Setelah kejadian tadi, Barra hanya duduk termenung di meja pelanggan.
Tubuhnya memang diam. Tetapi isi kepalanya sangat ramai dengan pertanyaan dan pemikiran tentang hidupnya ini.
Sampai-sampai terbesit di kepalanya tentang tujuan tuhan menghadirkannya kembali di dunia yang kejam ini.
'KENAPA?! KENAPA TUHAN BUAT GUE HIDUP LAGI KALO CUMA BUAT NGELIAT KEADAAN ORANG DI SEKITAR GUE YANG JADI KACAU! KENAPA?!' Jeritnya di dalam kepala Barra. Hanya dia yang bisa mendengar jeritannya itu.
"Barra. Lebih baik kamu pulang dan istirahat di rumah ya!" Jingga menghampiri Barra yang sedang duduk termenung.
"Tapi mba.. pekerjaan saya belum selesai." Tolak Barra.
"Gapapa, hari ini pelanggan lagi sepi. Jadi, mba bisa pegang ini sendiri." Kekeh Jingga.
"E.. yaudah deh mba. Saya ijin pulang duluan yaa mba." Akhirnya Barra menuruti perintah Jingga.
"Hati-hati yaa di jalan." Kata Jingga. Barra hanya mengangguk paham.
.
.
🦋
.
.Setelah sampai, Barra masuk ke dalam rumah Devano dan Jingga.
Rumah mereka tampak gelap. Itu wajar saja, karena Barra pikir tidak ada satu orang pun di dalam rumah itu.
Barra tidak menyalakan lampu ruang tamu dan ruang keluarga. Dia langsung masuk ke kamar Devano dan berniat untuk istirahat.
Barra membuka jaket yang dia pakai, lalu melompat ke kasur untuk pergi tidur.
"Arrgghh..." Teriakan seseorang yang merasa kesakitan.
Barra kaget setengah mati mendengar teriakan itu, dia langsung bergegas bangun dan melihat siapa yang ada di dalam selimut.
"Lho! Mas Vano? Kok ada di sini?" Tanya Barra yang keheranan.
"E.. sshh tolong dek. Tangan mas kayaknya patah deh." Rintih Devano untuk menghindari pertanyaan Barra.
Sebenarnya, Devano ijin tidak terbang karena ingin menunggu Barra pulang kerja. Beruntungnya, Barra pulang cepat hari ini.
Barra semakin panik, dia melihat keadaan tangan Devano lalu memijatnya pelan.
"Maaf mas. Barra gak tau kalo mas di rumah." Muka Barra sudah seperti anak kecil yang memecahkan barang di mall.
'Cup'
"Iyaa mas maafin kok." Devano mengecup bibir Barra sekilas.
"Lama-lama gue putusin nih tangan." Barra langsung marah karena Devano mengecupnya.
"Ampun sayang.. mas bakal ijin dulu ya lain kali." Devano mengusap kepala Barra.
Ketika dipeluk Devano, Barra tiba-tiba menangis dalam pelukan Devano.
Pelukan Devano sangat nyaman, rasanya seperti obat penyembuh ketika Barra sudah sangat lelah dengan dunianya.
"Kenapa nangis sayang? Hm..." Tanya Devano.
"Bunda mas... bunda mengidap gangguan jiwa... Barra kasian liat bunda mas..." Tangisnya pecah dalam pelukan Devano.
"Kamu harus sabar yaa sayang... kamu harus kuat... mas janji, mas akan anter kamu nengok bunda yaa." Ucap Devano sembari mengelus-ngelus punggung Barra agar merasa tenang.
.
.
🦋
.
.Barra merasa sedikit tenang sekarang. Dia sudah sangat lelah terus-terusan menangis.
"Udah yaa nangisnya. Sekarang, kamu bobo yaa.. mas temenin kamu bobo di sini." Kata Devano, kemudian menidurkan Barra di lengannya. Devano juga memeluk Barra sambil menciumi keningnya.
Barra membalas pelukan Devano, dan mencoba untuk memejamkan matanya agar tertidur.
Barra sudah tertidur pulas, nafasnya juga sudah mulai beraturan yang menandakan Barra sudah merasa tenang.
"Maaf ya dek... mas gak tau kalo kamu ngalamin hal yang berat ini. Pikiran mas cuma dipenuhi sama nafsu." Ucap Devano pelan agar Barra tidak terbangun.
.
.
🦋
.
.Hari sudah mulai gelap. Jingga memutuskan untuk menutup cafe lebih awal.
Karena hari ini dia hanya bekerja sendiri, Jingga lebih cepat merasa lelah.
Sedari tadi, langit juga sudah mendung disertai gemuruh dan kilatan cahaya yang mengiringinya.
Jadi, Jingga berpikir untuk pulang lebih awal sebelum hujan turun.
Cafe sudah selesai ditutup. Jingga berdiri di tepi jalan seberang cafe sembari menggendong Alvaro.
Jingga berniat menunggu taxi datang dan menaikinya untuk mereka pulang. Jingga juga beberapa kali menelpon suaminya.
Tapi penantiannya sia-sia bukannya taxi yang datang, malah hujan yang datang menghampiri mereka.
Jingga berniat kembali ke cafe untuk meneduh. Saat ingin menyeberangi jalan, lampu mobil menyoroti Jingga dan Alvaro.
Mobil itu melaju kencang dengan suara klakson yang menyertai. Jingga yang melihat itu hanya bisa terpaku dan memeluk Alvaro dengan erat.
.
.
🦋
.
.Barra sontak membuka matanya saat mendengar gemuruh di awan yang sangat kencang.
Barra melihat ke samping dan mendapatkan Devano yang juga tidur di sebelahnya.
"Mas bangun! Di luar hujan, mba Jingga juga belum pulang." Barra membangunkan Devano.
"Hmm.. biarin aja, dia bakal pulang kok kalo hujannya reda." Jawab Devano lalu melanjutkan tidurnya.
"Anjing lo mas! Liat tuh hp lo. Mba Jingga udah nelpon berapa kali?" Kesal Barra.
"Iyaa dek. Mas bangun nih!" Devano terpaksa bangun dari tidurnya. Dia membuka ponselnya dan melihat 10 misscall dari Jingga.
"Cuma 10 kali dek." Lanjut Devano.
"Brengsek lo mas! Emang mau sampe berapa kali biadab?!" Barra sudah darah tinggi dengan kelakuan Devano.
"Yaudah iya! Mas keluar dulu jemput Jingga." Devano bangkit dari kasur dan mencuci mukanya. Dia memakai jaket dan mengambil kunci mobil, lalu berjalan ke arah pintu rumah.
Ketika hendak memegang engsel pintu rumah, bel rumahnya berbunyi.
Barra yang penasaran dengan orang yang datang pun keluar dari kamar Devano.
Devano menarik engsel pintu dan membuka pintu rumahnya itu.
.
.
🦋
.
.Bersambung...
Jangan lupa vote yaa guys!! 🥰🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back To Me (The Second Part Of : Only You) [END]
RomanceDevano sangat percaya akan cinta sejati. Dia tidak akan berpaling dari kekasihnya yang sudah tiada. Barra yang sudah lama meninggal dunia, secara tiba-tiba kembali hadir ke dunia dengan tubuh yang sama. Apakah cinta mereka juga akan kembali? Apakah...