12

460 15 1
                                    

Berly masuk kesekolah dengan wajah murungnya, ia masih sangat kesal dengan Zio. Entah mengapa ia jadi tidak mood bertemu dengan siapapun, bahkan seseorang yang tidak sengaja ia tabrak menjadi korban.

"Ugh! Jalan tuh liat liat!" Sarkasnya lalu kembali berjalan. Orang yang ditabrak itu mengerutkan dahinya, "Hah? Perasaan dia yang nabrak."

Ketika sampai di kelas, Berly langsung duduk dan melempar tasnya ke bangkunya. Digo yang melihatnya menatap Berly takut.

"Nih semua cewek kalau moodnya jelek gini kah?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

Setelah menaruh tasnya di bangku, ia langsung duduk dikursi itu lalu membuka ponselnya.

Para siswa yang melihatnya menggedikkan bahunya tidak mengerti kenapa Berly terlihat sangat kesal akhir-akhir ini.

Saat tengah fokus memainkan ponselnya tiba-tiba, inti masalahnya datang.

Zio memasukki kelas itu lalu berjalan ke arah bangku Berly.

"Ber." Panggil Zio saat dirinya berada persis di sebelah Berly.

"Hm? Mau cari masalah lagi lo? Gue gak minat." Ujar Berly lalu menaruh ponselnya di meja.

Zio menunduk menatap Berly, "Gue belum selesai ngomong." Berly mendengus, "Cih, alesan."

Zio tiba-tiba meraih tangan Berly dan memegangnya. "Ikut gue." Berly menatap malas kearah Zio tapi ia tetap berdiri dan mengikuti langkah Zio.

Zio membawanya ke bawah tangga, disana sepi dan jarang sekali guru melewat kesini.

Sekarang mereka berdua berdiri berhadapan. Berly melipat kedua tangannya didepan dada sembari menatap Zio malas.

"Ada apa? Se privasi itu sampe lo harus bawa gue ke pojok gini?" Tanyanya.

Zio menatap dingin Berly, "Gue mau minta maaf soal kemaren, gue-"

Berly mendengus, "Basi. Lo sering banget minta maaf terus akhir-akhirnya ngelakuin lagi, lagian lo yakin bisa tanpa 'tubuh' gue ini?" Berly sengaja menekankan kata tubuhnya.

"Gue gak yakin tapi bakal gue usahain." Ucapnya.

"Kayak yang bener aja lo," Kata Berly.

"Ok gue jujur, gue gak bisa, gue gak cinta sama lo gue cuma suka bibir lo, bahkan bentuk tubuh lo yang gue suka, gue egois, gue mau seluruh dari lo."

Berly terkekeh sinis, "Gila, lo udah stress? Seluruh dari gue? Badan gue? Sorry, gue gak bisa."

"Udahlah Zi, gak penting banget ngomongin ini, mending kita masuk kelas dan bersikap seolah kita gak kenal. Kayak dulu." Jelas Berly. Ia hendak melangkahkan kakinya menjauh, tapi Zio memegang tangannya menahan agar tidak pergi.

Berly berdecak, "Lepasin! Lo apaan sih? Mau gue teriak?" Ancamnya.

Dengan terpaksa Zio melepaskan genggamannya dan Berly pun berjalan menjauh dengan kaki yang ia hentak-hentakkan.

"Argh! Sialan! Kenapa mulut gue berat banget kalau lagi ngomong sama dia? Shit!" Umpatnya kesal.

••••

Saat pulang sekolah Berly memutuskan untuk menelfon Berry, adik kecilnya itu sednag ber-ulang tahun.

Ketika baru sampai di rumah, Berly langsung menelfon Berry.

"Berryyy?"

"Iya kenapa kak??"

"Kok suara kamu serak gitu? Abis nangis?"

"Em..gak kok, aku lagi batuk berdahak gitu, hehehe." Bohongnya.

"Oalahhh ok, kayaknya besok kakak bisa kesana tap-"

Kimberly [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang