Di hari keempat setelah tragedi kecelakaan tunggal yang dialami oleh William sampai membuatnya cedera parah dan tak sadarkan diri itu akhirnya ia siuman sejak beberapa jam lalu. Beberapa anggota keluarga dari pihak Bagas pun juga turut datang menjenguk meskipun tak dapat langsung melihat kondisinya sekarang. Termasuk Leo yang sejak kemarin absen datang karena kejadian di kantin saat bertemu dengan Hani yang membuatnya tak datang sementara waktu.
Meskipun tak banyak keluarga lain yang datang, namun untuk ukuran penjenguk pasien ICU sudah termasuk over limit. Kedua orang tuanya juga sudah mengatakan jika tak perlu repot datang ke rumah sakit sebelum bisa dipindahkan ke ruang rawat terlebih dahulu, namun William ternyata adalah anak emas dari keluarga pihak Bagas. Sebab ia menjadi cucu ataupun sepupu yang paling akhir alias primadona perhatian semua orang di keluarganya.
"Clarissa nggak datang lagi hari ini, Nak?"
"Nggak Ma. Lagi pula aku juga larang dia datang kalau urusannya sendiri masih repot."
"Oh ya udah, kamu kemarin sibuk banget ya sampe nggak sempet mampir ke rumah sakit sebentar?"
Leo tersenyum tipis dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu. Sangat tak mungkin baginya untuk menceritakan alasan pasti dari ketidak hadirannya kemarin karena apa. Karena jika orang tuanya tahu, terutama Bagas malah bisa bertambah panjang urusan sebab Hani sudah sangat merugikannya dulu. Baik dari segi materi maupun kewarasan jiwanya. Ia hanya ingin hidup tenang dan mulai fokus dengan kenyataan saat ini bersama Clarissa.
"Kemarin ada meeting sama crosscheck di kantor, Ma. Sedikit lembur dan kecapekan banget, jadi langsung pulang tidur. Nggak sempet mampir ke sini sebentar."
"Tapi nggak lupa sama jam makannya kan?"
Pria itu menggeleng dan menarik kedua sudut bibirnya lebar untuk meyakinkan ibunya.
"Ya udah, semoga aja Liam juga segera membaik biar bisa cepet pulang. Dan kita bisa lanjut urus lamaran dan tanggal pernikahan kamu sama Clarissa nanti."
"Secepet itu, Ma?"
"Emang kamu mau seberapa lama lagi?"
"Kami baru kenal, Ma. Dan Om Salman bilang juga masih ada waktu 1 minggu untuk kami saling kenal satu sama lain lebih dekat dulu. Ini aja belum seminggu, Ma. Kami juga belum yakin pasti."
"Belum yakin pasti maksud kamu gimana? Belum yakin untuk nikah? Kan waktu itu kalian setuju untuk dijodohkan, Leo. Kenapa sekarang berubah pikiran lagi?"
"Bukan, bukan begitu maksudku."
"Jadi apa maksudmu?"
Pria itu sampai kebingungan harus menjawabnya dengan kalimat seperti apa karena takut salah bertutur.
"Maksudnya-belum yakin pasti buat saling kenal lebih jauhnya sampe mana," alibinya yang jauh sebenarnya ia lebih takut jika Clarissa lah yang tak dapat menerima dirinya. Mengingat jika semua tentang Leo di masa lalu bahkan saat ini masih banyak buruknya. Terutama perihal kebiasaan mabuknya itu.
"Oh itu kan juga pasti akan lebih tahu kalau kalian udah nikah nanti. Mangkanya cepetan nikah, niat baik itu harus disegerakan."
"Sabar, Ma."
Sepertinya lebih baik Leo harus segera berbicara dengan Clarissa lagi mengenai hal ini. Selain tuntutan dari orang tua mereka yang terus mendesak agar bisa segera sah, Leo juga ingin memastikan lagi bahwa perempuan itu benar-benar bersedia melakukan pernikahan dengannya di masa depan.
Tak jauh dari tempat Leo beserta ibunya itu berada, seorang wanita yang sedang berdiri di belakang posisi mereka itu ternyata sudah menyimak pembicaraan ibu dan anak itu sejak tadi. Tentunya tanpa sepengetahuan dan seizin Leo, ia terdiam di balik tanaman kembang-kembang yang berjajar rapi di dekat area ICU tersebut. Setelah mengetahui apa yang mereka bahas, ia tersenyum miring dengan perasaan senang karena bisa mengetahui hal itu.
"Ternyata kamu beneran bohong, kamu belum menikah dan dia bukan istrimu," monolognya sembari berjalan pergi meninggalkan tempat semulanya tanpa menimbulkan curiga.
