Huek !
Uhuk !
Dita menepuk-nepuk punggung kekasihnya. Pagi yang buruk untuk Jinny, rasa mual dan pengah menyatu di perutnya, kepala sedikit pusing. Dia merangkak dari tempat tidur dan berakhir di kamar mandi dengan memuntahkan isi perutnya. Dita yang ikut terbangun sigap membantu sang kekasih, dia sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Minum dulu" Dita menyodorkan segelas air hangat yang dibuatnya untuk meredakan rasa pengar pada sang kekasih.
Jinny duduk lemas di pinggiran tempat tidur dan menerima minuman yang disodorkan oleh Dita.
"Ini air apa ?" Tanya Jinny mencium aroma kuat dari minuman yang digenggamnya.
"Itu jahe dan beberapa rempah, minumlah, itu membantu meredakan rasa pusing dan mual"
Jinny meminumnya perlahan setelah mendengar penjelasan dari Dita. Begitu minuman itu masuk ke tenggorokannya, Jinny merasa hangat seketika, ada rasa lega menyeruak di tenggorokannya, perutnya sedikit terpijat oleh hangatnya minuman.
"Aku sudah melarangmu..."
"Biarkan aku menghabiskan minumannya dulu" Cela Jinny menghentikan omelan Dita. Dia tahu Dita akan menceramahinya habis-habisan kali ini dan itu membutuhkan tenaga yang cukup untuk menerimanya. Jinny meneguk minumannya kembali.
"Aahh..." Suara itu Jinny hembus tiap kali selesai menelan minumannya.
Sementara Dita yang melihat itu terkekeh, merasa lucu dengan tingkah sang kekasih yang tak terduga.
"Oke, aku sudah siap" Ucap Jinny setelah meneguk habis minumannya. Dia meletakkan gelas keramik dengan ornamen bunga itu di nakas di sebelahnya. Jinny menghadap Dita sepenuhnya, melihat sang kekasih dengan raut wajah serius.
"Hah" Dita hanya menghembus nafasnya dengan kasar.
"Kenapa diam ?" Tanya Jinny yang melihat Dita hanya menghela nafas dan tidak berkata-kata.
Dita menggerakkan tangannya meraih sebelah tangan Jinny untuk digenggam. Matanya yang indah menatap sang kekasih dengan lemah.
"Kamu kenapa ?" Tanyanya mengelus punggung tangan Jinny.
"Kenapa malah balik bertanya ?" Ucap Jinny heran.
"Sayang...aku sudah mengenalmu cukup lama, bahkan bagaimana kebiasaanmu, jadi tolong jika ada masalah ceritakan padaku. Kau ingat apa komitmen kita menjalin hubungan ? Untuk saling melengkapi dan membahagiakan. Bagaimana aku bisa memenuhi itu semua jika kamu tidak terbuka ? Please...ungkapkan apa yang ingin kamu ungkapkan, semuanya tanpa tertinggal, aku pun sudah berusaha jujur dan mengungkapkan semuanya." Dita menyelam masuk ke iris mata kucing sang kekasih, menelisik sesuatu yang ingin dicarinya, ada yang dipendam oleh sang kekasih.
Jinny masih mencerna apa yang Dita ucapkan, dia sadar bahwa tidak seharusnya dia memendam sendiri apa yang dirasakannya, tapi rasanya sakit jika harus jujur. Tapi, dia bersyukur Dita tidak meledak dalam amarah karena mendapati dirinya mabuk lagi. Ucapan Dita masih ditimbangnya, dia melihat dalam ke mata indah sang kekasih yang tidak melepas pandangan padanya barang sedetik.
"Dita...cintaku, aku tidak akan menceritakan semuanya, aku hanya akan berbagi sebagiannya, karena sebagian lagi mungkin akan merusak sebuah hubungan keluarga." Jinny mengangkat tangannya, mengelus pipi chubby milik 'cintanya', "Jauhi Kevin. Aku cemburu dan beberapa alasan lain. Jangan tanyakan sisanya, aku tidak akan menjawabnya" Jinny menyelipkan helaian rambut Dita ke belakang telinganya dan kembali mengelus pipi sang kekasih dengan lembut.
"Baik, aku tidak akan bertanya, tapi bisakah jelaskan aku bagian mana yang harus kuhindari ? Aku tidak mungkin menghindar untuk berbicara dengannya, Kevin maksudku", Dita menapat Jinny dengan serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Mine #3 [Hug and Tears]
FanficMendapatkan restu keluarga Dita tidaklah mudah, apa lagi Jinny hanya bisa menjanjikan cinta untuk seorang Dita Karang. Latar belakang keluarga yang memiliki darah keturunan dengan kasta tinggi membuat semua menjadi semakin sulit. Hukum sosial, norma...