MAKHLUK DARI NERAKA

62 0 0
                                    

Putri terbangun, kepalanya sedikit pening dan ia merasa gerah. Putri pun keluar kamar, tetapi masih terasa panas, akhirnya memutuskan untuk keluar, ke teras. Baru saja beberapa detik ia berdiri di teras ngadem, ada dua orang menyusuri jalanan yang tak jauh dari rumah yang ditinggalinya itu. Gelagat dua orang itu sangat mencurigakan. Putri pun tak kuasa menahan diri untuk tidak membuntuti secara diam-diam.

Putri berjalan mengendap-endap beberapa meter di belakang kedua orang tersebut. Sesekali gadis itu menyelinap ke balik semak atau pepohonan yang ada di pinggir jalan agar tak ketahuan. Hingga sampailah di gapura sebuah makam.

"Mau apa kedua orang itu ke makam dini hari begini?" batin Putri dahinya mengernyit penuh tanya.

Putri terus membuntuti kedua orang itu hingga sampailah di dekat sebuah makam yang gundukan tanahnya terlihat masih baru dan basah. Aroma air mawar masih semerbak, taburan kembangnya juga masih tampak segar. Jelas, itu kuburan baru. Sebuah nama tertulis di papan kayu nisan bercat putih itu 'Yuliasari binti Kasmirin.' Putri bisa melihatnya saat sorot senter orang di dekat makam itu menyorot tepat pada nisan.

Dahi Putri kembali mengernyit saat menyadari di tangan kedua orang yang sedari tadi ia buntuti terdapat cangkul dan sekop. "Mau apa mereka berdua?" Timbul tanya di hatinya.

Matanya membelalak saat salah satu dari kedua orang tersebut mulai menggali gundukan makam baru itu. Suara kedua orang itu terdengar tidak asing. Putri merasa pernah mendengarnya, yang jelas itu suara perempuan dan laki-laki. Wajah kedua orang itu tak nampak jelas. Selain posisi Putri yang agak jauh, kegelapan malam serta posisi kedua orang tersebut yang membelakanginya membuat penglihatannya tidak jelas.

"Cepatlah! Aku sudah tak sabar ingin memakan sup bola mata," rengek perempuan yang menunggu di tepi galian makam itu.

"Sabarlah sedikit! Aku sedang berusaha mencongkel bola matanya," sahut pria dalam liang lahat.

Sontak saja Putri melotot lagi dan kesulitan menelan ludah serta badannya jadi gemetar ketakutan. Bola mata mayat itu telah berhasil dicongkel. Wanita yang sedari tadi menunggu di tepi liang kubur tak sabar ingin segera pulang dan memasaknya menjadi sup. Sekeluarnya dari liang, badan sang pria gemetar hebat. Pria itu tampak kesulitan menghela napas, ia terdiam beberapa detik untuk meminimalisir perasaannya yang mungkin saja campur aduk. Sementara sang wanita terus merengek meminta cepat pulang.

Selesai menutup kembali makam, kedua orang tersebut berbalik dan tampaklah dengan jelas wajah mereka. Seketika tubuh Putri kaku bak tertancap di tanah. "Bu... Murni ... Pak Hadi," ucapnya lirih dan tercekat.

"Kau tidak seharusnya di sini! Kau tidak seharusnya ikut campur dengan urusan budakku!!!" Tiba-tiba terdengar suara seperti serak menggelegar dari belakang tubuh Putri. Dengan napas yang kembang kempis, Putri perlahan memberanikan diri menoleh ke belakang. Sesosok makhluk tinggi besar bak raksasa dengan kedua tanduk mengeluarkan percikan api, juga gigi-giginya yang runcing bak gergaji berdiri menjulang.

Putri berusaha memanggil Murni dan Hadi guna meminta tolong, tapi mulutnya seolah terkunci. Bahkan, Murni dan Hadi pun seolah tak melihatnya. Lidah iblis itu menjulur dan melilit leher Putri. Saat menempel di kulit lehernya terasa sangat panas bagai api terpanas. Putri merintih, tetapi rintihannya tertahan. Ia juga tercekik nyaris kehabisan napas. Detik kemudian, tubuh mungilnya dihempaskan dan terlempar sangat jauh. Pandangan matanya gelap, Putri hanya bisa merasakan tubuhnya melayang di udara, lalu ia seperti terjatuh ke tanah.

Perlahan Putri membuka matanya dan ... "Syukurlah, kamu sudah sadar, Put!" seru Ayu girang.

Mata Putri melotot saat mendapati ada Murni di sana.

"Kamu pingsan dari semalam. Kebetulan Bu Murni tadi ke sini antar makanan buat kita semua, terus pas tahu kamu pingsan, dia mau jenguk katanya," jelas Ayu saat menyadari ekspresi kaget sahabatnya.

Sebenarnya yang dikagetkan Putri bukan keberadaan Murni di sana, tetapi tatapan Murni yang terkesan mengintimidasi dan juga sesosok yang mendampingi wanita hamil itu. Adalah sosok yang menghempaskan tubuhnya semalam.

"Aku ambilin minum buat kamu, ya. Sekalian buat Bu Murni. Sama mau kasih tahu yang lain kalau kamu udah sadar," pamit Ayu. Putri hanya tersenyum samar, dan pasrah saat Ayu meninggalkannya berduaan dengan Murni.

"Kamu masih diberi keselamatan, jadi sebaiknya jangan macam-macam! Tutup mulutmu atau usiamu yang aku tutup!" ancam Murni lirih, lalu pergi begitu saja tanpa pamit.

ANAK IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang