10. Tentang Lintang

39 0 0
                                    

Bi Sari datang di waktu yang tepat, ia berhasil melerai pertikaian antara mereka dan berusaha melepaskan cengkraman tangan milik Lintang dari rambut Luan. Di tangan Lintang sudah ada rambut Luan yang rontok akibat di jambak dengan kencang.

"Ish, menyebalkan. Dasar gadis aneh!" ucap Luan saat terlepas dari Lintang.
"BILANG APA LO?," sahut Lintang tidak suka. Cewek itu maju seperti menantang Luan.
"GADIS ANEH!," Teriak Luan kembali sambil menatap tajam ke Lintang.

Perang mulut terjadi lagi. Bi Sari kembali mengeluarkan suaranya yang bikin mereka terdiam.

"DIAM!" teriak Bi Sari. "Jangan berantem lagi! Non Lintang katanya mau nyuci  baju kan tadi? Sana pergi ke ruang laundry!," perintah Bi Sari sambil menatap Lintang.
"Baik Bi," sahut Lintang pasrah.
"Den Luan, pakaian kotornya biar dicuci di sini saja! Saya tidak menerima penolakan loh," seru bi Sari melirik Luan tajam.

Mau tidak mau Luan memberi pakaian kotornya itu agar dicuci.

***

Lintang melangkah ke ruangan laundry, dia segera menuju ke mesin cuci dengan rasa kesalnya namun ia tetap mencuci pakaian milik cowok itu, untung saja dia tidak melihat hal-hal aneh saat mencuci pakaian milik cowok itu namun dia memikirkan sesuatu tentang pria itu yang tidak berganti celana dalamnya, dia baru mengingatnya kalo dia tadi tidak memberikan celana dalam serta celana panjang ganti untuk Luan.

"Bodoh! Gua lupa. Apa dia tidak gatal ya?" Gerutu Lintang pelan. "Kenapa juga gua harus pikirin?" menggeleng kepalanya. Tapi kalo dipikir-pikir lagi seandainya cowok itu melepaskan semuanya lalu ia mencuci pakaian dalam milik Luan, dianya yang malah kurang nyaman.

Sementara di ruang tengah, pria itu merasa tidak nyaman karena dia harus memakai celana dalamnya lagi yang sudah dia balik tadi. Seandainya Lintang tidak memaksanya untuk mandi disini mungkin ini tidak akan terjadi. Dia juga tidak akan merasakan perasaan tidak enaknya ini.

'Ish, aku sungguh tidak tahan lagi," gumam Luan sambil berdiri dari duduknya itu.

Dia melangkahkan kakinya menuju luar rumah, dia ingin membeli celana dalam yang baru di toko pakaian dekat rumah Tristan tersebut, di ujung kompleks perumahan Tristan itu ada toko yang menjual pakaian barangkali saja di sana ada celana dalam atau celana panjang.
Saat pria itu sudah berada di ruang tamu untuk melangkah keluar, Lintang memanggilnya.

"Lo mau kemana?" Tanya Lintang.
"Mau ke depan dulu. Gua pergi sebentar nanti balik lagi," ucap Luan sambil tetap melangkah keluar.
"Gak usah balik juga gak apa-apa kok," ucap Lintang sinis. "Tapi kalo kakek gua tahu lo gak balik sebelum jam makan malam, siap-siap lo yang gua jadiin ayam geprek. Pokoknya lo udah harus balik lagi sebelum kakek gua pulang!," seru Lintang sambil menatap Luan.
"Jadi, Lo nyuruh gua balik atau gak? Dodol," ujar Luan ketus sambil menatap Lintang sinis.
"Terserah lo!," balas Lintang sembari berlalu pergi.

Luan pun mendengus kesal. Dia tidak menghiraukan jawaban dari Lintang itu dia segera mengambil mobilnya lalu menyuruh satpam rumah itu untuk membukakan pintu gerbang. Dia langsung melajukan mobilnya ke arah kanan tempat yang ingin dia tuju.


***

Malam harinya, sekitar pukul 7. Tristan dan Marino tiba di rumah. Marino ikut ke rumah sahabatnya itu karena diundang makan malam bersama oleh sahabatnya itu. Lagipula dia juga tidak biasa untuk makan di meja makan sendirian, dia selalu makan bersama putranya itu.

Luan yang sudah berada di ruang makan sambil memasukkan ponselnya ke saku celananya baru saja ia membalas sebuah pesan dari Daffa serta melihat kedatangan Tristan pun kaget waktu melihat ayahnya menyusul dari belakang Tristan.

EFEMERAL: Sinar Bulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang