UN-7

13 3 1
                                    

Satria's


"WOOO!!!"

Gue melompat keluar dari dive boat yang baru saja bersandar di dermaga kecil dekat bangunan utama E'A Resort. Ditemani oleh beberapa staff Ananta, gue berhasil mewujudkan keinginan terpendam gue selama ini. Kenapa gue bilang terpendam karena sejak disibukkan oleh urusan kantor, gue nggak punya waktu untuk sekadar bersenang-senang sendirian. Kadang gue pengen liburan, tapi keinginan itu harus gue tahan karena jadwal kerja gue seringnya nggak tahu waktu. Atau gue saja yang malas mengatur waktu?

Setelah menghabiskan waktu selama berjam-jam di tengah lautan Wakatobi untuk diving dan main air sepuasnya, kapal yang gue tumpangi bersandar dengan selamat di tepi dermaga. Tubuh gue yang kemarin sama sekali nggak berdaya karena kebanyakan muntah-muntah seketika berubah bugar.

Gue nggak menyesal menyetujui ajakan Ananta ke tempat ini.

"HAHAHAHA ..."

Kepala gue otomatis bergerak ke segala arah begitu suara-suara ramai itu kian terdengar semakin jelas. Kalau tadi gue hanya dengar suaranya samar-samar, sekarang gue juga bisa melihat beberapa orang berkumpul di dekat pantai yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat gue berjalan. Di sana, orang-orang itu sedang tertawa heboh.

"Smash, Na, smash!" aku berhenti melangkah. Seorang perempuan yang kukenal saat ini sedang mengambil ancang-ancang–siap melompat–ketika bola dari arah berlawanan melambung ke arahnya. Detik berikutnya, ia memukul bola itu dengan keras dan melakukan pendaratan secara sempurna. Bola memantul tepat di daerah lawan. Sorakan gembira diserukan dari penonton yang berdiri di sisi lapangan, menandakan bahwa tim yang didukungnya berhasil meraih poin.

"Mereka tamu resor juga, 'kan?" gue beralih pada Rian, satu-satunya staff Ananta yang tersisa karena yang lain sudah lebih dulu berpamitan. Pertanyaanku disambut anggukan oleh Rian.

"Rombongan peneliti dari NatGeo itu, Pak."

"NatGeo? Mereka?" gue mengernyit tak percaya, tapi lagi-lagi Rian hanya mengangguk.

Tatapan gue kembali ke lapangan voli alakadarnya–lebih ke darurat sih–di depan sana. Gue bilang begitu karena hanya ada net yang ditali pada tiang bambu dan garis pembatas yang terbuat dari tali rafia.

Gue melipat lengan di dada. Pikiran soal kembali ke kamar resor untuk mandi dan berganti pakaian sirna sudah. Berdiri di sini membuat gue bisa melihat jelas kalau tim supporter terbagi atas dua regu meskipun mereka berbaur menjadi satu.

Laki-laki berwajah Eropa yang berada dalam tim yang sama dengan Nina tersenyum percaya diri. Dengan langan memegang bola, ia bergerak ke belakang tubuh Nina. Menggunakan tangan kiri, lelaki itu melempar bola ke atas. Begitu bola melambung seperti perhitungannya, ia melompat dan memukul bola ke daerah lawan. Jump service.

Jump service disambut mudah oleh tim lawan dengan passing atas. Bola dioper kepada teman satu timnya yang sudah mengambil posisi siap. Saat bola melambung, seorang perempuan berambut pirang memukul bola dengan kencang. Smash.

Nina bergerak gesit, bola ditangkisnya melewati net.

"YUHUUU, KITA MENANG!" supporter tim Nina berlari ke lapangan dengan teriakan heboh. Nina berhasil memenangkan pertandingan. Mereka melompat-lompat bahagia, begitu juga dengan Nina.

Gue memutar tubuh saat sorakan heboh yang menjadi perhatian gue tadi berbondong-bondong menggendong Nina dan laki-laki berwajah Eropa menuju bibir pantai. Mereka kompak menceburkan satu tim bola voli yang baru saja menang itu ke dalam air. Gue geleng-geleng tidak percaya. Kenapa yang menang yang diceburin coba? Gue nggak habis pikir.

U N E X P E C T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang