11. Bantuan

34 0 0
                                    

Aurora yang mendengar perkataan dari sepupunya menjadi teringat kisah cintanya yang harus kandas karena perbedaan kasta. Daffa yang minder dengan status cowok itu sebagai asisten pribadi Luan dan hanya berasal dari keluarga sederhana ditambah lagi adanya masalah, ibunya tidak merestui hubungan mereka. Aurora yang tidak pernah bercerita tentang hal itu kepada siapapun, maka dari itu Luan selalu mengejeknya mengenai hubungan mereka yang tidak jelas. Daffa yang menjauhinya ditambah lagi mereka jarang sekali bertemu karena kesibukan mereka atas pekerjaan.
Luan sebenarnya ingin bertanya namun ia tidak bisa karena itu menyangkut hubungan antara Aurora dan Daffa. Dia hanya bisa menunggu di antara mereka berdua bercerita tentang hubungan mereka.

"Cinta tak bisa dipaksakan kalo gua sukanya sama dia gimana?" sahut Aurora bernada seduh.
"Lo masih kan sama dia atau sudah putus?" tanya Luan sambil menatap lekat adik sepupunya itu.
"Lagi break," jawab Aurora.
"Kenapa? Lo gak mau cerita ke gua?" Tanya Luan kaget pada akhirnya hari itu ia menawarkan sebuah curhatan kepada adik sepupunya itu.
"Kenapa apanya? Ya break aja karena kita sama-sama lagi sibuk," ujar Aurora sambil tersenyum.

Luan memandangi mata Aurora dengan penuh ketelitian untuk mencari sesuatu dalam perkataan sepupunya itu. Menurutnya alasannya terlalu klise, padahal bisa kok mereka saling bertemu di waktu jam makan siang.

"Kalo ada apa-apa bilang ke gua ya bocil?" ujar Luan tulus sambil mengelus kepala Aurora dengan lembut. "Gua bakal kurangi kerjaan dia di kantor biar lo bisa ketemu sama dia terus," ucap Luan pelan.

Aurora tersenyum manis saat dia mendapatkan perlakuan lembut dari kakak sepupunya itu. Dia memang kadang suka sekali manja dan juga diperlakukan seperti ratu oleh Luan begitu juga sebaliknya, orang-orang yang tidak mengetahui hubungan mereka sebenarnya mungkin akan mengira bahwa mereka adalah pasangan kekasih.

***

Di depan pintu masuk di restoran yang sama, Lintang melihat Aurora duduk di kursi pojok ruangan dekat jendela seorang diri. Dia tidak menghiraukan keberadaan gadis itu dan tidak berniat untuk menemui sahabatnya itu karena dia masih sedikit kesal atas kejadian tadi pagi, dia hanya melanjutkan langkahnya untuk memesan makanan. Setibanya di kasir, dia disambut dengan ramah oleh mba kasir di restoran itu.

"Selamat datang di restoran A'mine, apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya mba kasir di meja kasir tersebut.
"Ada mba, saya ingin pesan kebab 5 ya dibungkus!" seru Lintang sambil tersenyum. "Yang 3 levelnya 2 ya mba yang 2 levelnya 3 pedasnya," jelasnya lagi.
"Baik, mohon menunggu sebentar. Kami buatkan pesanan mba dulu!" ucap kasir itu dengan tersenyum. "Mba, silakan duduk dulu!" ujarnya lagi sambil tangannya menunjuk kursi yang kosong di dekat kasir itu.
"Iya, terimakasih."

Lintang duduk di kursi yang ditunjuk oleh mba kasir tadi yaitu di kursi depan kasir itu.

Dia tidak membawa tasnya hanya saja membawa dompetnya. Tasnya berisikan ponsel dan obat penenang miliknya itu ia tinggalkan di mobilnya. Sepertinya ia lupa kalo akhir-akhir ini setiap malam cuacanya tidak menentu, kadang hujan kadang tidak.

Lintang harus memperhatikan segala detailnya termasuk obat penenang dan juga earphone bluetooth miliknya di tasnya itu, dia mengira malam itu tidak akan turun hujan namun dugaannya salah.

Saat ia sedang menunggu pesanannya datang, hujan turun dengan derasnya. Lintang yang melihat hujan turun dari kaca bening restoran itu dan mendengar suara rintikan air hujan dari atas atap restoran mulai gelisah dan gemetaran. Dia juga kembali mendengar suara benturan keras akibat mobilnya ditabrak oleh truk dari arah samping, tidak hanya itu dia juga mendengar suaranya saat dia memanggil ibu dan ayahnya dalam kondisi mobil yang terbalik. Kembali ia ke ingat wajah ayah dan ibunya yang sudah berlumuran darah.

EFEMERAL: Sinar Bulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang