"Om udah makan?"
"Belum. Kamu sudah makan?"
"Wiiihh udah dong. Sebelum ke sini aku makan dulu."
"Loh, kamu kan mau ajak Alfa makan. Kok udah makan duluan?"
"Persiapan, Om. Takut laper di jalan."
Dan tawa khas bapak-bapak terdengar renyah meramaikan halaman rumah sore itu.
Kedua orang yang tengah menekuk lutut menghadap jejeran pot kecil itu tak sadar sejak tadi sepasang mata Alfa menatap punggung mereka berdua.
"Hai, Ganteng!" Lian yang pertama kali menyadari kehadiran Alfa di sana langsung berdiri dengan senyum lebar di wajahnya. Tangannya melambai antusias seolah sudah lama tak bertemu sahabatnya yang satu itu.
"Dhaka mana?" Menuruni tangga teras, Alfa melangkah mendekat. Menanyakan keberadaan Dhaka yang sejak awal berencana ikut dalam acara jalan-jalan mereka Sabtu sore ini.
"Diculik Mamanya. Katanya ada dinner keluarga."
Alfa jelas melongo. Dadakan sekali?
"Eh kamu jangan seseneng itu dong kita mau malem mingguan berdua. Seenggaknya jangan terlalu ditunjukkin. Nanti si Dhaka sedih kalo tau kehadiran dia engga diharapkan," kata Lian langsung menggoda.
Alfa memutar mata. Sungguh merasa jengah.
Kenapa sih si Berlian Ardana itu selalu punya akal untuk membuatnya sebal?
"Berhubung cuma berdua, kita perginya naik motor lo aja, ya." Lian sekilas menunduk. Menutup kancing tas selempang kecilnya yang terbuka.
"Bensinnya full engga, Fa?" tanya Papa yang sudah berdiri di samping Lian. "Jangan sampai nanti tiba-tiba mogok di jalan terus Lian yang dorong."
"Ih mon maap nih, Om..." Lian langsung menyambar, "Kalo motornya mogok, dia ya aku tinggal. Aku langsung naik taksi," katanya sok serius.
Bukannya kesal karena putranya ditinggal tanpa hati begitu saja, Papa lagi-lagi malah tertawa renyah.
"Ya udah ga usah jadi aja, lah." Alfa dengan entengnya menyarankan. Malas kalau cuma pergi berdua dengan Lian karena nanti dia jadi satu-satunya yang harus mendengar ocehan berisik gadis pendek itu.
"HEYYY!!!" Lian menyambar lebih galak, "Kamu ga liat aku udah secantik ini??? Enak aja maen batalin. Gak, GAK ADA! AYO BURUAN!"
Tanpa memberikan kesempatan Alfa untuk protes, dia menarik pemuda tinggi itu menjauh dari Papa yang sejak tadi tersenyum lebar. Berjalan ke arah motor yang terparkir.
"Ngapain sih? Cuma berdua doang engga seru. Nanti aja nunggu si Dhaka free." Alfa masih berat untuk menyalakan motor.
"Ini hari terakhir Kuliner Raya-nya. Nunggu si Dhaka free juga percuma kalo acaranya dah beresan."
"Tapi, Li...."
"Sayaaaaangggg~"
"Buruan naek!" Perintah Alfa dengan wajah datar. Galak.
Dan begitu saja senyum lebar Lian terbentuk. "Hih kamu mah mau dipanggil sayang aja sok-sokan debat dulu sama aku."
Alfa hanya menghela napas. Ya bukan apa-apa, sih. Dia bukan langsung setuju karena luluh dengan rengekan manja Lian, tapi lebih ke geli. Daripada melihat tingkah menggelikan itu lebih lama, langsung menurut adalah jalan tercepat.
"Ambil helm Kak Na di dalem sana!" Perintah Alfa sudah meraih helmnya sendiri.
"SIAP 86!" Lian memberi hormat sebelum berbalik, berlari ke dalam rumah dan meraih helm yang sudah dia hapal betul ada di mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring & Fall
RomanceWhy is it so easy to kill our happiness but so hard to kill our sadness?