***
"Gue tahu kalau tanya sama Kak Kenan pasti dia bakal bohong dan belain temennya itu. Jadi sekarang gue tanya sama lo aja, Kak. Biar gue tahu pasti kebenarannya gimana."
"Emang lo mau tanya apa sih, Ca? Kayak serius banget, ada apa?" tanya istri dari Kenan itu.
"Tapi jangan bilang-bilang sama Kak Kenan ya kalau gue tanya-tanya ke lo, Kak. Janji?"
Clarissa sampai menunjukkan jari kelingkingnya ke arah Fira sebagai bentuk keseriusan janji mereka layaknya seorang anak-anak.
"Astaga, sampe gini banget-"
"Udah, janji dulu Kak."
Dengan paksa Clarissa menautkan jari kelingking Fira dengan kelingkingnya cepat agar ia bisa segera memulai pertanyaan yang sudah terpendam dalam benaknya sejak kemarin.
"Jadi mau tanya apa?"
Sebelum Clarissa benar-benar ingin melanjutkan kalimatnya, ia sempat celingukan ke depan pintu rumah kakak sepupunya itu memastikan jika situasi di sana benar-benar aman. Aman dalam artian tak dapat diketahui apalagi didengar oleh Kenan karena ia masih belum pulang bekerja. Dan setelah memastikan semuanya aman, ia kembali duduk di sofa sebelah Fira dengan raut wajah yang penuh tanda tanya.
"Lo kenal Leo udah lama kan? Jadi pasti tau dong tentang dia kayak gimana, meskipun sedikit?"
"Belum lama juga sih. Baru 4 atau 5 tahunan yang lalu pas gue udah jadian sampe nikah sama Kenan. Kalau tau dia kayak gimananya itu emang lo pengen tau soal apa tentang dia?" tanya Fira balik.
"Dia punya mantan namanya Hani nggak?" tanyanya langsung pada inti.
"Hani? Oh itu, ia gue pernah denger dari cerita Kenan waktu itu. Emang kenapa?"
"Jadi bener?"
"Ya iya bener. Emang kenapa dah? Sebenernya ada masalah apa sama lo sih, Ca?" tanya Fira lagi heran karena tak biasa melihat adik sepupunya yang banyak tanya mengenai hal itu.
"Berarti tentang dia yang hobi selingkuh dan mabok itu juga beneran?" lanjut Clarissa tak menghiraukan pertanyaan dari Fira sebelumnya.
"Lo kata siapa?"
Kali ini Fira yang sedikit shock setelah mendengar pertanyaan itu. Karena tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba Clarissa bertanya padanya mengenai permasalahan internal Leo.
Mendapatkan respon demikian membuat Clarissa langsung terdiam beberapa saat. Ia sendiri juga bisa menilai pasti bahwa raut wajah Fira menyiratkan kata iya. Antara sakit hati karena dibohongi Leo dan juga tak menyangka jika kepribadian pria itu jauh lebih buruk dari yang diduganya.
"Mantannya sendiri yang bilang."
"Hani maksud lo?"
Clarissa mengangguk lesu dan menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa. Antusiasme yang dirasakannya tadi tiba-tiba saja menghilang setelah tahu kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang ditakutkan oleh perempuan itu.
"Tapi setau gue selama ini, Leo bukan pria yang doyan selingkuh, Ca. Justru sebaiknya, dia malah paling anti sama yang namanya cinta-cintaan sejak beberapa tahun terakhir. Setelah putus dari mantan terkahirnya itu, si Hani."
Seperti mendapatkan sebuah energi baru, Clarissa yang mulanya lesu tak bersemangat lagi untuk membahas pun akhirnya kembali tertarik dengan topik pembicaraan mereka.
"Terus terus?"
"Terus apanya? Gue cuman tau sampe situ doang."
"Ck, emang Kak Kenan nggak cerita gimana bisa?"
Fira menggelengkan kepala.
"Tapi kalau soal yang mabok tadi, sorry to say. Dia emang demen minum sampe sekarang kstyaknya, bahkan Kenan dulu juga sama begitu sebelum gue larang keras buat balik lagi dugem dll."
Mendengar penuturan lanjutan dari Fira barusan membuat Clarissa terbelalak semakin tak percaya. Ia bahkan tak pernah menaruh penasaran awalnya. Justru yang menjadi pusat topik pertanyaan pentingnya itu adalah bagaimana perangai Leo dalam soal asmara. Namun siapa sangka jika suatu hal yang dianggapnya sepele itu justru menjadi sebuah kebenarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah
RomansaTerpaksa menikah sebab tuntutan orang tuanya hanya karena usianya yang sudah menginjak kepala 3 membuat Leo harus menanggungnya. Mau tidak mau ia akan tetap kalah jika sudah berhadapan dengan Bagas, ayah kandungnya sendiri. Leo harus segera mencari...