Yedam tidak pernah merasa segugup ini saat ia memasuki kamar Jeongwoo. Sebelumnya, dia selalu bolak-balik membersihkan dan merapikan kamar Jeongwoo setiap minggu tanpa beban, lalu ketika ia selesai mereka akan berbincang dan becanda disana. Terkadang saat Jeongwoo sedang manja, mereka akan pergi tidur bersama saat malam hari.Kenangan itu manis, tetapi saat ini ia telah diliputi rasa gelisah dan cemas. Ruangan itu tampak klasik dan normal. Diisi dengan satu single bed yang lumayan besar, ada beberapa furnitur yang terbuat dari kayu. Dinding-dindingnya ditempeli berbagai poster band, tipikal anak remaja pada umumnya.
Yedam mulai melangkah ke setiap sudut. Tangannya dengan gemetar mencoba membongkar setiap tempat yang dirasa terlalu tertutup dan tampak tersembunyi. Mulai dari lemari, laci meja, bahkan kolong kasur. Tidak ada yang mencurigakan. Dia tidak menemukan satupun tanda yang bisa dijadikan bukti. Itu membuatnya merasa cukup lega. Mungkin Jeongwoo memang tidak punya kaitan dengan itu semua.
Tapi itu hanya sekedar kamar. Dia belum memeriksa yang lain dan esok adalah waktu dimana dia harus mengikuti Jeongwoo secara diam-diam.
Begitu esok tiba, Yedam sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia pergi menuju dapur dan mendapati sang adik sedang sibuk memasak sambil bersenandung ringan.
Ia mencoba menampilkan wajah senormal mungkin sambil berjalan pelan menuju meja pantry. Dia tidak mungkin menampilkan wajah penuh gelisah pada orang yang sedang dia mata-matai karena itu akan tampak sangat mencurigakan.
Setelah dia duduk, Jeongwoo segera menyari dan berbalik menyambutnya dengan senyum yang hangat, "selamat pagi, hyung!"
Ucapan selamat paginya hampir terdengar polos dan lembut. Yedam hampir tersedak ludahnya sendiri karena terkejut. Dia benar-benar buruk dalam menyembunyikan reaksinya.
"S-selamat pagi."
Tidak, kenapa suaranya terdengar sepeti tikus terjepit?! Jeongwoo akan merasa curiga dan bertanya-tanya akan hal itu. Yedam yang ceroboh. Dia seharusnya berakting lebih baik lagi.
Yedam merasa was-was dengan respon anak itu, tapi dia malah dikejutkan dengan segelas air hangat yang diletakkan di depannya.
"Tenggorokanmu akan sakit jika dipaksa berbicara, Hyung. Minumlah, itu akan membuatnya menjadi lebih baik."
Yedam tertawa canggung dan hanya bisa menghabiskan air hangat itu hingga habis. Dia terus memperhatikan Jeongwoo yang sibuk menyajikan sarapan, tidak sadar bahwa tatapan menyelidiknya mungkin bisa saja melubangi objek di depannya. Bahkan ia masih melakukannya ketika mereka telah selesai sarapan dan Jeongwoo sudah tampak rapih dengan pakaiannya.
"Kau mau pergi belajar lagi?"
Jeongwoo mengangguk sambil mengambil sepatu nya dari atas rak. "Tentu saja. Hari ini temanku membawakan seseorang yang bisa membantu kami menyelesaikan hal rumit. Aku tidak yakin, tapi mungkin orang itu benar-benar bisa, jadi aku harus datang dan melihat."
"Apakah aku boleh ikut? Siapa tahu, aku juga bisa membantu."
Itu bukan rencana awalnya. Dia harusnya hanya mengikuti sang adik secara diam-diam. Tapi perasaan gelisah itu terus menggerogotinya dari dalam. Tidak memberikannya kesempatan untuk berpikir sekali lagi. Jika dia bisa percaya bahwa Jeongwoo tidak terlibat maka sesuai dengan dugaannya, anak itu memperbolehkannya ikut.
"Tentu saja boleh. Tapi aku tidak yakin Hyung akan merasa nyaman disana. Yah, mereka kaku dan punya mulut yang agak kasar. Aku takut Hyung akan merasa risih karenanya."
Itu mengejutkannya sekali lagi. Jeongwoo tampak bingung dan khawatir saat mengatakannya. Mungkin memang benar tidak ada yang harus dicurigai. Tapi hatinya masih merasa ganjil dan gelisah. Semuanya terasa aneh. Jantungnya bahkan terasa berdetak tak beraturan. Perutnya juga merasa seperti diputar-putar. Sebenarnya, apa yang salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother
Fanfiction"Tidak ada yang bisa merebut kakakku." Dunianya hanya berpusat pada sang kakak. Tekadnya sudah bulat. Tidak akan ada yang bisa menghalangi, sekeras apapun itu. •Bukan cerita BL/BxB!