HILANG MISTERIUS

66 0 0
                                    

"Syukurlah, kamu sudah sadar, Put," ucap Andre lega.

Kini, semua berkumpul di kamar menyaksikan Putri yang duduk terbengong. Ia masih syok dengan ancaman Murni.

"Hei, kamu kenapa?" tanya Dipta yang menyadari kalau Putri tampak pucat.

"Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Kita tidak perlu melanjutkan ekspedisi ini. Teman-teman kita yang sudah tiada, sebaiknya kita ikhlaskan saja!" tegas Putri tiba-tiba.

"Kenapa, Put? Ada apa?" Ayu bertanya seraya memegang bahu Putri.

"Nanti, aku jelasin kalau kita sudah sampai rumah di kota. Di sini terlalu berbahaya. Kita harus segera berkemas dan pergi meninggalkan desa ini. Secepatnya!" ujar Putri tegas, lalu bergegas berkemas.

Beberapa terbengong, tidak mengerti maksud rencana kepulangan Putri yang mendadak. Sebagian langsung berlari berkemas.

"Memangnya, harus sekarang banget, ya, Put?" tanya Dipta, ia salah satu orang yang masih bingung juga.

Putri mengangguk mantap, "Cepat berkemas!" titahnya kemudian setengah memekik. Dipta dan beberapa yang semula masih terbengong pun akhirnya bergegas berkemas. Lantas, semua pun kini sudah ada dalam satu mobil yang berjalan keluar desa.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Put?" tanya Ayu.

"Kita tidak perlu lagi melakukan penelusuran. Di sana terlalu berbahaya," jawab Putri.

"Tapi, sayang dong, perjalanan kita selama ini. Kita sudah melangkah sejauh ini, dan kita belum dapat video apa pun. Bahkan kita belum sempat untuk melakukan penelusuran di makam tempat yang konon bola mata salah satu mayatnya dicongkel itu!" gerutu Wendi.

"Iya, buang-buang biaya sama energi aja, tapi nggak dapat hasil apa-apa," sambung Andre ikut kesal.

"Berbahaya kenapa? Nyatanya sejauh ini kita baik-baik saja," timpal  Asti. Dimas dan Ruli ikut mengiyakan pernyataan Asti.

"Aku sudah tahu penyebab kehororan yang terjadi di Desa Kembangan. Aku juga sudah tahu siapa pelaku pencongkelan bola mata pada salah satu mayat tersebut," ujar Putri lantang. Antara kesal dan juga takut, entah kenapa perasaannya mendadak campur aduk.

Sontak, Dipta pun mengerem mendadak dan semua terkejut serta ada juga yang tidak percaya dengan pernyataan Putri. 

"Memangnya, siapa pelakunya?" tanya Ayu penasaran. Belum sempat menjawab pertanyaan tersebut, tiba-tiba perut Putri sangat mules. Putri meringis memegangi perutnya, ia meminta Dipta mencari toilet umum atau di rumah warga. Sudah melaju beberapa ratus meter, tetapi tak jua menemukan toilet umum.

"Sudah, berhenti di sini saja. Aku sudah tidak tahan lagi," ujar Putri. Dipta pun menghentikan laju mobil, dan Putri bergegas turun, lantas berlari ke sebuah bangunan yang kalau dilihat dari penampakannya seperti rumah yang sudah lama kosong. Sekelilingnya penuh semak belukar, dan bangunannya sudah tidak layak huni.

"Biar aku saja yang menemani," ujar Asti lantas turun dari mobil dan menyusul Putri.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Asti dan Putri tampak keluar membelas semak di pelataran rumah tersebut. Sesampainya di dalam mobil, Putri menolak cerita, ia mengeluh sakit dan ngantuk. Sepanjang perjalanan pun, Putri tertidur pulas, dan temannya memaklumi.

"Put, sudah sampai," ujar Ayu setelah mereka sampai di depan rumah, Putri pun terbangun, lalu turun. Beberapa membantu menurunkan barang milik Putri. Wajah Putri tampak pucat, dia juga masih banyak diam, sesekali hanya menyahuti ucapan temannya dengan anggukan atau gelengan saja. Seperti saat Dipta menyarankan ke rumah sakit, Putri menolak dengan gelengan. Saat Asti menyarankan lekas istirahat, Putri mengangguk. Setelah memastikan sahabatnya itu aman sampai rumahnya, barulah semua bergegas pergi, pulang ke rumah masing-masing.

***

Keesokan harinya, semua pun membuat kesepakatan untuk berkunjung ke rumah Putri, guna memastikan kondisi sahabatnya itu. Dipta, Andre, Ruli, Wendi, Dimas, Asti dan Ayu, masing-masing patungan untuk membeli buah tangan berupa buah dan makanan kesukaan Putri.

Sesampainya di rumah Putri, Dipta yang mengetuk pintu. Beberapa menit kemudian, ibunya Putri keluar dengan ekspresi wajah penuh kekagetan.

"Loh, kalian sudah pada pulang?" tanya ibunya Putri, Bu Arni namanya. Semua sahabat Putri pun terdiam dan saling pandang penuh kebingungan pula.

"Putri mana?" tanya Arni. Sontak semua sahabatnya pun makin bingung lagi.

"Sebentar, maksud Tante apa, ya?" tanya Ayu bingung.

"Kami ke sini mau jenguk, Putri, Tan," timpal Wendi.

"Jenguk gimana?! Wong Putri belum ada pulang kok! Dan memangnya apa yang terjadi sama Putri?" tanya Arni setengah memekik.

Dipta dan yang lain pun dilanda kebingungan. Diam tanpa kata, saling pandang tidak mengerti apa yang terjadi.

"Tan, kemarin kami pulang, dan sebelum kami pulang ke rumah masing-masing, kami ke sini dulu antar Putri. Setelah Putri masuk rumah, kami baru pergi," jelas Dipta dan semua pun mengiyakan.

"Tapi, nyatanya Putri tidak ada, belum ada tanda atau jejak kalau Putri sudah pulang!" teriak Arni mulai panik. Semua pun lantas masuk ke kamar Putri guna memastikan, dan benar saja, barang-barang Putri yang Dipta letakkan di meja samping ranjang pun raib. Tidak ada tanda bahwa Putri telah pulang. Lalu, siapa sosok yang kemarin mereka antar pulang? Dan di mana sesungguhnya Putri berada?







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANAK IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang