Akhir di Awal

25 3 23
                                        

Lian tersenyum lebar begitu melihat sosok yang mengekori Dhaka ke luar kelas di jam pulang sekolah siang itu.

Mencegat ke duanya yang menjadi siswa terakhir yang keluar, dia langsung mengulurkan tangan.

"Hai, gue Lian. Berlian."

Kaget langsung ditodong begitu, pemuda berwajah oriental di hadapannya itu melirik Dhaka. Seolah bertanya apa Dhaka mengenalnya atau tidak.

Namun, Gavin Andhaka tak menangkap lirikannya. Dia malah mendecak kesal dan lelah karena tahu jelas apa tujuan Lian, sahabat sejak masa-popoknya itu.

"Ryoma."

Tak enak hati mengabaikan tangan Lian menggantung terlalu lama, pemuda tampan tadi yang memang merupakan murid baru di sana, dengan ragu akhirnya menyambut uluran tangan mungil itu.

"Hah, Rhoma?"

"Ryoma."

"Oh... Rama."

Dih, budeg beneran, lo? Dhaka memutar bola matanya malas. Sebenarnya gatal sekali ingin melempar Lian ke lantai bawah.

"Ryo-ma, Lian," ulang si pemilik nama penuh kesabaran.

"Ih nama lo susah banget deh. Gue panggil sayang aja lah." Lian menyahut tak tahu malu.

Tuh kan, si anjir. Emang modus ini cacing satu, batin Dhaka. Menepuk jidat saking lelahnya dengan sifat centil makhluk yang sialnya dia sayang itu.

Ryoma membelalakkan mata, terkejut dan takut. Dia baru berniat menarik tangannya, namun Dhaka lebih dulu memisahkan tangan keduanya dengan wajah kesal.

"Jangan digangguin, anjir. Dia di sini belom ada sehari. Bisa-bisa besok langsung pindah lagi gara-gara takut sama lo."

"Aku cantik banget begini masak bikin takut. Ya kan?" Tak melirik eksistensi Dhaka sedikitpun, Lian enggan melepas tatapan dan senyum lebarnya dari Ryoma yang sudah berkeringat dingin.

Ya bagaimana bisa dia berpaling jika di sekolah mereka akhirnya muncul sosok tipe idaman yang sudah lama dia cari untuk jadi cinta monyetnya.

Tapi kalau yang muncul bentuknya seperti Ryoma, Lian harap sih jangka yang lebih panjang dari sekedar romansa kisah sekolah yang hanya berguna untuk memenuhi buku hariannya.

"Eh abis ini mau ke mana? Mau gue ajak ja... Eh? EEEHHHH????"

Berlian Ardana belum sempat menyelesaikan kalimatnya pada Ryoma ketika kerah seragamnya tiba-tiba ditarik dari belakang dan merasakan tubuhnya ditarik menjauh dari Dhaka dan Ryoma yang hanya menatapnya. Membelah lalu-lalang para murid di koridor lantai dua tersebut.

"SAYAAANG!!!" Lian mengulurkan satu tangannya dramatis, meminta pertolongan.

Tapi Ryoma hanya menatapnya bingung, namun diam-diam juga merasa lega karena terselamatkan.

"GAVEEEENNNN!!!!"

Dhaka justru langsung merangkul Ryoma. Mengambil arah berlawanan dan melangkah jauh seolah tak melihat dan mendengar apapun. Jelas tak berniat memberikan pertolongan.

"ADUH INI APA SIH TARIK-TARIK KERAH? EMANG GUE KUCING KUMAL???" Tubuh Lian berontak, akhirnya mengamuk setelah melihat Dhaka dan Ryoma menghilang di ujung tangga koridor.

Mereka berhenti dan saling berdiri berhadapan dengan ekspresi yang jauh berbeda.

Lian tak usah dijelaskan sekesal apa. Sedangkan sosok di hadapannya hanya berekspresi datar tanpa rasa bersalah.

Sejujurnya, Lian sudah tahu siapa pelaku yang menggagalkan acara perkenalannya dengan Si Tampan Ryoma barusan.

Jika hanya Gavin Andhaka yang suka menarik rambut kuncir kudanya, maka pemuda ini satu-satunya yang hobi sekali menarik kerah seragam Lian.

Spring & FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang