Keruntuhan

1.3K 115 40
                                    

23 Juli 2018

Setelah sadar dari pingsan, Algu sebenarnya hendak dibawa ke rumah sakit karena semua orang khawatir jika kondisinya memburuk, namun dengan rengekan dan usaha yang keras akhirnya Algu berhasil meyakinkan semua orang bahwa dia baik-baik saja. Padahal sangat tidak sesuai dengan mukanya yang pucat dan rambut yang lepek karena tidak berhenti mengeluarkan keringat.

Anak Jawar dan Kila itu masih bisa tersenyum disaat kedua orangtuanya kelimpungan berusaha membangunkan dirinya serta dua saudara nya yang tidak bisa berhenti menangis karena panik.

Kini langit mulai gelap, Algu baru saja selesai makan malam dibantu bunda yang menyuapi, Anak itu masih nampak lemas, membuat sang adik kembali diam-diam dihantui rasa takut tanpa sebab melihat kakaknya yang tiba-tiba pingsan seperti itu dan karena hal itulah membuat Dalung sejak tadi tidak beranjak sedikit pun dari sisi sang kakak. Dia hanya duduk di tepi ranjang seraya memperhatikan ayah, bunda dan kakak Jonu nya mengurusi Algu.

Dalung diam-diam memperhatikan seksama bundanya yang sejak tadi selalu mengusap air mata tapi tidak terdengar suara menangis setiap kali memandangi kakak nya. Dalung berpikir seperti ada sesuatu yang bunda tutupi dengan segala perasaan yang Dalung sendiri tidak ketahui, mungkinkah bunda nya itu merasakan sesuatu yang seperti Dalung rasakan atau bagaimana. Dalung sampai tidak berani bertanya.

Pandangan Dalung lantas beralih pada sang ayah yang tangah memijat tangan Algu yang bersandar lemas di dada bidangnya. Algu suka di pijat-pijat seperti itu, dia sering minta Dalung memijati punggungnya dan nanti diberi uang.

Hati Dalung jadi bergerak ingin memijat kaki kakaknya yang telapaknya terasa dingin. Bukan karena ingin mendapat uang, hanya saja, Dalung rasa kakaknya butuh ini karena terlihat sangat lemas.

Algu membuka mata segaris saat merasakan kakinya ada yang menyentuh. Ia tersenyum membuat Dalung juga ikut tersenyum.

"Ini Bunda airnya." Jonu datang membawa nampan yang berisi air hangat lalu meletakkan di nakas.

"Makasih kak." Sahut Kila dan diangguki, "Kak Algu mandinya sementara di lap bunda ya? habis itu minum obat terus tidur."

Jawar membenahi posisi Algu lalu membuka kancing baju sang anak yang basah. Sesekali Jawar menyeka keringat yang ada dikening lalu mengecup rambut basah itu dengan sayang. Hati Jawar merasa hancur, ia tak tahu harus bagaimana memulai tentang kondisi Algu yang sebenarnya pada dua anaknya nanti.

Sama halnya pada Kila, sembari menyeka tubuh si tengah, pikirannya berkena jauh. Puteranya yang ini begitu aktif, lalu bagaimana cara mengatakan kalau kedepan ia tak boleh bermain dan fokus pada pengobatan di rumah sakit? Kila tahu, itu pasti akan sulit Algu terima.

"Bunda."

Atensi Kila sontak naik kala mendengar suara lirih dan pelan Algu. "Iya sayang? Ada yang sakit? atau udah mau ya ke rumah sakit sekarang?"

Algu menggeleng pelan.

"Bunda masih marah?" katanya.

Beralih menyeka leher, Kila lantas tersenyum. "Menurut kakak, sekarang bunda keliatan masih marah atau enggak?"

Algu menggeleng namun tatapannya tak lepas dari mata bunda. "Tapi bunda diem aja dari tadi, ayah juga. Gak kayak biasanya kalau kita sakit bunda pasti ngomel-ngomel."

Semuanya seketika terdiam, kecuali Dalung yang ikut mengangguk setuju seraya memekik, "Iya, kok dari tadi bunda diem aja sambil nangis-nangis? Dalu, kan jadinya takut buat ngomong."

"Kok Bunda nangis? Kenapa?" Tanya Algu.

Baik Jawar maupun Kila, mereka berdua saling pandang. Ntah apa yang harus mereka tanggapi untuk dua anaknya, berbeda dengan Jonu yang tetap tenang dan diam jika kedua orangtuanya tidak mengizinkannya bicara. Sudah jadi kebiasaan.

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang