"Lo kenapa biarin Kio main dompet sih? Kalo ada yang ilang gimana?"
Satu pertanyaan itu dilontarkan Iwan waktu Ira balik dari kamar mandi. Lima menit lalu, Iwan baru aja bangun tidur. Waktu ke kamar mandi, dia denger ada suara air gebyar gebyur. Udah pasti Ira di dalem. Trus Iwan kepikiran aja sama Kio yang ditinggal, dia jalan ke kamar depan. Niat mau ngecek anak Ira. Pintu kamarnya nggak ditutup, dan ada pemandangan Kio lagi asyik berantakin isi dompetnya Ira.
"Udah biasa Kio gitu. Nggak apa-apa selama nggak dimakan," respon Ira sambil ngeberesin isi dompetnya yang kececeran.
"Mama, abim." Itu suara Kio. Dia kayak minta sesuatu ke Ira soalnya udah nggak minat lagi sama dompet Ira.
"Abim?" Iwan ngulangin omongan Kio pake nada bertanya ke Ira.
"Abim itu mobil. Dia belum bisa ngomong yang jelas," jawab Ira ke Iwan, lalu Ira menghadap Kio untuk bicara sama anaknya. "Mama nggak bawa mobilnya Kio kesini, maaf ya. Main yang lain yuk?"
"Abim... Abim Iyo..." Sekarang Kio malah ngerengek.
"Pinjem punya ponakan gue aja. Mau nggak?" Iwan nginterupsi ibu dan anak itu. Ira mengiyakan tawaran Iwan dengan mengangguk.
"Kio, ini ada mobil, tapi punya Om Iwan. Pinjem dulu, main pake itu ya? Nanti mobilnya Kio diambil kalo udah siang." Ira coba membujuk Kio. Dan saat itulah Iwan yang tadi keluar kamar kini muncul lagi dengan bawa mobil-mobilan berwarna merah.
Iwan menyejajarkan tingginya dengan Kio yang masih duduk di kasur. "Kio mau main mobil ya? Ini main aja punya om." Iwan nyodorin mobil mainan itu ke hadapan Kio, yang disambut sama bocah itu.
"Abim," ucap Kio dengan memandang mobil mainan itu di tangannya.
"Iya, mobilnya sama kan sama punya Kio?" Ira mengelus kepala Kio yang udah nggak ngerengek lagi. " Bilang dulu ke Om Iwan, 'makasih Om Iwan'."
"Ma'acih... Wam."
Iwan maupun Ira sama-sama tersenyum mendengar cicitan Kio. Ira kemudian gendong Kio buat turun dari kasur, nyuruh anaknya main di lantai biar aman. Sedangkan Iwan yang liat itu jadi tergerak buat ngangkut keranjang mainan ponakannya buat dimainkan sama Kio. Tentu aja si bocah kesenengan liat banyak mainan di depan mata.
"Ponakan lo ada berapa sih?" Ira tiba-tiba aja nanya.
"Satu," jawab Iwan, yang mengundang kerutan di kening Ira.
"Cowok apa cewek?"
"Cowok. Kenapa?"
Ira ngambil mainan yang ada di keranjang itu buat dikasih liat ke Iwan. "Trus ini punya siapa? Masa iya ponakan lo main ginian?"
Mainan itu tak lain adalah bando peri, sayap peri dan tongkat peri berwarna pink. Identik banget mainan anak cewek.
"Oh, itu sih abang gue yang beliin. Random banget emang orangnya. Soalnya dia dulu pengen banget punya anak cewek, eh yang keluar malah cowok." Jelas Iwan sambil terkekeh geli.
"Trus ini beli dipakein ke anaknya gitu?"
"Iya."
Ira ikutan ketawa dengernya.
"Ngomong-ngomong Kio umur berapa sekarang?"
"Empat bulan lagi genap dua tahun. Kalo ponakan lo?"
"Tiga tahun. Bulan kemaren barusan ngerayain ulang tahun. Oh iya, gue mau beli sarapan. Lo mau apa?"
"Samain aja kayak lo."
"Trus Kio beliin apa? Bubur?"
"Kio udah nggak suka bubur. Dia bisa kok makan nasi. Beliin apa aja yang penting nggak pedes."
KAMU SEDANG MEMBACA
Special Love || Xodiac
Romance오직 하나뿐인 너의 이름 "my special love" (Satu-satunya namamu "cinta spesialku") Karena yang spesial bukan cuma martabak pake telor dua, kamu pun juga bisa spesial. [Member Xodiac x OC]