Kebahagiaan sering muncul karena hal-hal sederhana.
Aku keluar, melihat orang-orang yang sibuk memasang dekorasi lalu menyapa mereka. Orang-orang desa yang tulus dan ramah.
Beberapa pasang mata, terutama ibu-ibu dan remaja putri, menatapku sambil berbisik-bisik.“Ganteng banget.”
“Kaya artis.”
“Beruntung banget Mbak Lea.”
“Beniing!”
“Hush!”
Bisik-bisik yang membuatku sedikit jengah. Kalian ga tau, kata Ibu Mertua sambel level sepuluh itu, tampangku ga akan menolong saat malaikat maut datang atau ketika tiket terakhir diberikan. Surga atau Neraka. Kan, ngeri.Tampang yang dahulu kubangga-banggakan, di depan Bulik Sulis tidak berarti apa-apa.
Di salah satu sudut, kulihat Hikari asyik mengobrol dengan beberapa ibu-ibu dan remaja. Sengaja betul memanfaatkan ketampanannya, membuat beberapa cewek yang duduk di dekatnya tersenyum malu-malu dengan pipi merona.
Aku hanya berharap satu hal, perhelatan ini tidak tercium media, mengingat--sepertinya--mereka tidak menyadari siapa Heins Arashi. Model papan atas yang sedang bersinar namanya dan dikabarkan mati tenggelam dihantam gelombang.
Beruntung, Bapak dan Ibu Mertua tidak terlalu update berita. Mereka hanya tahu, perusahanku adalah klien perusahan puterinya dan sama-sama selamat dari kecelakaan laut.
Kebayang bagaimana berita akan dipelintir sedemikian rupa dengan spekulasi macam-macam jika ini terendus dan diketahui media, lalu Elara mendengarnya.
Kiamat!
Aku mendekat ke arah Hikari diikuti beberapa pasang mata.
“Eyang mana?”
Hikari menoleh, tetapi belum sempat ia menjawab, perempuan-perempuan yang mengerumuninya menjawab cepat.
“Eyang tadi ke sana, Mas. Mau jalan-jalan lihat desa, katanya.”
“Duh, Mas sama Adek sama-sama gantengnya,” ujar yang lain menimpali.Halah.
Aku berjalan keluar pekarangan, mencari Eyang, jangan sampai orang tua itu tersesat dan tak tahu jalan pulang, macam lagu yang pernah tenar itu.
Di ujung jalan, sepasang mata mengawasiku lekat. Pemuda yang karena kehadirannya waktu itu, membuatku nekat. Melamar Azalea tanpa berpikir panjang.Widi.
**
Sore menjelang malam, Sashi cemberut di bibir tempat tidur.“Ga ada kamar mandi di dalam gitu, Bang? Mana harus ke belakang, banyak orang, becek di mana-mana.”
Aku paham yang Sashi keluhkan. Namanya hajatan kampung, hilir mudik belasan orang akan membuat dapur becek dan berantakan.
“Dua malam ini doang, Ci. Besok lu balik sama Mama.”
“Dan lo betah bulan madu di tempat kek gini, Bang?”
“Namanya orang jatuh cinta, Ci, semua indah. Terdampar di pulau aja bikin Abang lo itu jatuh cinta.” Hikari menyahut.“Terus kita tidur dempet-dempetan berempat gini? Sama lo, Mama, Eyang, ga ada AC? Gilak ini, sih.”
“Pelan-pelan lo ngomong. Kena slepet pedas ibu mertuanya Bang Aras lagi baru nyaho!”
Hikari tertawa lebar setelah menggoda adiknya. Aku ingat gimana ia ngakak setelah mendengar cerita Sashi diplonco Bulik Sulis karena asal bicara.
**

KAMU SEDANG MEMBACA
Akad Tanpa Wali
General FictionJuara 2 KWC 1 Terdampar di pulau terpencil berdua, lalu nikah nggak.ada walinya, emang bisa? Kita menikah saja, Lea." Takut ditinggal teman satu-satunya yang sedang demam, membuat Heins Arashi melontarkan ide gila. Usulan yang Aras lontarkan agar i...