Warning! Biar gak bingung sama alurnya, silahkan perhatikan baik-baik keterangan tempat, tanggal dan tahun.
.
.
.🐥🐯🐰🦄
Florida, 31 Desember 2022
Kurang lebih 15 menit memikirkan banyak hal dalam lamunan di tengah malam, Otak Algu akhirnya kelelahan hingga merangsang sensor kantuknya muncul.
Malam itu, Ia berakhir tidur cukup pulas lalu berharap bangun di pagi hari dengan kondisi tubuh yang lebih lega, kemudian bisa lekas pulang agar bisa mengabiskan masa libur Dalung yang singkat.
Rencananya Algu ingin memenuhi keinginan adiknya itu dengan bermain salju, sekalian mencari celah agar Adiknya itu bisa dekat dan tidak ketus pada si bungsu, begitupun sebaliknya.
Namun semangat mencapai itu sepertinya tidak mudah, sebab Algu tahu, ada banyak rintangan yang sewaktu-waktu terjadi, misalnya, kondisi tubuhnya yang tidak merestui. Meski optimis akan baik-baik saja seperti sebelumnya, nyatanya, fakta yang baru diketahui membuatnya sedikit kecewa.
Tepat dua jam tidur nyaman, Algu terbangun, kira-kira pukul 5 pagi, perkara hawa dingin sebelah tangannya yang menganggu, membuat linu. Dan baru Algu sadari, tangannya tidak ditutup selimut karena sebelumnya Dalung menggenggam dan sekarang anak itu malah tidak ada di kamar.
Pandangan Algu kembali mengedar, ranjang tidur juga kosong, Ayah dan Bunda tidak ada.
Algu sempat berfikir bahwa mereka bertiga keluar mencari makan setelah melihat pintu yang tidak tertutup rapat. Sepertinya tidak jauh, karena yang dia tahu, jika keluar lama, Adiknya tidak akan dibiarkan tinggal berlama-lama tanpa Bunda. Ara kan anak Bunda sekali.
Algu memutuskan untuk turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Dengan langkah tertatih, anak itu menguatkan diri agar pijakannya tetap kokoh. Dua tangannya bersandar kuat pada tiang infus yang diseretnya. Ini adalah berdirinya yang pertama setelah empat hari hanya mampu berbaring di ranjang dengan keadaan lemas.
Langkah kaki Algu berhenti bergerak. Sayup-sayup dalam rungu, ia mendengar suara isakan lirih yang sesegukan.
Suaranya berasal dari luar kamar. Algu bisa dengar itu, maka tujuannya kini tak lagi kamar mandi, tapi pintu yang terbuka di sebelahnya.
Kembali terdengar, suara tarikan ingus di hidung makin mengeras. Jelas, seseorang kini sedang menangis.
Sampai di ujung pintu, Algu mulai paham bahwa seseorang yang menangis itu adalah adiknya.
Dalung tak menyadari keberadaannya karena posisinya sedang menyamping—bahu dan kepala menempel pada tembok dan membelakangi pintu.
Sebelumnya Algu heran apa yang dilakukan adiknya tengah malam seperti itu di sini. Kiranya dia mengigau sambil berjalan atau tengah bertelfonan diam-diam dengan kekasih lalu bertengkar, mengingat anak itu sedang masa puber. Namun semua pikiran Algu segera ditepis kala suara lainnya mulai terdengar.
"Aku takut. Aku gak bisa." Itu suara Bunda.
Rupanya Dalung menguping dengan leluasa tanpa ketahuan, sebab keberadaan Bunda ada di balik tembok tempat Dalung berdiri---duduk di sudut belokan kamar Algu.
"Gak ada dua tahun, Mas dan kita belum apa-apa."
"Kita gak pernah tahu gimana nasib bawa kehidupan kita, Bun. Kita jalanin bareng-bareng ya? Bunda harus kuat buat anak-anak." kali ini suara Ayah yang terdengar berusaha tegar.
Ada apa? Algu makin penasaran. Ia melangkah satu kaki dengan agar samar-samar suara kedua orangtuanya berbicara makin terdengar.
"Aku gak bisa lagi maksa Algu untuk seperti dulu, Mas. Udah cukup yang kemarin buat Algu sakit hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Sebagaian cinta untuk saudara tersayang.