SATE ARI-ARI BAYI

131 4 0
                                    

"Kamu mimpi buruk, ya, Mas?" tanya Murni setelah Hadi sadar.

"Aw," rintih Hadi sambil memegangi pinggangnya yang sakit, "Apa yang terjadi padaku?" tanyanya kemudian.

"Kamu tadi sepertinya mimpi buruk, Mas. Kamu teriak-teriak, terus seperti orang dicekik, habis itu tubuhmu terlempar ke lantai. Aku coba bangunin, tapi kamu nggak bangun-bangun, Mas," papar Murni cemas sambil memapah suaminya berdiri, lalu duduk di tepi ranjang.

"Pinggangmu sakit, ya, Mas?" Hadi menjawab dengan anggukan, lalu Murni menyiapkan air hangat serta handuk untuk mengompres pinggang suaminya yang tadi sempat membentur sisi meja riasnya.

Saat pinggangnya dikompres oleh istrinya, Hadi teringat dan ternging mimpi yang baru saja dialaminya. Seorang wanita dengan kedua mata bolong serta darah segar mengalir di pipinya, memaksanya mengembalikan bola mata yang diambilnya tempo hari. Mana bisa, bola mata itu sudah jadi feses barangkali.

Hadi menunduk lesu merasa bersalah. Kala mengambil belatung pada mayat kala itu, tidak semenyesal ini. Beberapa hari lalu tepatnya tengah malam menjelang dini hari, dengan perasaan tidak karuan, ia telah menyongkel kedua bola mata mayat seorang gadis yang meninggal sore harinya. Kegiatan menggali makam itu sudah dua kali ia lakukan bersama sang istri. Namun, kali ini, Hadi sangat dirundung penyesalan akan tindakannya itu.

Sementara Murni, dia sama sekali tidak menyesal. Bahkan terkesan sudah melupakan kejadian itu. Dia menjalani hari seperti biasa, seolah kejadian itu tidak pernah terjadi.

♥︎♥︎♥︎

Minggu pagi, Hadi ikut gotong royong membersihkan saluran irigasi di sawah. Musim kemarau hampir usai, dan musim penghujan akan segera mulai. Warga desa selalu rutin membersihkan dan membetulkan saluran irigasi. Agar saat hujan tiba saluran airnya lancar dan tidak keluar dari jalur membanjiri kebun warga.

Saat semua bapak-bapak itu sedang istirahat, duduk berkerumun di salah satu kebun warga. Ada yang merokok, minum dan makan. Semua sibuk masing-masing diselingi obrolan.

"Eh, kalian tahu tidak, makam gadis yang beru meningal kemarin lalu itu, malamnya ada yang gali," cerita salah satu warga. Sukses membuat Hadi yang sedang menenggak minum tersedak.

"Eh, kamu kenapa, Di?" tanya Pak RT.

"Tidak apa-apa, Pak," jawab Hadi sambil menutup kembali botol minumnya.

Bapak-bapak yang belum tahu tentang kabar makam gadis yang digali pun meminta pembuka topik obrolan untuk menyelesaikan ceritanya. Semua menyimak, termasuk Hadi. Seketika, Hadi kembali teringat dan terngiang mimpinya. Ia merasakan merinding pada tengkuknya.

"Sudah dua kali ini kejadian makam digali. Yang dulu itu, tidak ada yang hilang, tapi malang sekali nasib mayat gadis itu kehilangan kedua bola matanya." Pria paruh baya bernama Sapto kembali melanjutkan ceritanya. Sontak menuai berbagai reaksi beragam. Kebanyakan para pria lintas usia itu terkejut dan heran juga ngeri.

"Seram sekali. Untuk apa orang mengambil bola mata mayat?" sahut salah satu dari mereka.

"Entahlah. Mungkin untuk tumbal," balas yang lain.

Hadi hanya diam menyimak. Jantungnya tidak bisa tenang setelah mengetahui ternyata aksinya sudah kembali membuat warga geger. Hadi pikir ulahnya itu tidak ada yang mengetahui, tapi ternyata sudah ketahuan jika bola mata mayat itu hilang.

Hadi tidak bisa diam lagi, ia sangat penasaran akan bagaimana kasus itu bisa ketahuan. Hadi pun bertanya, "Bagaimana kok sampean bisa tahu berita ini, Pak? Apa makamnya tidak ditutup kembali?" Hadi pura-pura ingin tahu.

"Ditutup, tapi tidak rapi, dan keluarga mendapat firasat lewat mimpi katanya. Setelah keluarganya ngecek makam, ternyata mendapati makam anaknya seperti habis dibongkar. Untuk memastikan, pihak keluarga pun membongkar makam itu. Setelah dicek ternyata benar bola matanya sudah bolong."

