10

213 23 4
                                    

Sejak masih balita, Jeongwoo punya perbedaan yang kentara dibandingkan kebanyakan anak.

Dia tidak pernah punya ekspresi yang biasa manusia keluarkan. Marah, sedih, senang, tak pernah dia tunjukkan. Orangtuanya sampai khawatir anak mereka terkena suatu penyakit atau kelainan. Tapi berulangkali dibawa ke dokter pun anak itu tetap dinyatakan sehat.

Hanya saja otak Jeongwoo sedikit berbeda. Tumbuh kembangnya terlampau cepat hingga anak itu agaknya cepat mengerti dengan lingkungan sekitarnya. Tapi mereka masih tidak tahu mengapa Jeongwoo tidak bisa mengeluarkan ekspresi apapun.

Mengira mungkin ada masalah dalam kejiwaannya. Mereka akhirnya menyarankan agar Jeongwoo dibawa ke psikiater anak. Diagnosa mereka bermacam-macam dan terkadang di luar akal sehat.

Ada yang bilang mungkin Jeongwoo adalah manusia lampau yang telah bereinkarnasi berulang kali hingga kehampaan memenuhi jiwanya.

Ada juga yang bilang jika Jeongwoo hanya kesepian dan butuh teman. Jeongwoo hanya tidak tau cara mengekspresikan perasaannya, maka dari itu dia butuh dorongan yang baik.

Diagnosa pertama jelas membuat mereka tidak habis pikir dan mempertanyakan kredibilitas psikiater itu. Jadi mereka memutuskan mempercayai diagnosa kedua.

Dengan demikian, saat usia Jeongwoo sudah menyentuh di angka tiga tahun, mereka mengambil keputusan besar yang mungkin bisa membuat Jeongwoo menjadi seperti anak-anak lainnya. Karena satu tahun terakhir mereka berusaha membuat anak itu mengeluarkan ekspresi tidak membuahkan hasil apapun, mereka putus asa.

Anak-anak tetangga ataupun yang berada di tempat bermain selalu mengucilkan Jeongwoo karena takut dan tidak berani. Mereka akan menangis hanya dengan melihat kehadiran Jeongwoo, aneh sekali.

Jadi, tepat sehari setelah ulang tahun Jeongwoo, Mamanya membawa sosok balita berusia lima tahun ke dalam rumah.

Pada awalnya Jeongwoo mengira anak itu adalah seorang gadis. Wajahnya hampir tertutup oleh rambut yang panjang hingga sebahu.

"Yedam-ah ayo turun. Beri salam pada Jeongwoo. Dia adalah adikmu mulai sekarang." Ucap sang mama menurunkan Yedam dari gendongan, lalu menyibak rambut panjang itu agar tidak menutupi wajah.

Yedam mengangguk malu-malu dan mulai mengulurkan tangan mungilnya sambil tersenyum pada Jeongwoo yang menatapnya.

"H-halo...adik!"

Binar terpesona memancar dari mata Jeongwoo. Anak itu bahkan mulai mendekat tanpa ragu. Bukannya menjawab uluran yang terarah padanya, ia malah menyentuh pipi gembil yang tampak bersemu.

"Cantik."

Kaget tentu saja. Jeongwoo tersenyum untuk pertama kalinya sambil mengeluarkan kata. Mama sampai menangis terharu di rangkulan papa.

"D-damie bukan cantik, tapi ganteng tau!"
Yedam berseru lantang dengan airmata yang sudah menggenang di pelupuk mata.

Badannya bahkan terlihat gemetar menahan amarah. Senyum ramahnya diganti dengan bibir yang mengerucut dengan muka yang semerah tomat.

Dia kira Jeongwoo berbeda. Dia hanya sudah muak diberi sebutan seperti itu. Semua orang mengira dia perempuan hanya karena rambutnya panjang. Yedam tidak suka.

"Anak aneh."

"Rambutnya panjang seperti perempuan."

"Aku kira dia seorang gadis..."

"Dasar banci!"

Bukannya meminta maaf, Jeongwoo malah tertawa. Hal itu meninggalkan tangisan Yedam yang pecah. Balita itu bahkan sudah berlari ke arah Mama yang bingung dengan situasi itu. Entah dia harus senang karena anaknya akhirnya bisa mengeluarkan ekspresi atau khawatir Yedam kelewat tersinggung dan akhirnya tidak mau dekat-dekat dengan Jeongwoo.

Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang