Beberapa hari setelah Natalie datang, malam ini, cahaya terang begitu menusuk mata Ronald. Suara serpihan kaca dan rintikan hujan terdengar di telinga nya. Kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri, dan keringat dingin mengucur deras di wajahnya.
Sedetik kemudian matanya pun terbuka. Iya Ronald telah sadar, melihat sekitar, tau bahwa dia sedang berada di rumah sakit. Melihat badannya yang penuh dengan perban dan selang. Nafasnya juga masih tidak stabil. Melihat tangan ibundanya tengah memegang tangan nya dengan penuh harap.
Berusaha menggerakkan jarinya, memberitahu pada Dianna bahwa dia sudah sadar. Jemari itu perlahan bergerak satu persatu. Dianna yang saat itu sedang tidur merasakan nya, dia terbangun, dan melihat bahwa putranya sedang melihat ke arahnya dengan tersenyum.
"Ronald. Nak kamu sudah sadar?", mencium tangan sang anak terharu lantaran Ronald sadar juga setelah sekian lama menunggu. Dianna memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Ronald.
Saat dokter memeriksa, dia menyuruh Ronald mengangkat kakinya satu persatu. Namun hal itu sulit untuk Ronald lakukan, rasanya sakit sekali untuk di gerakkan. Kakinya seperti kaku dan mati rasa.
"Ada apa dengan kaki ku dokter?, Kenapa sulit untuk di gerakkan dan mati rasa?"
"Maaf. Dengan berat hati saya mengatakan anda mengalami kelumpuhan tuan. Terjadi benturan yang sangat keras pada bagian kaki anda, dan menyebabkan kan cedera dan berujung pada kelumpuhan seperti sekarang." Ucap dokter itu. Ronald terpaku, baru sebentar dia sadar, sudah di kejutkan oleh kabar seperti ini.
"Tidak mungkin."
"Kaki ku tidak mungkin lumpuh!"
"TIDAK MUNGKIN!"
"ARGHH KENAPA HARUS AKU?!, KAKI KU MOM KAKI KU!" Ucap Ronald dengan histeris. Dianna dan Albert hanya bisa memeluk nya untuk menenangkan nya. Ronald menangis tersedu-sedu bak anak kecil, dia menyesali telah ikut balapan malam itu. Jika seandainya dia menurut pada Dianna, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Mau di taruh mana muka mu bila publik tau jika dia lumpuh?, Seorang tuan muda Harold lumpuh. Tidak bisa berjalan.
Memukuli kakinya berkali-kali, kecewa pada takdir, dan dia hanya bisa menerima, walaupun berat, lalu bagiamana lagi?, Takdir nya sudah begini.
"Sudah nak. Jangan khawatir kamu pasti bisa berjalan kembali. Hanya untuk sementara kamu duduk di kursi roda ya?"
"Sudah sayang, mommy dan daddy disini untuk kamu. "
==================
1 minggu kemudian.
Setelah di perbolehkan pulang karena kondisi yang membaik, Ronald kini sudah di perbolehkan pulang.
Walaupun raganya sembuh, namun tidak dengan jiwa nya, jiwa nya hancur, beberapa hari ini, dia tidak mau makan, napsu makan nya berkurang. Dia sering melamun, dan sering meminta orang untuk tidak menyalakan lampu. Dia suka kegelapan.
Dan Ronald juga masih belum tau jika Natalie mengakhiri hubungan mereka secara sepihak. Karena dia belum melihat kalung dan cincin itu. Karena yang menemukan ialah Dianna.
Duduk di kursi roda, walaupun tidak bisa berjalan, namun paras nya tetap lah gagah, di balut dengan turtleneck hitam, dan celana jeans hitam, dengan sneaker putih. Semakin menambah aura gagah dan tampan nya itu.
Kursi roda itu di dorong keluar, mobil jemputan sudah menantinya, dan mansion sudah menantinya untuk pulang.
Sepanjang perjalanan, tidak banyak obrolan. Diam. Itu lah yang Ronald lakukan tidak hanya sekarang. Namun entah sampai kapan.
Meski sudah sembuh, namun wajahnya tidak bisa membohongi nya. Bibir terlihat pucat pasi. Wajahnya juga, terlihat seperti bukan seorang Ronald Harold.
Dan beberapa lama, sampai di kediaman Harold. Kursi roda di dorong masuk ke dalam, semua pelayan dan bodyguard datang dan berdiri menyambut kepulangan tuan muda mereka. Tidak banyak dari mereka yang menatap penuh ibah pada Ronald.
Tuan muda mereka yang dulunya suka berlarian, sekarang hanya berdiam di atas kursi roda.Walaupun suasana mansion ramai, namun tetap sepi bagi Ronald, pikiran terus mengingat kejadian tersebut, dimana awal keterpurukan nya terjadi.
"Tolong antar aku ke kamar." Itulah yang di minta. Mendorong kursi roda itu ke kamar, dan setelah itu meninggalkan nya. Ronald bilang dia ingin menyendiri, jadi jangan ada yang menganggu nya.
