Ayu pingsan selepas menjerit histeris sambil melihat perut Murni penuh ketakutan. Hingga setelah Magrib, gadis dengan perawakan imut itu baru sadar. Tentu saja, semua terpaksa harus tetap stay di rumah Murni dan Hadi. Selain Ayu yang pingsan, hujan juga memaksa rombongan anak dari kota itu untuk tetap tinggal.
"Kita ngapain masih di sini?" tanya Ayu sesaat ketika ia baru saja sadar.
"Kamu pingsan terus ketiduran, kita nggak tega mau paksa kamu bangun, Yu." Asti menjelaskan.
"Selain itu, di luar hujan. Setelah kamu pingsan, tak berapa lama langsung turun hujan deres banget dan lihat saja sampek sekarang nggak reda-reda." Dipta menyahut.
"Kita nggak seharusnya masih di sini. Kita harus kembali ke kontrakan." Ayu gusar.
"Kamu nggak denger di luar petir menggelegar?" Ruli menyahut dengan nada jengkel.
"Sabar dulu lah. Kita tunggu sampek hujan agak reda baru balik, oke?" Wendi mengharap kesepakatan Ayu sembari memegangi kedua pundak gadis berambut sebahu itu. Namun, Ayu bersikeras ingin segera enyah dari rumah Murni.
"Kamu kenapa, sih, Yu?" tanya Putri dengan lembut.
"Di sini hawanya sangat tidak nyaman, Put. Kamu kan anak indigo, masa nggak bisa ngerasain, sih?" balas Ayu sambil bersungut sebal. Putri hanya bisa menghela napas panjang, bukan dia tak merasakan hawa negatif di rumah Murni, hanya saja dia masih berusaha mencerna apa yang terjadi di rumah dengan tembok bata merah itu. Putri juga diam-diam mencari tahu asal hawa negatif tesebut. Namun, sejauh ini dia belum mendapat jawaban. Semua masih samar-samar.
"Udah, jangan berisik. Nanti tuan rumah terganggu. Pak Hadi dan Bu Murni sudah pamit tidur tadi," jelas Andre dengan suara lirih takut mengganggu.
"Iya, lagi pula kita tidak bisa kembali ke kontrakan malam ini. Kita harus menghormati mitos di desa ini bukan? Bukankah tadi Bu Murni bilang, jika malam tiba warga desa sini atau siapa pun yang ada di desa ini tidak boleh keluyuran," timpal Wendi lagi. Semua lantas terdiam sejenak. Namun, Ayu kembali bersikeras ingin segera keluar dari rumah Murni.
Setelah ditenangkan oleh sahabat-sahabatnya, Ayu akhirnya pasrah. Semua memutuskan untuk menginap. Tak ada pilihan lain. Selain menghormati mitos yang beredar di desa, mereka juga merasa tidak sopan jika harus pergi begitu saja tanpa pamit. Sedangkan mau pamitan tak bisa terkendala tuan rumah sudah pamit tidur meski waktu Magrib baru saja terlewat beberapa detik.
Malam pun terasa amat panjang, yang bisa tidur hanya Wendi dan Ruli. Sisanya tetap terjaga karena merasakan hawa yang tidak nyaman. Semua jadi satu di atas tikar yang menghampar di lantai ruang tamu. Kursi jerami di ruang tamu dipindahkan ke teras dan diganti tikar oleh Hadi, tadi sebelum menyusul istrinya ke kamar.
***
Sementara di dalam kamar, Hadi berusaha membujuk Murni yang ngambek karena cemburu tidak jelas. Berbagai upaya ia lakukan, tetapi Murni masih saja ngambek. Pungkasnya, Murni tidak mengizinkan Hadi tidur di atas dipan. Akhirnya Hadi mengalah tidur beralaskan tikar anyam di bawah dipan.
**
Ayu merasakan perutnya keroncongan. Hanya dia sendiri yang belum makan. Sementara yang lain sudah makan jamuan Hadi sore tadi. Asti dan yang lain juga sampai lupa kalau Ayu belum makan.
"Put, aku laper banget," rengek Ayu sambil memegangi perutnya. Semua pun baru sadar kalau Ayu belum makan.
"Maafin kita, ya. Kita sampek lupa kalau kamu belum makan," ujar Asti merasa bersalah.
"Oya, tadi Pak Hadi berpesan kalau Ayu bangun dan mau makan ada di meja dapur makanannya," ucap Putri memberitahu.
"Aku gak berani," balas Ayu lirih saat Putri dan Asti menyuruh Ayu ke dapur untuk makan, "Temenin," rengeknya kemudian.
"Ck, timbang ke dapur doang masa rame-rame, sih? Udah, kamu aja yang nemenin, Ti." Putri meminta Asti menemani Ayu. Asti pun nurut dan langsung mengajak Ayu ke dapur.
Sesampainya di dapur, ternyata Murni sedang duduk di salah satu kursi kayu di dekat meja makan. Ayu memegangi tangan Asti erat-erat, lalu menggeleng.
"Aku nggak jadi deh, makannya. Aku takut," bisik Ayu.
"Takut apaan, sih? Udah, pokoknya kamu harus makan. Kan kamu belum makan dari siang. Nanti malah pingsan lagi kamu," jawab Asti, lalu meminta izin pada Murni untuk ambil makan buat Ayu. Murni hanya mengangguk tanpa melihat ke arah Ayu juga Asti.
"Nih, makan!" titah Asti setelah mengambilkan sepiring makanan untuk Ayu lengkap dengan sayur jantung pisang dan lauk telur dadar. Ayu makan seperti orang kesetanan. Bukan karena lapar, tapi karena ketakutan.
"Pelan-pelan, Yu." Peringatakan Asti tak dihiraukannya. Selesai makan langsung minum, dan mengajak Asti kembali ke ruang tamu dengan tergesa. Meninggalkan Murni yang masih duduk di kursi dekat meja makan tanpa ekspresi.
Saat Ayu dan Asti sampai di depan pintu sebuah kamar, pintu itu terbuka, lalu Murni keluar dan bertanya, "Dari mana kalian?"
Sontak saja membuat Ayu dan Asti mematung sambil melotot ke arah Murni berdiri.Perlahan, Ayu dan Asti kompak menoleh ke arah dapur. Sosok yang menyerupai Murni masih duduk di sana, dalam sekejap mata kepala sosok yang duduk di kursi dapur itu berputar 180 derajat. Badannya membelakangi sementara kepalanya menatap Ayu dan Asti dengan senyum seringai menyeramkan.
Ayu dan Asti ingin berteriak dan berlari, tetapi kaki serta mulutnya seolah terkunci. Mereka hanya bisa diam mematung di sana. Sekuat tenaga Ayu dan Asti mengalihkan pandangan mereka ke sosok Murni yang ada di hadapan mereka dan sedang menatap penuh keheranan.
"Kalian kenapa?" tanya Murni kemudian.
"Aaak!" jerit Ayu dan Asti pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK IBLIS
HorrorMurni dan Hadi adalah pasangan suami istri yang sudah lama menikah, tapi belum juga dikaruniai keturunan. Berbagai macam cara telah mereka lakukan demi mendapat seorang anak, baik secara medis atau non medis. Namun, tidak kunjung membuahkan hasil. S...