🐥🐯🐰🦄
.
.
.Tanpa diseka, air mata Dalung terus mengalir membasahi daun telinga hingga berlabuh pada bantal. Membuat Dalung tidak nyaman lantaran hawa tubuh yang terasa panas disertai sensasi dingin karena sarung bantal yang terasa lembab.
Satu-satunya langkah untuk mencegah adalah dengan menyeka air mata agar tidak menggenang semakin lebar. Akan tetapi, sejauh ini Dalung tidak berani bergerak sedikit pun lantaran takut mengganggu Bunda yang tengah terisak di sisinya.
Hampir satu jam lamanya, Dalung membiarkan tangisan Bunda mengalun di setiap sudut ruangan. Matanya hanya menatap langit-langit kamar sembari merasakan sensasi panas dingin yang tubuhnya alami.
Perlahan namun pasti, Isakan-isakan pilu yang didengar bagaikan magnet yang berhasil menarik hati kecil Dalung untuk turut merasakan kesedihan Bunda. Ringisan yang coba Bunda tahan tetap terdengar dan membuat hati Dalung merasakan sesak tanpa sebab. Hingga, dalam keadaan baring, Dalung menggeser kepala, mencoba mencari tahu penyebab isakan itu pulu terjadi.
Bunda bersandar dengan kedua tangan menangkup sesuatu. Yang Dalung lihat hanya tubuh Bunda yang bergetar dengan ucapan lirih yang sempat terdengar,
"Algu sayang, maafin Bunda.."
Membuat Dalung refleks melirik ke arah nakas.
Buku milik Algu tak ada di tempatnya, dan dengan mudahnya Dalung menarik kesimpulan jika Bunda menangis karena membaca catatan sang Kakak.
Dalung kembali meluruskan kepala, lalu tak lama menghela nafas pelan.
Tidak heran apabila tangisan Bunda sampai seperti itu. Dalung memaklumi, sebab setiap curahan hati yang Algu tuang dalam catatannya memang menyayat hati bagi siapapun yang membaca.
Dalung tidak tahu namun juga penasaran, catatan yang mana yang membuat Bunda meraung hingga mengujar kata maaf begitu lirih. Dalung rasa itu di semua bagian, sebab setiap lembar selalu mencurahkan kesedihan yang Kakaknya rasakan, bahkan guyonan dan keluhan konyol yang seharusnya membuat orang tertawa justru malah menambah isakan semakin kecang.
"Bunda?"
Si bungsu pemilik suara gemas itu menyembulkan kepala dari balik pintu. Mengakhiri tangisan Kila detik itu juga.
Kila cepat-cepat menghapus air mata, menutup Notebook dan meletakkannya di lantai. Ekspresinya berubah begitu langkah kecil Ara perlahan mendekat.
Memaksa senyumnya mengembang. "Iya, Sayang, ada apa?"
"Bunda, susu."
Kila mengusap kepala si bungsu kemudian mencubit pipinya dengan gemas,
"Eugggh, gemes Bunda. Susu, susu susu lagi." Ucapnya dibuat-buat gemas. "hari ini udah minum susu lima kali. Gak ada susu, Makan dulu baru boleh minta susu."
Ara menggeleng dan mencebik. "Ihh Susu Bunda, susu!"
Kila mendekap Ara begitu suaranya menyaring, takut menganggu si ketiga yang tengah tertidur.
"Sayang, Kakak Dalu masih tidur, gak boleh teriak-teriak!" tegurnya.
"Tapi Dalu bangun."
Ketahuan! Dalung telat menutup mata saat anak kecil itu mendekat. Padahal dalam hati, sejak tadi menggerutu, semoga tak sampai mulutnya bocor. Tapi sia-sia. Si kecil lebih dahulu memekik. Alhasil, Dalung hanya melirik sinis adiknya kemudian kembali melengos melihat lampu redup di atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Sebagaian cinta untuk saudara tersayang.