Mendorong kursi rodanya dengan tangan nya, lalu berhenti di depan cermin, melihat betapa buruknya tampilannya saat ini.
"Inikah aku?, Tuan muda macam apa aku?, Tuan muda yang lumpuh." Ucap nya bermonolog dengan sendirinya. Sengaja tidak menyalakan lampu, hanya menghidupkan sebuah lilin yang dia taruh di atas meja.
==================
Hari demi hari Ronald lewati, namun dia sama sekali tidak mau keluar kamar, berbagi pengasuh telah di pekerjakan oleh Dianna dan Albert untuk membantunya. Namun tidak ada yang bisa bertahan lama dengan nya, karena sikap Ronald yang temperamental itu.
Hanya bekerja paling lama dua hari saja, membuat Dianna dan Albert bingung harus bagaimana. Sedangkan ada seorang gadis yang melihat papan iklan itu di halte bus. Maka dari itu dia segera menghampiri rumah tersebut.
Seorang gadis melangkah memasuki kediaman Harold. Begitu kagum dengan kemewahan yang ada.
"Silahkan anda masuk ke dalam. Nyonya besar menunggu anda." Ucap pengawal itu, tadi dia memang sudah menelfon dan bertanya apa benar lowongan itu masih terbuka, dan setelah terjawab iya. Dia langsung kesana.
"Permisi selamat siang nyonya", berucap dengan sopan, kepada seorang wanita parubaya yang duduk di sofa itu.
"Duduk dan perkenalkan namamu."
"Jeevika Rushel Alaric. Saya datang kesini untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh. Dan saya berharap bisa di terima disini, karena saya sangat butuh pekerjaan ini. "
"Apa kamu siap mengasuh dan membantu putra ku?"
"Kalau siap, kamu bisa langsung bekerja hari ini juga."
"Maaf sebelumnya, kalau boleh tau berapa usia putra nyonya yang hendak di asuh oleh saya?" Tanya Rushel, dia lebih baik bertanya daripada sudah menerima baru bertanya.
"28 tahun."
"Apa 28 nyonya?"
"Kenapa ada yang salah memang?, kamu menjadi pengasuh putra ku yang mengalami kelumpuhan. Aku berharap kamu bisa membuat nya semangat untuk menjalani harinya. Jika kamu bisa maka akan ada bonus untuk mu"
"Baik nyonya saya mau. Tapi ijin kan saya untuk bertemu dengan putra nyonya itu, apa boleh?"
"Ikuti aku."
Berjalan menyusuri koridor, mengarah ke arah lift, lalu masuk dan menekan tombol lantai dua. Tak lama kemudian mereka sampai di pantai dua. Tepat setelah keluar lift belok kanan sedikit ada sebuah kamar. Dan itu lah kamar seorang Ronald Harold.
"Masuklah. Dia ada di dalam." Suruh Dianna pada Rushel, dia pun mengangguk, mengetuk beberapa hari pintu kayu tersebut, namun tidak ada jawaban, maka dia memaksakan untuk masuk saja. Begitu terkejutnya saat dia melihat kamar tersebut sangat gelap dan berantakan. Dan sudut ruangan itu, tepatnya di sebelah meja seorang pria tampan sedang duduk di kursi rodanya dengan tatapan yang kosong.
"Maaf tadi saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban"
"Pergi lah."
"Maaf tidak bisa"
"Saya disini di tugaskan oleh nyonya Dianna untuk menjadi pengasuh anda tuan. Saya harap tuan bisa bekerjasama dengan baik." Ucap Rushel dengan senyuman.
"Terserah." Ucap Ronald dengan jengah, entah sampai kapan seorang pengasuh datang dan pergi. Dia tidak mau ada seorang pengasuh untuk nya, memangnya dia anak kecil?, Bukan juga kan?. Tapi Dianna yang begitu khawatir sangatlah kekeh untuk mempekerjakan seorang tenaga pengasuh untuk membantu kegiatan Ronald.
Srekk....
Suara korden di buka, iya tanpa persetujuan Ronald, Rushel langsung menarik korden yang tertutup itu. Dan cahaya terang memasuki ruangan kamar itu. Ronald menutup matanya saat cahaya itu datang menyilaukan matanya.
Bayangan dan ingatan itu muncul kembali, rasa ketakutan juga kembali muncul. Nafasnya menjadi tidak beraturan. Keringat dingin mulai mengucur dari tubuhnya itu.
"TUTUP KORDEN NYA!, AKU TIDAK SUKA DENGAN CAHAYA TERANG!"
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengasuh Tuan Muda Lumpuh
RomanceApa gunanya bila memiliki segalanya namun cacat fisik? Itu lah yang di alami oleh, Ronald Harold. Anak dari pasangan terkaya di Eropa. Dia mengalami cacat fisik, yaitu lumpuh. Kelumpuhan itu membuat Ronald menjadi orang yang takut akan suara rintika...