Hadi ingat betul, malam itu ia terlalu merasa ngeri. Ditambah istrinya yang sudah merengek tidak sabar ingin segera memasak kedua bola mata itu. Sehingga ia menutup makam itu tidak seperti semula. Bahkan ia lupa kembali menancapkan salah satu nisan kayunya. Hadi merutuk dalam hati.

"Hiiii." Salah satu pria senja bergidik ngeri.

Hadi merasa aman, karena hanya itu yang warga tahu. Menurut berita yang beredar, pihak keluarga sejauh ini belum mengetahui siapa pelaku dan apa motifnya. Hadi lebih lega lagi, saat tahu pihak keluarga memilih untuk sabar dan ikhlas tidak membawa kasus ini ke meja hijau. Namun meski begitu, banyak warga yang penasaran dan sebagian melakukan penelusuran secara mandiri.

Sepulang gotong royong, Hadi menyampaikan berita yang ia dapat ke Murni. Murni malah tertawa.

"Memangnya ada yang lucu?" tanya Hadi kesal.

"Santai saja kenapa, sih, Mas? Toh kan orang-orang juga nggak ada yang tahu kalau kita pelakunya."

"Oke, sekarang kita masih aman, tapi kalau sampai kamu ngidam aneh-aneh lagi yang berkaitan sama kuburan dan mayat, nggak tahu deh, gimana nasib kita. Karena semua orang sudah waspada sekarang. Makanya, aku mohon banget, udah, jangan ngidam yang aneh-aneh lagi. Oke!" Hadi sampai menangkupkan kedua tangannya ke hadapan Murni memohon.

"Iyaaa. Cuma kan ... yang namanya orang ngidam itu nggak bisa diprediksi, Mas."

Hadi menghela napas kasar, lalu memilih pergi ke kamar mandi membersihkan diri juga membersihkan cangkulnya yang kotor usai digunakan gotong royong tadi.

♥︎♥︎♥︎

Pagi itu, Hadi mengantar istrinya ke pasar. Sampai di lapak salah satu penjual sayur mayur, ia mendapati beberapa ibu-ibu sedang merumpi. Menceritakan tentang terjadinya penggalian makam gadis tempo hari. Konon salah satu warga ada yang mengaku melihat dua sorot senter menuju makam desa sebelah. Warga itu bernama Bu Yati, rumahnya tak jauh dari makam tersebut. Kebetulan malam itu Bu Yati terbangun karena kambingnya melahirkan.

"Eh, ini dia Bu Yati. Sini, Bu!" Salah satu wanita melambai meminta yang bersangkutan mendekat. Setelah dekat, wanita itu diinterogasi.

"Bener, Bu Yati liat senter menuju makam pas malam kejadian makam digali itu?"

"Iya, tapi karena saya sibuk ngurus kambing yang lahiran, jadi tidak begitu memedulikan. Saya pikir orang cari jangkrik atau katak seperti biasa," balas Bu Yati. Memang benar, di desa mereka sering ada yang mencari jangkrik dan kodok untuk dijual ke pengepul.

Mendengar cerita itu, Hadi dan Murni saling pandang sejenak. Kemudian cepat-cepat menyelesaikan belanjanya. Lantas bergegas pulang. Sepanjang jalan pulang, Hadi dan Murni saling membisu. Mereka berdua ketar-ketir. Terlebih di jalan tadi dapat informasi tambahan, jika di makam gadis yang ia ambil bola matanya itu ada polisi.

♥︎♥︎♥︎

Malam itu malam Jumat. Suasana sedang gerimis, sesekali petir menyambar. Hadi dan Murni sedang berpikir akan bagaimana perkembangan kasus yang tengah didalami polisi itu.

"Bagaimana kalau sidik jari kita ada yang tertinggal di makam itu, Mas?" tanya Murni ketar-ketir.

"Ini semua salahmu. Kalau saja kamu ngidamnya tidak aneh-aneh, kita tidak akan terjebak dalam situasi runyam ini," sungut Hadi kesal.

"Ya gimana namanya aja orang ngidam. Kamu juga tau gimana situasinya saat itu, Mas! Lagi pula ini anakmu juga!" balas Murni sengit.

"Tapi, mungkin saja sidik jari kita sudah rusak. Soalnya kan setelah kita ada lagi orang yang menggali makam itu untuk memastikan. Lalu setelah itu hujan deras," ujar Hadi berspekulasi guna menenangkan hatinya dan hati istrinya.

"Iya juga, ya, Mas," sahut Murni sedikit lega.

Lalu hening beberapa saat, Murni dan Hadi khidmat menyeruput teh dan kopi yang sudah mulai dingin. Hadi menyomot bakwan di piring yang juga sudah dingin.

"Mas, tiba-tiba aku pengen sate ari-ari bayi," ucap Murni. Sukses membuat Hadi urung menyantap bakwan di tangan, kemudian menoleh dan menatap istrinya tak percaya.

ANAK IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang