06

90 10 1
                                    

'CIITT'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'CIITT'

Bus mengeluarkan suara decitan ketika sang sopir menginjak pedal rem.

Barra turun dari bus, karena dia sudah sampai cafe milik Jingga yang berada di dekat taman kota.

Cafe milik Jingga berada di seberang jalan dari posisi Barra berdiri saat ini.

Barra dengan hati-hati menyeberangi jalan di depannya itu. Dia tidak mau mati dua kali karena tertabrak mobil.

Ketika Barra sudah menyebrangi jalan, dia ingin langsung menghampiri cafe.

Tapi tubuhnya seketika berbalik saat melihat Devano yang kebetulan sudah sampai mengantarkan istri dan anaknya ke cafe.

"Om ganteng!" Teriak Alvaro yang langsung mengetahui bahwa itu Barra.

Barra sampai heran saat Alvaro bisa mengetahui kalau itu dirinya.

Barra memutar tubuhnya pelan, dia langsung membalas dengan melambaikan tangan ke Alvaro.

Alvaro langsung berlari ke arah Barra dan memeluknya. Dia juga minta digendong oleh Barra.

Devano yang melihat itu merasa ada yang janggal dengan orang yang dipanggil 'om ganteng' oleh anaknya.

Devano menghampiri Barra yang sedang menggendong Alvaro.

Detak jantung Barra berdegup sangat kencang, dia takut Devano mengenali dirinya.

"Varo. Kok kamu gak bilang papah ganteng juga sih?" Tanya Devano ke anaknya.

'Huh! anj lega gue.' Batin Barra.

Devano mengusap kepala Barra. Sang pemilik kepalanya hanya bisa membulatkan matanya dan terdiam menahan rasa malu.

"Eh salah! Anak papah kan yang ini." Ucap Devano sambil menampilkan deretan giginya yang rapih. Dia juga mengusap kepala Alvaro.

"Papah kerja dulu ya! Kamu jangan nakal ya sayang." Lanjut Devano.

"I..." Barra ingin mengutuk dirinya sendiri. Pasalnya, dia ingin membalas perkataan Devano.

'Iya mas' kata yang hampir keluar dari mulut Barra.

"Iyaa pah. Hati-hati ya!" Balas Alvaro.

Devano sedikit melirik ke arah Barra, lalu tersenyum ke anaknya.

Devano juga kembali menghampiri istrinya, dan berpamitan juga. Lalu, dia membawa mobil sedan hitamnya itu pergi meninggalkan cafe.

"Barra, Varo! Masuk ke dalam yuk." Ajak Jingga.

.
.
🦋
.
.

Selama di perjalanan menuju ke bandara, entah kenapa Devano tidak bisa menahan senyumnya.

Apakah dia sedang jatuh cinta? Tapi dengan siapa?

"Astaga! Maaf dek, mas gak bermaksud mikirin cowok lain. Tapi, karena cowok tadi mas jadi keinget kamu." Devano berbicara sendiri. Perkataan itu ditujukan untuk Barra yang sudah tenang di alam sana.

Devano memiliki jadwal terbang ke Bali hari ini. Dia menjadi pilot seperti biasanya.

.
.
🦋
.
.

Barra menatap ke arah pintu masuk cafe, dia sedikit bosan karena belum ada pengunjung lagi siang ini.

Suasana di cafe sangat hening, hanya ada suara tv yang dibiarkan menyala untuk memecah keheningan.

"Hey! Kenapa bengong?" Tanya Jingga yang melihat Barra melamun.

"Eh mba! Gapapa mba. Saya lagi nunggu pengunjung aja hihi." Balas Barra sembari nyengir ala kuda.

"Gausah ditungguin. Nanti juga dateng sendiri." Kata Jingga.

"Iya mba hihi. Oh iya mba. Varo dimana?" Tanya Barra yang sedari tadi tidak melihat si kecil nan imut itu.

"Varo lagi tidur diruang staff, mungkin dia capek main seharian." Jawab Jingga. Barra hanya mengangguk.

"Yang tadi pagi itu suami mba. Namanya Devano. Dia laki-laki yang sangat baik, dan sangat bertanggung jawab. Mba sangat senang bisa menikah dengan dia. Tapi, mba tidak mau pernikahan kita seperti ini. Andai saja pernikahan kita didasari rasa saling cinta, mungkin dia tidak akan sedingin ini dengan mba. Dia juga berulang kali memanggil sebuah nama disaat dia tidur. Mba merasa iri sekali dengan orang yang memiliki nama itu. Tapi mba berharap, dia bisa segera bertemu dengan orang yang selalu dia panggil dalam tidurnya. Maaf Barra, mba malah cerita yang gak jelas gini." Kata Jingga sambil mengelap pipinya. Air mata sudah berjatuhan di pipi Jingga.

"Gapapa mba. Barra tau, mba butuh teman cerita. Barra siap kok mba ngedengerin semua cerita mba. Untuk yang tadi, mba gak boleh nyerah bikin suami mba mau nerima mba. Mba gak boleh kalah sama masa lalunya. Mba sudah menikah, mba berhak mendapatkan perlakuan yang layak sebagai seorang istri." Balas Barra. Meskipun ada rasa sakit saat mengatakan itu. Bagaimana pun Barra juga masa lalunya Devano.

.
.
🦋
.
.

"Selamat siang pemirsa! Sebuah kecelakaan pesawat terjadi pada siang hari ini. Sebuah pesawat yang akan terbang ke Bali diduga kehilangan kendali. Pesawat dengan nama Kwangya Airlines - 001 terjatuh ke laut pada siang hari ini. Korban saat ini sedang dievakuasi oleh tim penyelamat. Seluruh bagian pesawat telah hancur." Tv yang dibiarkan menyala itu menyiarkan sebuah berita yang membuat Jingga seketika lemas sebadan-badan.

'BRAAKK'

Tubuh Jingga jatuh ke lantai, nafasnya terengah-engah diiringi isak tangis haru saat mendengar berita itu.

Barra yang kaget langsung memeriksa keadaan Jingga. "Mba kenapa?" Tanya Barra.

"B-Barraa. Tolong ambilin ponsel mba." Titah Jingga.

Barra lari mencari ponsel Jingga. Dia mengelilingi seisi cafe untuk mencari benda pipih itu.

"Ini mba." Barra memberikan ponsel Jingga saat sudah menemukannya.

'Tuutt'

Ponsel Jingga sedang menghubungkan panggilan kepada seseorang.

"Angkat mas... aku mohon angkat telponnya..." kata Jingga sambil terus menangis.

'Nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi...'

"Mas..." Jingga menutup panggilan dan hanya bisa menangis dengan badan yang lemas.

Barra keheranan, dia hanya bisa memeluk Jingga sembari mengusap-ngusap pundaknya.

'KRIINNG'

Tanda bahwa ada seseorang yang memasuki pintu cafe. Barra langsung bangun dan hendak mengucapkan selamat datang.

"Sela..." Namun, ucapannya terpotong ketika melihat orang yang datang ke cafe.

.
.
🦋
.
.

Bersambung...

Jangan lupa vote yaa guys!! 😘😘😘
















Come Back To Me (The Second Part Of : Only You) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang