Dubia At Bonam

898 81 36
                                    

🐥🐯🐰🦄

Florida, 20 Desember 2018

Masih di situasi yang sama, dalam kamar ICU yang dingin itu, Jawar senantiasa menemani putera tengahnya menjemput mimpi sampai jam besuk usai. Usapan juga terus Jawar berikan berharap si anak merasa nyaman lalu terlelap, namun tiga belas menit berlangsung, si anak rupanya tak menemukan kenyamanan.

Rasa sakit yang tak bisa dijelaskan dibeberapa titik tubuh membuat kening berkeringat itu terus mengkerut diikuti suara ringisan kecil yang siapa saja mendengar akan ikut merasakan kesakitannya.

Obat Pereda nyeri tak bisa terus menerus diberikan, dampaknya bisa buruk, maka mau tidak mau, Algu harus menahan rasa tidak nyaman tersebut ntah sampai kapan.

"A-ayahh..." Panggil Algu begitu lirih dan terbata

"Iya? Perlu Ayah panggilin Dokter, Kak?"

Algu menggeleng. Ia masih mengumpulkan tenaga untuk bersuara melalui raupan udara dalam masker oksigen yang ia pakai.

"Jo...T-tau."

Jawar mencondongkan badan lebih dekat lagi. Telinganya tidak terlalu mendengar lantaran tertimpa suara EKG yang terlalu besar mengalahi suara anaknya.

"Apa, Kak?"

"Jo..T-tau hh..."

"Kak Jo?" Diangguki. "Tau apa?"

"T-tadi Jo...n-nelpon liat aku s-sakit--" Algu menarik nafas lebih dalam, "B-bilangin, A-aku gak pa-pa."

Mata sang Ayah tak lepas menyorot mata Lelah sang anak. Sudut bibirnya dipaksa naik dengan anggukan samar. Kakakmu bahkan udah tau dari awal kalau kamu gak baik-baik aja.

"Nanti Ayah kasi tahu."

"Da-lu, gak boleh t-tau. Bilangin Jo..."

"Iya nanti Ayah minta tolong Kak Jo supaya tutup mulut."

Algu mengangguk. Ya, dia harap Kakaknya dapat diajak kerja sama. Algu sungguh tak tega, bagaimana nasib Adiknya jika sampai tahu kondisinya begini. Adiknya pasti akan sedih dan tidak mau Sekolah dan mungkin yang terburuknya Dalung akan jatuh sakit.

Adiknya harus sehat, harus ceria dan melakukan apapun yang dia suka tanpa memikirkan keadaannya, supaya tidak beban dan kesulitan beradaptasi lagi. Cukup Algu yang sakit, biarkan ia berjuang menghadapi sakit ini, adiknya cukup tahu keadaan baik saja.

Itu terus menerus yang tertanam dalam batin Algu saat ini. Memikirkan tentang adik dan Jo di Bali sana membuat Algu jadi mengantuk, ditambah usapan Ayah cukup ampuh menyerap rasa tidak nyaman dalam tubuhnya.

"Tetap jadi anak Ayah yang kuat, Algu. Makasih udah berjuang." Jawar bertutur lembut, membisikan lantunan doa yang tidak pernah absen ia sebutkan sembari menunggu kelopak mata itu menutup diringi hembusan nafas stabil.

Jam besuk yang sebenarnya telah lewat beberapa menit lalu terpaksa diperpanjang lantaran tangan Jawar tak bisa dilepas dari genggamannya anaknya. Ia menunggu sampai genggaman itu mengendur sendirinya dan barulah ia meninggalkan ruangan.

Kini Ayah yang telah sah empat anak tersebut masih duduk terdiam dengan kepala bersandar di tembok. Mata yang terlampau Lelah itu memejam sejenak. Mengistirahatkan tubuhnya dari kegiatan yang menguras tenaga dan membuatnya tak tidur selama dua hari.

Dalam keheningan bangsal ICU, Ponsel Jawar berdering.

80 panggilan masuk cukup membuat bola mata Jawar terbuka lebar. Ia mengegakkan tubuh.

"Astaga lupa ngabarin Kakak." katanya pada diri sendiri, dan tangannya langsung tertuju layar memanggil.

"Kak maaf, Ayah baru sempat nelfon—-"

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang