8

230 23 0
                                    

Semua pesanan kini sudah tersaji di atas meja setelah pelayan datang mengantarkan dan pergi dengan terburu-buru.

Agaknya suasana dalam ruangan VIP itu memang sudah tidak wajar dan membuat siapapun merasa tertekan.

Pasalnya Yedam sendiri juga dapat merasakan hal yang sama. Karena dari apa yang dia amati, tekanan itu datang dari Jeongwoo dan pria bernama Son Hyun Woo itu. Dia jadi merasa berbeda sendiri.

Yedam termangu dan sedikit gugup, ini di luar prediksinya. Hyun Woo telah mengatakan maksudnya dan itu membuatnya cukup terkejut. Apalagi Jeongwoo, pemuda itu tampak sedang menahan amarahnya.

"Jadi bagaimana, apa kalian mau menerima tawaranku?"

Yedam bimbang, tawaran adopsi? Di usianya yang bahkan sudah mampu untuk hidup sendiri?

Dia memang mendambakan sosok orangtua, mengingat dia dan Jeongwoo sudah yatim-piatu sejak masih kecil. Tapi pria di hadapannya adalah orang asing, mereka bahkan baru pertama kali bertemu. Dia tidak tahu apapun seluk beluk beliau, apakah pria itu baik atau buruk.

Tapi itu pendapatnya, bagaimana dengan Jeongwoo? Sepertinya mereka sudah saling mengenal lebih dulu tanpa dirinya ketahui. Dia tidak tau kan, barangkali hati kecil Jeongwoo menginginkan hal seperti itu. Hidupnya mungkin juga akan lebih terjamin, dilihat bagaimanapun Tuan Son terlihat jauh dari kata kekurangan.

"Tidak." Tolak Jeongwoo tegas.

Yedam menoleh, melihat bagaimana Jeongwoo dengan mata tajamnya menatap nyalang sosok di depannya. Sepertinya hubungan keduanya tidak begitu baik, dia belum pernah melihat Jeongwoo semarah ini.

Jeongwoo menarik cepat tangan sang kakak, membawa diri mereka pergi dari sana meninggalkan Hyun Woo seorang diri.

Hyun Woo sendiri tidak berusaha menghalangi keduanya. Dia malah menuang wine di gelasnya, menyesapi rasa manis yang entah kenapa tidak terasa sama dari biasanya. Matanya menatap penuh minat pada pintu dimana kedua orang itu pergi.

"Aku tidak tahu hanya dengan melihat dan mendengar suaranya secara langsung seperti ini akan membuatku merasa candu dalam sekejap." Gumamnya pelan lalu setelahnya ikut pergi begitu wine di gelasnya habis.

***

"Jeongwoo, tunggu!" Pinta Yedam, menghentikan langkah mereka tepat di samping mobil.

"Ada apa, Hyung? Aku ingin memasak sesuatu yang enak, lebih enak daripada yang disajikan di sini." Jawab Jeongwoo.

Wajahnya tak sekelam tadi, terkesan bahwa kejadian sebelumnya tidak ada sama sekali. Yedam jadi lumayan kaget, apa sebenarnya Jeongwoo tidak semarah itu?

"Bukan itu..., kita tidak bisa meninggalkan tuan Son begitu saja, rasanya tidak sopan. Bukankah kau terlihat mengenalnya?"

Jeongwoo menunjukkan cengirannya seperti yang selalu Yedam lihat setiap hari. Pemuda yang baru lulus itu menggaruk kepalanya yang tak gatal disertai kekehan yang keluar dari mulutnya tanpa tahu malu, menampilkan sederet giginya yang rapih.

"Hehe, itu bukan siapa-siapa kok." Jawabnya cepat dan langsung masuk ke dalam mobil.

Mencurigakan adalah satu-satunya kata yang dapat Yedam jabarkan setelah mendengar jawaban sang adik. Mungkin Jeongwoo belum ingin bercerita padanya.

Tidak apa. Dia bisa bersabar untuk menunggu cerita apapun dari Jeongwoo. Walaupun sebenarnya dia ingin memaksa anak itu untuk memberitahunya, tapi bukankah itu tindakan yang kurang baik untuk dilakukan oleh seorang kakak?

Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang