan dan juga malu, ia dapat menggambarkan perasaan itu.
Sedangkan di dalam kamar saat ini, Clarissa mendesah kasar karena tak mengira jika Leo akan datang ke rumahnya malam ini.
"Ayo buruan turun, Ca. Leo udah nungguin kamu di bawah sekarang."
"Dia ngapain ke sini sih, Ma? Aku nggak nyuruh dia dateng sama sekali kok."
"Tapi dia ke sini nyariin kamu, Ca. Buru ah, jangan buat orang nunggu lama-lama."
Sania sudah memaksa Clarissa untuk segera bersiap dan turun ke ruang tamu menemui Leo yang sudah menunggunya di sana.
"Iya iya, aku turun sebentar lagi."
Akhirnya Clarissa tak dapat mengelak dan terpaksa turun seperti titahan ibunya barusan. Tanpa berniat ganti baju ataupun touch up wajahnya lebih dulu sebelum menemui Leo, Clarissa justru berjalan santai keluar kamar dan tak memedulikan penampilannya sama sekali.
Derap langkah kakinya terdengar saat menuruni anak tangga membuat dua pria berbeda generasi yang terduduk di sofa ruang tamu tak jauh dari tangga itu menoleh ke arahnya. Leo sedikit menghela lega karena tahu betul dengan kedua matanya sendiri jika perempuan itu baik-baik saja. Meskipun hanya dengan pyjamas mininya karena serba pendek dan rambut tergerai yang sedikit berantakan tak membuat Leo berkesan buruk tentangnya. Justru tampilannya yang apa adanya itu membuat kedua sudut bibirnya tertahan ingin terangkat.
"Kamu kenapa lama banget? Leo udah nunggu dari tadi."
"Habis berak, Pa," jawabnya asal dengan beralasan yang sebenarnya tak ia lakukan itu.
"Astaga, itu kata-katanya kenapa lemes banget di depan orang?" timpal Sania yang baru saja datang dari arah dapur dengan membawakan beberapa toples kaca di atas nampannya yang berisikan kue kering untuk Leo.
"Emang bener lagi berak sebelum mama dateng ke kamarku kok."
"Udah udah kenapa malah diterusin. Sini duduk," titah Salman pada putrinya yang masih berdiri di tempat semula.
"Jangan sungkan sungkan dimakan ya, Nak. Ini semua tante sendiri yang bikin. Kalian ngobrol berdua dulu aja."
Sania mencoba menarik lengan suaminya untuk memberikan kode agar beliau juga segera pergi meninggalkan mereka berdua di ruang ttamu agar bisa berbicara dengan leluasa.
"Oh iya iya, kalian ngobrol santai dulu aja, kami tinggal ke dalam dulu siapkan makan malam sekalian," imbuh Salman kemudian yang membuat Clarissa berdecak pelan melihat kepergian orang tuanya dari sana.
"Silakan, Om, Tante."
"Ada apa tiba-tiba dateng ke sini?" tanya Clarissa to the point setelah hanya ada mereka berdua saja di ruang tamu.
"Saya hanya ingin melihat kondisi kamu. Dari tadi pagi kamu tidak ada kabar dan belum membalas pesan saya sama sekali."
"Aku lagi repot, nggak sempet main HP," alibi Clarissa lagi dan lagi.
"Iya tidak masalah. Maaf jika saya sudah mengganggu waktu kamu malam ini."
"Itu tau."
Melihat dari jawaban dan respon yang diberikan oleh Clarissa ini membuat Leo semakin yakin jika ada yang berbeda dari Clarissa biasanya. Meskipun perempuan itu sering mengabaikan dirinya, namun kali ini terlalu kentara ditambah lagi dengan raut wajah juteknya itu.
"Kamu ada masalah?"
"Nggak."
"Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita-"
"Ck, tumben banget sih jadi bawel begini? Om salah makan ya?" potong Clarissa cepat.
"Justru saya yang harus tanya itu sama kamu. Tumben sikap kamu begini dengan saya? Padahal kemarin lusa kamu masih baik-baik aja sama saya. Saya ada salah apa sama kamu?" tanya Leo balik membuat sang puan mendengkus napas berat dan menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa.
"Nggak ada."
"Terus kenapa kamu jutekin saya? Lagi red day?"
Entah karena tak biasa ataupun baru mengetahui jika sifat Leo lebih bawel dan menyebalkan dari yang ia tahu sebelumnya. Bahkan pria itu juga banyak sekali memutar balikkan pertanyaan saat ia melayangkan pertanyaan padanya lebih dulu.
"Baiklah, jika memang kamu tidak ingin menjelaskan yang sebenarnya. Saya tidak akan memaksa kamu."
"Om nggak ngerasa nutupin sesuatu dari aku?"
Pertanyaan yang berbeda dari topik sebelumnya membuat Leo terdiam karena sedang berpikir.
"Sesuatu apa? Saya tidak menutupi apa pun darimu."
"Yakin? Nggak mau cerita apa-apa sama aku? Katanya 1 minggu awal kita lagi di masa saling mengenal satu sama lain."
"Cerita apa, Clarissa? Saya tidak mengerti dengan maksudmu. Kamu ingin bertanya apa dengan saya?"
Sang puan sengaja untuk tidak mengutarakan maksudnya dengan gamblang karena ingin membuat Leo jujur dan menceritakan tentang dirinya tanpa diminta. Namun ternyata pria itu tak mengerti dan malah bertanya balik padanya.
"Ck, ya udahlah lupain."
"Tidak bisa. Kamu belum mengatakan apa maksud dari pertanyaanmu barusan."
"Nggak, nggak ada maksud apa-apa," bantahnya yang tetap bersikeras.
"Kenapa kamu hobi sekali buat saya kepikiran?"
"Siapa suruh jadi kepikiran? Udahlah, Om. Lebih baik Om pulang aja sekarang. Aku capek, males debat."
"Kalau memang ada yang ditanyakan, katakan langsung pada saya. Jangan bersikap acuh tak acuh seperti ini."
"Sebenarnya apa yang sudah mengganggu pikiranmu sekarang?" lanjut Leo tanpa menghiraukan usiran Clarissa tadinya.
"Ataukah karena ucapan Hani kemarin lusa?"
Clarissa langsung menatap ke arah Leo saat ia berkata demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah
RomanceTerpaksa menikah sebab tuntutan orang tuanya hanya karena usianya yang sudah menginjak kepala 3 membuat Leo harus menanggungnya. Mau tidak mau ia akan tetap kalah jika sudah berhadapan dengan Bagas, ayah kandungnya sendiri. Leo harus segera mencari...