Keinginan vs Kesalahan

766 84 49
                                    

🐥🐯🐰🦄
.
.
.

Florida, 10 Januari, 2023

"K-keluar d-darah.." Dalung bicara gemetar, "Mulut Kakak...k-keluar darah.."

Jonu yang mengemudi seperti orang kesetanan hanya mampu melirik dari spion atas. Melihat sang adik yang begitu panik melihat muntahan Algu yang bercampur darah di tangannya.

"Kakak... kenapa gini."

Meskipun sangat takut namun Dalung tetap sigap menyeka mulut Algu menggunakan tissue lalu membenarkan kepala sang Kakak yang nyaris libung ke bawah.

Tubuh Algu yang di posisikan miring dengan kepala yang bersandar di paha sang adik tetap tidak bisa diam, masih tersentak dan bergetar dengan mata yang masih berputar ke atas.

"Jangan nangis Dalu! Nangis cuma akan buat keadaan makin runyam. Bersihin muntahannya biar Algu bisa napas, jangan sampai dia keselek."

Sebagai orang awam, Jonu memahami keluarnya darah itu sebagai pertanda yang tidak baik. Ia masih berpikir waras untuk menuntun Dalung agar tetap memprioritaskan Algu dari pada hanya mengeluarkan air mata.

Jonu sadar, di posisi sekarang, menangis adalah suatu reaksi wajar. Dalung pertama kali melihat keadaan Algu seperti ini sehingga wajar membuat adiknya kehilangan kendali, namun ini genting. Mereka harus selalu mempersiapkan diri jika dihadapkan situasi tak terduga seperti ini terlebih apa yang tejadi saat ini adalah kesalahan mereka. Konsekuensi apapun yang akan diterima nanti, Jonu dan Dalung harus siap.

Pemuda itu lantas memacu gas lebih kencang, berharap segara sampai di rumah sakit.

Begitu mobil sampai tujuan. Kedatangan mereka rupanya telah di tunggu Dewa dan beberapa tim medis lainnya. Saat mendapatkan panggilan darurat dari Dalung, Dewa lantas menyuruh keduanya lekas membawa Algu ke rumah sakit, alih-alih menyusul.

Saat pintu dibuka, Dewa tak bisa lagi berkata-kata. Dalung menangis dengan tangan yang menahan kepala Algu yang bergetar. Celana pemuda tersebut dipenuhi banyak muntahan yang terus keluar dari mulut sang Kakak. Terakhir, bahkan sampai tubuh Algu di pindahkan ke brankar, Dalung masih diam mematung di dalam mobil. Menatap tangannya sendiri yang penuh cairan coklat bercampur bercak merah.

Suara tercekat yang keluar saat darah muncul dari mulut Algu masih terngiang dan membuat pikirannya tidak karuan. Bayangan yang paling Dalung takuti muncul. Mati. Dalung tidak mau Algu mati karena kesalahannya.

Kakaknya begitu kesakitan, entah bagaimana rasanya di posisi itu, yang jelas Dalung benar-benar merasa ruh nya terlepas setiap kali rintihan itu terngiang.

Dan Ini mengingatkan Dalung saat menemukan Algu yang terbaring di kamar mandi. Situasi yang sama mengerikannya seperti waktu itu.

Dalung...

Tidak mau melihat hal-hal seperti itu lagi. Dalung sangat takut.

Kabut gelap masih menyelimuti binar Dalung dengan segala pikiran buruknya, Bahkan sampai Jonu menarik tubuhnya keluar dari mobil, Dalung masih saja terdiam. Tubuhnya dipaksa bangkit dengan Kaki tetap terus melangkah seiring Kakaknya menuntun menuju UGD. Suara Jonu yang berbicara juga tidak masuk dengan baik dalam pendengarannya seakan raga Dalung benar-benar terlepas.

"Dalung!"

Barulah Dalung menoleh saat Jonu yang tiba-tiba sudah mencengram bahu nya. Berlutut depannya, memandang cemas.

"Tenang. Algu gak bakalan kenapa-kenapa. Ini Minum."

Dilihatnya sekeliling, rupanya dia telah duduk di bangku tunggu.

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang