9

257 24 3
                                    

Yedam terduduk, ia terbangun dari tidurnya secara tiba-tiba. Dadanya naik turun tak beraturan, nafasnya pun sudah tersengal-sengal sejak sebelum dia benar-benar terbangun. Tubuhnya sudah penuh dengan keringat hingga membasahi pakaian dan bantalnya. Ia mengusap wajahnya, lelah.

Mimpi buruknya datang lagi. Akhir-akhir ini mimpi buruk itu datang lebih sering daripada biasanya. Dia semakin lelah untuk tidak memedulikan itu semua. Rasanya seperti dihantui, diteror, dan berbagai hal serupa.

Kali ini dia melihat Jeongwoo kecil mendorong orang tua mereka dari atas tangga hingga tulang mereka remuk di lantai bawah. Disaat itupun Jeongwoo malah melompat riang di atas tubuh mereka yang sudah dingin, tertawa seperti setan kecil tepat di hadapan Yedam.

Menakutkan, Jeongwoo di mimpi benar -benar membuatnya merasa takut dan akan merinding tiap wajah tersenyum itu terbesit di kepalanya.

Meski begitu, Yedam tidak bercerita sedikitpun tentang isi mimpinya pada siapapun. Untungnya dia tidak menjadi gila hanya karena mimpi seperti itu.... mungkin belum.

Dia mencoba sangat keras untuk tidak peduli. Berpikir mungkin dia hanya stres soal pekerjaannya yang akhir-akhir ini menumpuk juga rasa rindu pada mendiang orangtuanya yang kian menguat tiap harinya.

Mungkin dia harus pergi berkunjung ke makam di akhir pekan.

Yedam mengusak kasar rambutnya yang basah dan terasa lengket karena keringat, kemudian melihat jam di meja nakas. Jam 05.13 rupanya, masih terlalu dini untuk bersiap pergi ke kantor. Padahal tadi malam dia pulang lumayan larut karena lembur, tapi malah bangun sepagi ini.

Karena kantuknya tidak datang kembali, dia memutuskan untuk mandi lebih awal. Jeongwoo mungkin belum bangun jam segini -mengingat anak itu sudah tidak perlu datang ke sekolah lagi-, jadi ada baiknya dia yang membuat sarapan daripada mengganggu tidur pemuda yang baru lulus itu. Lagian sudah lama dia tidak memasak karena biasanya hanya di lakukan oleh Jeongwoo.

Kaki telanjang nya turun dari ranjang, lalu melangkah di mana kamar mandi berada. Tapi langkahnya terhenti ketika telinganya mendengar suara motor yang masuk ke dalam garasi rumah. Meski samar, tapi Yedam menebak karena suara motor itu mirip seperti milik Jeongwoo.

Jeongwoo? darimana dia? Pikirnya.

Setelah pulang dari kantor semalam, Yedam memang tidak melihat Jeongwoo sama sekali. Dia hanya menduga anak itu sudah terlelap di kamarnya sendiri. Dia juga tidak mengecek ke kamar Jeongwoo untuk memastikan apakah adiknya itu benar-benar sudah tidur karena sudah terlalu lelah.

Daripada menerka yang tidak-tidak lebih baik dia mengecek sendiri kebenarannya. Yedam pun keluar dari kamarnya, turun ke lantai bawah dengan ragu dan hati-hati.

Baru saja di seperempat tangga, lampu tiba-tiba padam. Saat sampai bawah yang ia temukan hanya kesunyian dan kegelapan. Hanya ada sedikit cahaya remang-remang lampu jalan yang sedikit menyorot melalui sela-sela jendela.

Mendadak Yedam bertambah was-was. Kenapa lampu tiba-tiba mati? Bagaimana jika yang ada di luar sana bukan Jeongwoo? Bodohnya dia karena tidak memeriksa kamar Jeongwoo terlebih dahulu.

Tangannya yang sudah gemetar mencoba meraba dinding, mencari saklar lampu dengan gemetar. Berharap bahwa lampu bisa dinyalakan karena dia takut gelap dan sedang sangat parno.

Pintu depan tiba-tiba terbuka, menampilkan siluet seseorang. Yedam jadi terkesiap menahan nafas karena waspada dan juga takut. Dia khawatir orang itu bukanlah Jeongwoo seperti yang dipikirkan nya, jadi...

"J-jeongwoo?" Ujarnya terbata. Tangannya masih sibuk mencari keberadaan saklar lampu yang tak kunjung ditemukan.

"Loh, Hyung?"

Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang