Jinny's Room
"Sejak kapan kamu menyadarinya ?" Tanya gadis bermata kucing itu.
Sepasang kekasih itu sedang berbaring di ranjang milik Jinny. Mereka saling menghadap, menatap satu sama lain. Setelah berhasil memaksa Minji untuk tidur di kamar Zuu dan Soodam, mereka kini bisa berbicara lebih leluasa, mengeluarkan isi hati masing-masing, meski ya...belum ada kata damai dari gadis berponi Dita Karang.
"Sejak di ruang latihan. Kau ingat saat kakinya kesemutan ? Harusnya kau sedikit peka dengan itu, dia hanya mencari perhatianmu, chk" Dita memutar bola matanya.
"Sorry, aku benar-benar tidak tau jika ada niat lain darinya, aku hanya menganggapnya sebagai teman lama yang harus aku perlakukan selayaknya" Balas Jinny dengan penyesalan karena dia memang tidak tahu.
"Iya selayaknya dan sewajarnya, jangan kelewatan. Kamu selalu membuatku berpikir buruk, apa lagi saat kamu membelanya mati-matian, menyebalkan sekali" Protes Dita menepis tangan Jinny yang akan memeluknya.
"Aku hanya tersulut cemburu karena kamu membela Denise" Bela Jinny membentengi diri atas protes Dita.
"Membelanya karena aku sudah mendengar penjelasannya. Dia hanya membalas fans yang menanyakan foto terakhir yang menjadi favoritnya, apa itu salah ?" Dita menghela nafas membuang rasa kesalnya.
"Iya iya...aku minta maaf karena terbawa emosi, entahlah aku selalu cemburu jika kamu lebih condong ke Denise" Jinny mengambil tangan Dita untuk digenggamnya dan membawanya ke hadapan mereka.
"Aku juga ingin minta maaf karena tidak mau mendengar penjelasanmu soal Arirang" Ucap Dita.
"Aku yang salah tidak memberitahumu lebih awal" Balas Jinny mengelus punggung tangan Dita.
"Dit, apa kamu tidak merindukanku ?" Tanya Jinny memainkan alisnya.
"Tentu saja aku merindukanmu" Jawab Dita dengan senyuman manisnya.
"Mmm...kalau begitu bolehkah ?" Tanya Jinny kembali.
"Apa ?" Tanya Dita balik.
"Menciummu" Jawab Jinny gamblang.
"Tidak, aku masih marah padamu karena tidak memberitahuku soal Kevin dan Kak Kirana" Dita berdecak, tidak habis pikir dengan sang kekasih.
"Ish pelit sekali, aku merindukannya sayang..." Rengek Jinny seperti anak kecil. "Bukankah kita sudah berdamai, hm?" Mencoba merayu Dita.
"Tidak tidak tidak, kamu harus mendapat hukuman" Tolak Dita tegas, sesekali dia harus bisa mengontrol sang kekasih sehingga tidak terjadi hal yang sama di masa depan.
"Ayolah...aku sudah kering, terasa kemarau panjang" Jinny masih berusaha dengan bualannya, dia ahlinya.
"Ti-dak" Kekeh Dita.
"Kalau begitu bibir bawah saja" Jinny menyeringai penuh arti.
"Maksudnya ?" Tanya Dita tidak paham.
"Jika bibir atas tidak boleh, bibir bawah boleh kan kan ?" Jinny semakin tersenyum nakal dengan tangannya yang turun membelai bagian bawah perut Dita.
"Yak, otak mesum" Tepis Dita menghalangi pergerakan Jinny yang hampir menyentuhnya.
"Tapi kau suka" Sahut Jinny tidak ingin kalah.
"Siapa bilang" Tolak Dita, tapi pipinya bersemu merah.
"Buktinya kau mendesah keenakan saat kusentuh" Bisik Jinny semakin menyempitkan jarak mereka.
"Ak~"
"Ssstttt" Jinny tidak membiarkan Dita melanjutkan kalimatnya, telunjuknya sudah berada di bibir tebal sang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Mine #3 [Hug and Tears]
FanfictionMendapatkan restu keluarga Dita tidaklah mudah, apa lagi Jinny hanya bisa menjanjikan cinta untuk seorang Dita Karang. Latar belakang keluarga yang memiliki darah keturunan dengan kasta tinggi membuat semua menjadi semakin sulit. Hukum sosial, norma...